Senin, 29 Juni 2015

Bercerai karena terlalu mencintai istri

Bercerai karena terlalu mencintai istri? Terdengar sangat janggal, namun itulah yang terjadi di masa Rasulullah. In sya Allah kisah ini dapat mengingatkan kita untuk tidak berlebihan dalam mencintai pasangan.

Inilah kisah selengkapnya...

Abdullah bin Abu Bakar RA baru saja melangsungkan pernikahan dengan Atikah binti Zaid, seorang wanita cantik rupawan dan berbudi luhur. Dia seorang wanita berakhlak mulia, berfikiran cemerlang dan berkedudukan tinggi. Pastilah Abdullah amat mencintai istri yang sangat sempurna menurut pandangan manusia.

Pada suatu hari, ayahnya Abu Bakar RA lewat di rumah Abdullah ingin mengajak pergi bersama-sama sholat berjamaah di Masjid. Namun, beliau mendapati anaknya sedang bermesraan dengan Atikah dengan lembut dan romantis sekali, beliau membatalkan niatnya dan meneruskan perjalanan ke Masjid.

Setelah selesai menunaikan sholat, Abu Bakar RA sekali lagi melalui jalan di rumah anaknya. Alangkah kesalnya Abu Bakar RA ketika mendapati anaknya masih bersenda gurau dengan istrinya sebagaimana sebelum beliau menunaikan sholat di Masjid.

Selain lalai dari menunaikan shalat, Abdullah pun lalai dalam perniagaan yang dimilikinya, ia terlalu larut dalam cinta dan bersenda gurau dengan istrinya sehingga melupakan hal lain dalam hidupnya.

Kecantikan dan keluhuran pribadi Atikah benar-benar menyihir hati Abdullah. Menyita seluruh jiwanya. Menyandera seutuh akalnya. Hari-harinya hanya mengagumi Atikah. Kecantikannya, jelitanya, dan adab mulianya.

“Ia (Atikah) menyibukkannya(Abdullah) dari perang-perangnya,” kata Imam Ibnu Hajar membicarakan biografi Atikah.

Jika cinta telah mulai berubah menjadi diktator dan mulai terlihat angkuh. Memaksa untuk hanya dia yang diperhatikan dan dipedulikan. Bahkan memaksa untuk melupakan berbagai kewajiban hidup. Maka ia harus ditegur.

Dan Abu Bakar sang ayah pun menegurnya. "Wahai Abdullah, adakah kamu sholat berjama'ah?"

Tanpa berhujjah panjang Abu Bakar berkata: "Wahai Abdullah, Atikah telah melalaikan kamu dari kehidupan dan pandangan hidup malah dia juga telah melupakan kamu dari sholat fardhu, ceraikanlah dia!"

Demikianlah perintah Abu Bakar kepada Abdullah. Suatu perintah ketika Abu Bakar mendapati anaknya melalaikan hak Allah. Ketika beliau mendapati Abdullah mulai sibuk dengan istrinya yang cantik. Ketika beliau melihat Abdullah terpesona keindahan dunia sehingga menyebabkan semangat juangnya semakin luntur. 

Lalu bagaimana tanggapan Abdullah? Tanpa membuat dalih apalagi mencoba membunuh diri, Abdullah terus mengikuti perintah ayahandanya dan menceraikan istri yang cantik dan amat dicintainya. Subhanallah!

Namun setelah itu, Abdullah sangat gundah. Setiap guratan kegundahannya dituangkan dalam untaian syair. Hari-harinya bersyair kegundahan akan pahitnya perpisahan:

“Hai Atikah, aku tidak kan melupakanmu selama angin bertiup
Dan selama burung merpati masih bersuara
Hai Atikah, saya tidak akan melupakanmu selama orang masih berhaji
Dan selama bintang yang bergantungan di langit bersinar
Hai Atikah, hatiku tiap hari dan malam
Tergantung kepadamu apa-apa yang tersembunyi dalam jiwa
Kalau bukan karena taqwa kepada Allah yang berhubungan dengan ayahku
Dan ketaatan kepadanya, maka kita tidak akan berpisah

Mendengar syair tersebut, serta melihat anaknya yang berubah menjadi kurus dan lemah serta kehilangan semangat, Abu Bakar pun luluh. Setiap kata Abdullah mengundang simpati Abu Bakar. Ayah bijak itu mengizinkan anaknya untuk kembali ke istrinya.

Setelah bersatu kembali, Abdullah dan Atikah menyadari bahwa cinta pada Allah harus lebih besar daripada cinta mereka. Abdullah kemudian mengikuti peperangan bersama Rasulullah, dan menjadi syuhada di medan jihad.

Demikianlah kisah pasutri yang saling mencintai, namun kemudian menyadari Hak Allah yang tidak boleh mereka lalaikan atas nama cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar