Minggu, 21 Maret 2021

Kisah Rasulullah SAW sebelum wafat.

Kisah ini terjadi pada diri Rasulullah SAW sebelum wafat.


Rasulullah SAW telah jatuh sakit agak lama, sehingga kondisi beliau sangat lemah.

Pada suatu hari Rasulullah SAW meminta Bilal memanggil semua sahabat datang ke Masjid. Tidak lama kemudian, penuhlah Masjid dengan para sahabat. Semuanya merasa rindu setelah agak lama tidak mendapat taushiyah dari Rasulullah SAW.

Beliau duduk dengan lemah di atas mimbar. Wajahnya terlihat pucat, menahan sakit yang tengah dideritanya.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Wahai sahabat-sabahatku semua. Aku ingin bertanya, apakah telah aku sampaikan semua kepadamu, bahwa sesungguhnya Allah SWT itu adalah satu-satunya Tuhan yang layak di sembah?"

Semua sahabat menjawab dengan suara bersemangat, " Benar wahai Rasulullah, Engkau telah sampaikan kepada kami bahwa sesungguhnya Allah SWT adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah."

Kemudian Rasulullah SAW bersabda:

"Persaksikanlah ya Allah. Sesungguhnya aku telah menyampaikan amanah ini kepada mereka."

Kemudian Rasulullah bersabda lagi, dan setiap apa yang Rasulullah sabdakan selalu dibenarkan oleh para sahabat.

Akhirnya sampailah kepada satu pertanyaan yang menjadikan para sahabat sedih dan terharu. 

Rasulullah SAW bersabda:

"Sesungguhnya, aku akan pergi menemui Allah. Dan sebelum aku pergi, aku ingin menyelesaikan segala urusan dengan manusia. Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua. Adakah aku berhutang kepada kalian? Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut. Karena aku tidak mau bertemu dengan Allah dalam keadaan berhutang dengan manusia."

Ketika itu semua sahabat diam, dan dalam hati masing-masing berkata "Mana ada Rasullullah SAW berhutang dengan kita? Kamilah yang banyak berhutang kepada Rasulullah".

Rasulullah SAW mengulangi pertanyaan itu sebanyak 3 kali.

Tiba-tiba bangun seorang lelaki yang bernama UKASYAH, seorang sahabat mantan preman sebelum masuk Islam, dia berkata:

"Ya Rasulullah! Aku ingin sampaikan masalah ini. Seandainya ini dianggap hutang, maka aku minta engkau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa-apa".

Rasulullah SAW berkata: "Sampaikanlah wahai Ukasyah".

Maka Ukasyah pun mulai bercerita:

"Aku masih ingat ketika perang Uhud dulu, satu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau pukulkan cambuk ke belakang kuda. Tetapi cambuk tersebut tidak kena pada belakang kuda, tapi justru terkena pada dadaku, karena ketika itu aku berdiri di belakang kuda yang engkau tunggangi wahai Rasulullah".

Mendengar itu, Rasulullah SAW berkata: "Sesungguhnya itu adalah hutang wahai Ukasyah. Kalau dulu aku pukul engkau, maka hari ini aku akan terima hal yang sama."

Dengan suara yang agak tinggi, Ukasyah berkata: "Kalau begitu aku ingin segera melakukannya wahai Rasulullah."

Ukasyah seakan-akan tidak merasa bersalah mengatakan demikian. 

Sedangkan ketika itu sebagian sahabat berteriak marah pada Ukasyah. "Sungguh engkau tidak berperasaan Ukasyah. bukankah Baginda sedang sakit..!?"

Ukasyah tidak menghiraukan semua itu. Rasulullah SAW meminta Bilal mengambil cambuk di rumah anaknya Fatimah.

Bilal meminta cambuk itu dari Fatimah, kemudian Fatimah bertanya: "Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini wahai Bilal?"

Bilal menjawab dengan nada sedih: "Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk memukul Rasulullah"

Terperanjat dan menangis Fatimah seraya berkata:

"Kenapa Ukasyah hendak pukul ayahku Rasulullah? Ayahku sedang sakit, kalau mau mukul, pukullah aku anaknya".

Bilal menjawab: "Sesungguhnya ini adalah urusan antara mereka berdua".

Bilal membawa cambuk tersebut ke Masjid lalu diberikan kepada Ukasyah.

Setelah mengambil cambuk, Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah. 

Tiba-tiba Abu bakar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata: "Ukasyah..! kalau kamu hendak memukul, pukullah aku. Aku orang yang pertama beriman dengan apa yang Rasulullah SAW sampaikan. Akulah sahabatnya di kala suka dan duka. Kalau engkau hendak memukul, maka pukullah aku".

Rasulullah SAW: "Duduklah wahai Abu Bakar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah".

Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah. Kemudian Umar berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata:

"Ukasyah..! kalau engkau mau mukul, pukullah aku. Dulu memang aku tidak suka mendengar nama Muhammad, bahkan aku pernah berniat untuk menyakitinya, itu dulu. Sekarang tidak boleh ada seorangpun yang boleh menyakiti Rasulullah Muhammad. Kalau engkau berani menyakiti Rasulullah, maka langkahi dulu mayatku..!."

Lalu dijawab oleh Rasulullah SAW:

"Duduklah wahai Umar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah".

Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah, tiba-tiba berdiri Ali bin Abu Talib sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW.

Dia menghalangi Ukasyah sambil berkata: "Ukasyah, pukullah aku saja. Darah yang sama mengalir pada tubuhku ini wahai Ukasyah".

Lalu dijawab oleh Rasulullah SAW:

"Duduklah wahai Ali, ini urusan antara aku dengan Ukasyah" .

Ukasyah semakin dekat dengan Rasulullah. Tiba-tiba tanpa disangka, bangkitlah kedua cucu kesayangan Rasulullah SAW yaitu Hasan dan Husen. 

Mereka berdua memegangi tangan Ukasyah sambil memohon. "Wahai Paman, pukullah kami Paman. Kakek kami sedang sakit, pukullah kami saja wahai Paman. Sesungguhnya kami ini cucu kesayangan Rasulullah, dengan memukul kami sesungguhnya itu sama dengan menyakiti kakek kami, wahai Paman."

Lalu Rasulullah SAW berkata: "Wahai cucu-cucu kesayanganku duduklah kalian. Ini urusan Kakek dengan Paman Ukasyah".

Begitu sampai di tangga mimbar, dengan lantang Ukasyah berkata:

"Bagaimana aku mau memukul engkau ya Rasulullah. Engkau duduk di atas dan aku di bawah. Kalau engkau mau aku pukul, maka turunlah ke bawah sini."

Rasulullah SAW memang manusia terbaik. Kekasih Allah itu meminta beberapa sahabat memapahnya ke bawah. Rasulullah didudukkan pada sebuah kursi, lalu dengan suara tegas Ukasyah berkata lagi:

"Dulu waktu engkau memukul aku, aku tidak memakai baju, Ya Rasulullah"

Para sahabat sangat geram mendengar perkataan Ukasyah.

Tanpa berlama-lama dalam keadaan lemah, Rasulullah membuka bajunya. Kemudian terlihatlah tubuh Rasulullah yang sangat indah, sedang beberapa batu terikat di perut Rasulullah pertanda Rasulullah sedang menahan lapar.

Kemudian Rasulullah SAW berkata:

"Wahai Ukasyah, segeralah dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Nanti Allah akan murka padamu."

Ukasyah langsung menghambur menuju Rasulullah SAW, cambuk di tangannya ia buang jauh-jauh, kemudian ia peluk tubuh Rasulullah SAW seerat-eratnya. Sambil menangis sejadi2nya, 

Ukasyah berkata:

"Ya Rasulullah, ampuni aku, maafkan aku, mana ada manusia yang sanggup menyakiti engkau ya Rasulullah. Sengaja aku melakukannya agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu. Seumur hidupku aku bercita-cita dapat memelukmu. Karena sesungguhnya aku tahu bahwa tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka. Dan sungguh aku takut dengan api neraka. Maafkan aku ya Rasulullah..."

Rasulullah SAW dengan senyum berkata:

"Wahai sahabat-sahabatku semua, kalau kalian ingin melihat ahli Surga, maka lihatlah Ukasyah..!"

Semua sahabat meneteskan air mata. Kemudian para sahabat bergantian memeluk Rasulullah SAW.


--------------------------------------


Meski sudah sering membaca dan mendengar kisah ini berulang-ulang, tetap saja saya menangis. 

Semoga tetesan air mata ini membuktikan kecintaan kita kepada kekasih Allah SWT....


Allahumma sholli 'alaa Muhammad. 

Allahumma sholli 'alayhi wassalam 

KENAPA DAKWAH SALAFIYAH SERING DIMUSUHI ???

 KENAPA DAKWAH SALAFIYAH SERING DIMUSUHI ???

Oleh Siswo Khusyudhanto

Sering kali mengajak teman yang awam ke kajian Sunnah sering kali ajakan itu mendapatkan penolakan, alasannya hampir sama, seperti, " kajianmu itu aliran keras", "golongan mu itu dikit-dikit haram", atau "kajian yang saya ikut lebih sejuk, gak pernah membahas Syirik, Bid'ah dan Riba, enak pokoknya, bikin seneng".

Kenapa bisa demikian?, berikut ini mungkin penjelasannya.

Dalam sebuah kajian seorang jamaah bertanya kepada ustadz pemateri kajian, "Ustadz kenapa banyak disebut dikalangan masyarakat awam kajian ini terlalu keras, radikal dan semacamnya?, Mungkin Ustadz dapat menjelaskan fenomena ini".

Ustadz menjawab, "Hal seperti ini mungkin diakibatkan kebanyakan masyarakat terbiasa mendengar kajian agama yang hanya materinya adalah bermuatan Amar Ma'ruf, dan sangat sedikit mereka mendengar kajian agama yang menjelaskan Nahi Munkar, sehingga ketika mereka mendengar kajian yang materinya bermuatan Nahi Munkar mereka menilai hal demikian sangat keras, sehingga menimbulkan tuduhan berbagai macam pada kajian yang demikian, seperti kajian radikal, kajian aliran keras bahkan juga Wahabi.

Semua itu disebabkan karena sangat sedikit pendakwah di negri ini mengikuti konsep Sunnah dalam berdakwah, yakni Amar Ma'ruf Nahi Munkar, kebanyakan pendakwah hanya menyampaikan Amar Ma'ruf, mereka menyampaikan kajian yang berisi seruan agar umat menjadi anak yang baik, istri yang baik, suami yang baik, karyawan yang baik dan seterusnya, dan mereka meninggalkan dakwah yang berisi seruan Nahi Munkar, sangat sedikit pendakwah menjelaskan bahaya Syirik, bahaya Bid'ah, bahaya Riba dan seterusnya.

Ketika mereka(para pendakwah) itu ditanya "kenapa kalian hanya mendakwahkan Amar Ma'ruf saja dan meninggalkan dakwah Nahi Munkar?", Mereka menjawab "itu bukan tugas saya", atau dalam artian mereka hanya mencari aman dengan menyampaikan Amar Ma'ruf dan takut ditinggalkan jamaahnya jika menyampaikan yang berkaitan dengan Nahi Munkar.

Maka ketika ada sebagian kecil pendakwah di negri ini yang berusaha mengikuti konsep Dakwah Sunnah yakni menyampaikan Amar Ma'ruf sekaligus Nahi Munkar, menjelaskan syariat agama dengan jelas mana yang hak dan bathil, yang terjadi justru banyak tuduhan dilayangkan kepada mereka, mulai ustadz radikal, aliran keras atau Wahabi, padahal apa yang disampaikan mereka didasarkan kepada dalil Sahhih baik dari Al-Qur'an dan Sunnah Sahhihah sekalipun.

Akibat budaya ingkar Nahi Munkar dan hanya mengutamakan Amar Ma'ruf ini akhirnya masyarakat terfitnah syubhat dan terlibat dalam amalan-amalan yang menyimpang, banyak perbuatan Syirik, Bid'ah dan Riba didalam masyarakat kita, dan kebanyakan merasa dalam amalan yang benar.

Hal demikian disebabkan tidak ada yang menjelaskan kepada mereka mana Perkara yang hak dan bathil.

Untuk itu menjadi pekerjaan besar para pendakwah untuk mengedukasi masyarakat terutama Umat Muslim agar mereka dapat menerima Dakwah Sunnah, yakni dakwah yang mengikuti Konsep Dakwah Sunnah, Amar Ma'ruf Nahi Munkar.

Waalahua'lam.


Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” [Ali Imrân/3:104]

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ

“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)

JANGAN MENGERASKAN SUARA SAAT BERDOA

 Dalam hadits Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، فَكُنَّا إِذَا أَشْرَفْنَا عَلَى وَادٍ هَلَّلْنَا وَكَبَّرْنَا ارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ »

“Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika sampai ke suatu lembah, kami bertahlil dan bertakbir dengan mengeraskan suara kami. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Wahai sekalian manusia. Lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah menyeru sesuatu yang tuli dan ghoib. Sesungguhnya Allah bersama kalian. Allah Maha Mendengar dan Maha Dekat. Maha berkah nama dan Maha Tinggi kemuliaan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2830 dan Muslim no. 2704).

Imam Syafi’i berpendapat bahwa asal dzikir adalah dengan suara lirih (tidak dengan jaher), berdalil dengan ayat,

وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا

“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula terlalu merendahkannya” (QS. Al Isro’: 110). 

Imam Syafi’i rahimahullah berkata tentang ayat tersebut, “Janganlah menjaherkan, yaitu mengeraskan suara. Jangan pula terlalu merendahkan sehingga engkau tidak bisa mendengarnya sendiri.” (Al Umm, 1: 

Allah Ta’ala berfirman,

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’rof: 55)

Allah Ta’ala berfirman,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ

“Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang.” (QS. Al A’raf: 205).

Dalam shahihain disebutkan bahwa para sahabat pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan. Mereka mengeraskan suara mereka saat itu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّهَا النَّاسُ أَرْبِعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ؛ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا وَإِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا إنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ

“Wahai sekalian manusia, lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah berdo’a pada sesuatu yang tuli lagi ghoib (tidak ada). Yang kalian seru (yaitu Allah), Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Sungguh yang kalian seru itu lebih dekat pada salah seorang di antara kalian lebih dari leher tunggangannya.” Inilah yang disebutkan oleh para ulama ketika dalam hal shalat dan do’a, di mana mereka sepakat akan h al ini. (Majmu’ Al Fatawa, 22: 468-469)

BAHAYA ASHOBIYAH

BAHAYA ASHOBIYAH 

Ada diantara kita yang sangat cinta kepada sukunya, sangat bangga dengan kabilahnya, teramat gandrung kepada yayasanya, basah kuyub mandi keringat demi paguyuban, hidup dan mati demi organisasi. Dan siap mati demi seragam, membela atribut dan panji-panji kebesaran korps kebanggaaan. 

Bahkan demi partai mereka siap membantai, demi negara mereka siap sengsara,  demi komunitas mereka siap untuk menumpas, demi asosiasi mereka tega  mencaci-maki, dan demi kesebelasan sepak bola mereka bisa melakukan apa saja.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

- ".لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا إِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَعَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ“

"Tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang menyeru kepada ashobiyyah (fanatisme golongan). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang berperang atas dasar ashobiyyah (fanatisme golongan). Dan tidaklah termasuk golongan kami barangsiapa yang terbunuh atas nama ashobiyyah (fanatisme golongan).” (HR. Abu Dawud 4456)

Begitulah fenomena dan perilaku (ashobiyyah) yang  sering menghinggapi sekelompok manusia, baik dari kalangan pelajar, mahasiswa, angkatan bersenjata, sampai rakyat jelata ikut-ikutan bangkit kemarahannya, padahal sering tak tahu apa duduk persoalannya. 

Kadang kala hanya demi membela sobat satu marga,  kawan sekolah, teman almamater, korps, atau kesebelasan yang mereka banggakan, mereka tega tawuran sampai mati konyol di lapangan.

Sungguh sebuah pengorbanan jahil dan sia-sia belaka, mereka korbankan nyawa demi susuatu yang tiada berguna sampai ke akhirat sana. Mereka korbankan nyawa kepada sesuatu yang tak bisa membela derajatnya. 

Terhadap perilaku ashobiyah, Rasulullah tidak akan mengakui sebagai umatnya. 

Rasulullah ﷺ bersabda:  "Barangsiapa terbunuh karena membela bendera kefanatikan yang menyeru kepada kebangsaan atau mendukungnya, maka matinya seperti mati Jahiliyah." (HR. Muslim, No. 3440).

Seseorang datang kepada Nabi  ﷺ dan berujar:  "Ada seorang yang berperang karena dorongan FANATISME, atau berperang karena ingin memperlihatkan KEBERANIAN, dan ada yang berperang karean ingin DILIHAT ORANG, siapakah yang disebut FI SABILILLAH?" Nabi menjawab; "Siapa yang berperang agar KALIMATULLAH menjadi TINGGI, ia berada FI SABILILLAH.” (HR. Bukhari No. 6904)

Bahkan yang lebih tragis lagi, demi  menonton konser artis. Mereka rela sakit meringis-ringis dipijak-pijak orang-orang yang histeris. 

Nabi ﷺ,  bersabda: "Barangsiapa keluar dari ketaatan dan tidak mau bergabung dengan Jama'ah kemudian ia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah. Dan barangsiapa mati di bawah bendera kefanatikan, dia marah karena fanatik kesukuan atau karena ingin menolong kebangsaan kemudian dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah. Dan barangsiapa keluar dari ummatku, kemudian menyerang orang-orang yang baik maupun yang fajir tanpa memperdulikan orang mukmin, dan tidak pernah mengindahkan janji yang telah di buatnya, maka dia tidak termasuk dari golonganku dan saya tidak termasuk dari golongannya." (HR. Muslim No. 3436)

Sungguh sesuatu yang sangat ironis, terhadap agama-Nya mereka bisa biasa saja. Bahkan terkesan cuek bebek, dan tak mau tahu tentang suatu perkara yang akan menyelamatkan ( kebahagiaan) dunia dan akhiratnya. Ketika agama Islam dihina, sunah-sunah Nabi dicaci-maki, dan syari’at Islam dicela, mereka diam seribu basa. Namun ketika partai dan ormas dan tokoh pujaanmu dikritisisi, seketika bangkit kemarahanmu, membela dengan membabi buta, harga mati demi organisasi dan gengsi.

Kepada kaum Muslimin yang sampai saat ini masih terjerat belenggu hizbiyah, mohon untuk segera melepaskannya. Bergabunglah kembali bersama jamaah Rasulullah  ﷺ dengan pemahaman para sahabatnya yang shalih. Jangan sampai loyalitas beragama kita terkedilkan oleh ormas-ormas bikinan manusia, yang membuat wawasan agama kita menjadi sempit, picik, dan fanatik.

Dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah ﷺ bersabda: "Barang siapa keluar dari keta'atan dan memisahkan diri dari Jama'ah kemudian dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah. Barangsiapa terbunuh di bawah bendera kefanatikan, balas dendam karena kefanatikan, dan berperang karena kebangsaan, maka dia TIDAK termasuk dari ummatku. Dan barangsiapa keluar dari ummatku lalu (menyerang) ummatku dan membunuh orang yang baik maupun yang fajir, dan tidak memperdulikan orang mukminnya serta tidak pernah mengindahkan janji yang telah dibuatnya, maka dia TIDAK termasuk dari golonganku." (SHAHIH MUSLIM, No. 3437).