Jumat, 31 Oktober 2014

Mengapa Doa kita seperti tidak dikabulkan ?

Agama kita mengajarkan kita agar sentiasa berdoa kepada Allah. Allah memiliki segalanya. Setiap sesuatu terjadi atas izin dan kehendakNya. Maka kita dianjurkan agar meminta kepada Allah segala sesuatu yang baik, untuk kehidupan kita di dunia ini dan kehidupan kita di akhirat kelak. Hanya orang-orang yang sombong yang tidak mau dan malas berdoa, meminta kepada Allah. Doa bukanlah bermaksud kita meminta sesuatu dan kemudian duduk memeluk tubuh tanpa melakukan sesuatu apa pun. Akan tetapi doa mestilah disertai dengan usaha. Jika kita berdoa untuk dimasukkan ke dalam Syurga, kita mestilah berusaha dengan amalan-amalan soleh dan menjauhkan diri dari perkara-perkara munkar. Jika kita berdoa agar Allah melimpahkan rezeki kepada kita, kita harus bekerja keras untuk itu. Jika kita berdoa agar Allah memberi lulus ujian sekolah, maka kita harus belajar sungguh-sungguh.

Allah s.w.t mendengar segala permintaan kita. Apa saja yang kita minta pasti akan didengarNya. Dan orang-orang Islam apabila berdoa insya Allah akan dikabulkan oleh Allah, apalagi kalau orang itu beriman dan melakukan banyak amal soleh. Akan tetapi sudah menjadi sunnatullah, bahwa ada doa yang Allah kabulkan dengan cepat, ada doa yang Allah tidak kabulkan dan ada doa yang Allah simpan untuk hari Qiamat nanti atau untuk mengganti kesusahan yang akan mengenai diri kita. Dalam sebuah hadist riwayat imam Ahmad dari Abu Said al-Khudri Rasulullah s.a.w. bersabda:

" ما من مسلم يدعو الله عز وجل بدعوة ليس فيها إثم ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث خصال إما أن يعجل له دعوته وإما أن يدخرها له في الأخرى وإما أن يصرف عنه من السوء مثلها "

"Tidak ada orang muslim yang berdoa meminta kepada Allah s.w.t. dengan doa, dimana didalamnya tidak ada dosa dan ia tidak memutuskan tali silaturrahmi, kecuali Allah akan memberinya antara tiga perkara: pertama Allah menangguhkan permintannya untuk yang akan datang; kedua: Allah menyimpannya untuk kesempatan lain, dan; ketiga: Allah mengalihkan darinya kejelekan dan malapetaka yang mirip dengan permintannya


Kadang-kadang kita bertanya, mengapa Allah mengkabulkan permintaan orang-orang kafir sedangkan kita orang-orang yang beriman, kadang-kadang doa kita seolah-olah tidak dikabulkan oleh Allah?

Ketahuilah bahawa ada dua kemungkinan mengapa Allah mengkabulkan permintaan hambanya. Pertama karena Dia cinta dan sayang terhadap hamba tersebut. Dan kedua, karena Allah murka terhadap orang tersebut. Sesungguhnya apabila Allah murka terhadap seseorang, ada kalanya Allah akan menambah rezeki seseorang, meningkatkan derajatnya dan mengkabulkan permintaanya. Orang tersebut lalu akan menjadi lebih lalai dari Allah, akan terus tenggelam dengan kenikmatan dunia dan maksiat. Akhirnya Allah akan mencabut nyawanya dalam keadaan dia lalai. Sehingga dia mati dalam keadaan buruk su'ul khatimah. Inilah yang dikatakan ulama sebagai istidraj.

Firman Allah dalam surah Al-An'am, ayat 44:

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُواْ بِمَا أُوتُواْ أَخَذْنَاهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ  

"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa."

Kadang-kadang kita juga bertanya mengapa doa kita tidak dikabulkan oleh Allah s.w.t sedangkan ktia banyak mengerjakan ibadah dan taat kepadaNya.

Ada dua kemungkinan. Pertama, Allah s.w.t suka mendengar permintaan dari hamba-hambanya. Apabila Allah suka pada seseorang hamba, maka hamba tersebut diletakkannya dibawah rahmat dan perlindungannya. Allah juga akan menyimpan doa-doa hamba tersebut untuk hamba itu di hari dimana tiada guna harta dan anak. Itulah hari kiamat. Apabila tiada sesuatu yang dapat menyelamatkan hamba tersebut dari api neraka, maka ketika itu Allah akan menunjukkan kepada hamba tersebut segala doa-doanya dan ketika itu doa-doa tersebut akan dapat menyelamatkannya dari api neraka.

Dalam riwayat Aisyah r.a. berkata:

ما من عبد مؤمن يدعو الله بدعوة فتذهب حتى تعجل له في الدنيا أو تؤخر له في الآخرة إذا لم يعجل أو يقنط قال عروة قلت يا أماه كيف عجلته وقنوطه ؟ قالت يقول سألت فلم أعط ودعوت فلم أجب"

"Tidak ada seorang muslim yang berdo'a kepada Allah meminta sesuatu kemudian tidak muncul, kecuali Allah menangguhkannya untuk kesempatan lain di dunia, atau Allah menangguhkannya hingga hari qiamat nanti, kecuali ia tergesa-gesa dan putus asa". Lalu Urwah bertanya:"Wahai Ummul Mukminin, bagaimana ia tergesa-gesa dan putus asa?" Aisyah menjawab:"Misalnya ia berdoa, lalu berkata aku sudah berdoa tapi tidak diberi, atau aku telah berdoa tapi tidak dikabulkan"

Begitulah, betapa cinta dan kasih sayang Allah terhadap kita. Bukan karena Allah tidak mau memberi permintaan kita, tetapi Allah akan menyimpankannya untuk kita di hari Kiamat kelak.Itulah doa-doa orang-orang solihin, orang-orang yang taat kepada Allah s.w.t.

Kedua, doa tersebut tidak dikabulkan oleh Allah karena suatu sebab yang ada dalam diri kita. Misalnya kita meminta sesuatu kepada Allah tetapi kita tidak patuh perintahNya. Kita ingin Allah memberi sesuatu kepada kita, tetapi sangat tidak seimbang dengan apa yang kita telah lakukan untuk Allah, untuk Islam, untuk Rasulullah s.a.w? Sanggupkan kita lakukan seperti Bilal? Yang menahan siksaan kerana keimannya kepada Allah? Sanggupkah kita lakukan seperti Saidina Abu Bakar As-Siddiq? Yang menafkahkan seluruh hartanya untuk Islam? Sanggupkah kita lakukan seperti Imam Nawawi? Yang mengorbankan siang dan malamnya, yang mengorbankan kelazatan hidup di dunia ini, untuk menegakkan ilmu agama Islam? Tidakkan kita malu, meminta dari Tuhan tetapi tidak patuh perintahnya?

Memintalah kepada Allah. Berdoalah kepada Allah. Tetapi dalam waktu yang sama kita juga berusaha bersungguh-sungguh untuk memenuhi perintah-perintahNya dan menjauhi segala laranganNya.

Ibrahim bin Adham, seorang wali Allah pernah berkata:

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, sedangkan kamu tidak menunaikan hak-hak Allah. Kamu kenal Allah tetapi tidak memenuhi hak-hakNya yaitu untuk disembah.

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, sedangkan kamu tidak mengamalkan isi Al-Quran. Kamu senantiasa membaca Al-Quran tapi tidak kamu amalkan isi-isinya.

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, sedangkan kamu tidak mengamalkan sunnah Rasulullah. Kamu selalu bilang cinta kepada Rasulullah tapi kamu meninggalkan sunnahnya.

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, sedangkan kamu patuh kepada syaitan. Kamu mengakui bahwa syetan itu musuh kamu tetapi kamu patuhi dia.

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, sedangkan kamu mencampakkan diri kamu ke jurang kebinasaan. Kamu selalu berdoa supaya terhindar dari api neraka tapi kamu lemparkan dirimu sendiri ke dalamnya.

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, kamu ingin memasuki Syurga tapi kamu tidak melakukan amal soleh.

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, sedangkan kamu sedar kamu akan mati tetapi kamu tidak bersiap-siap untuk menghadapinya.

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, sedangkan kamu melihat cacat dan kekurangan orang lain, tetapi cacat dan kekurangan dirimu kamu tidak pernah melihatnya. Kamu sibuk memikirkan kesalahan dan keburukan orang lain sedangkan keburukan dan kesalahan dirimu sendiri tidak pernah kau hiraukan.

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, sedangkan kamu merasakan kenikmatan yang diberikan Allah  tetapi kamu tidak bersyukur, bersyukur dengan mematuhi segala perintah Allah.

Bagaimanakah doa kamu dikabulkan oleh Allah, sedangkan kamu menguburkan jenazah orang lain tapi tidak menginsafi diri kamu sendiri bahwa kelak kamu juga akan dikuburkan.

Marilah kita menjadi orang-orang yang sentiasa melakukan perintah Allah. Marilah kita berazam tidak mahu mengulangi segala perbuatan buruk kita. Insya Allah, segala doa kita akan diterima oleh Allah s.w.t

Firman Allah s.w.t dalam Surah Al-Baqarah, ayat ayat 186:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِفَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

"Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran."

Jumat, 24 Oktober 2014

Hukum Memanjangkan Kuku

Di zaman sekarang, tidak sedikit wanita muslimah yang memanjangkan kuku. Sebagian beralasan, karena kuku yang panjang menambah kecantikan. Bagaimana sebenarnya hukum memanjangkan kuku?

Perlu dipahami bahwa memotong kuku adalah salah satu dari lima fitrah yang ditetapkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan ditegaskan melalui lisan RasulNya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الْفِطْرَةُ خَمْسٌ الْخِتَانُ وَالِاسْتِحْدَادُ وَقَصُّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ وَنَتْفُ الْآبَاطِ

“Ada lima macam fitrah , yakni khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Memanjangkan kuku merupakan tindakan menentang fitrah dan sunnah Nabi ini. Memanjangkan kuku juga membuat kuku lebih mudah kotor dan kulit di bawah kuku lebih sulit dibersihkan saat wudhu atau mandi junub. Padahal, Islam sangat mencintai kebersihan.

Kalaupun ada wanita muslimah yang terlihat kukunya yang panjang selalu tampak bersih, itu karena ia selalu membersihkannya. Yang tentu saja, membutuhkan waktu ekstra dan mengeluarkan biaya lebih. Menyita banyak waktu dan menyedot uang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat seperti ini merupakan salah satu sikap mubadzir yang dilarang dalam Islam.

Para ulama’ umumnya menyatakan bahwa hukum memanjangkan kuku adalah makruh. Sebagian lagi berpendapat, jika telah lebih dari 40 hari, memanjangkan kuku tergolong haram.

Anas radhiyallahu ‘anhu menjelaskan, Rasulullah telah membatasi waktu bagi umat Islam selama 40 hari untuk mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan.

وُقِّتَ لَنَا فِى قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الأَظْفَارِ وَنَتْفِ الإِبْطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لاَ نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

”Kami diberi batasan dalam memendekkan kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketika, mencukur bulu kemaluan, yaitu itu semua tidak dibiarkan lebih dari 40 malam.” (HR. Muslim)

Imam Nawawi menjelaskan, “Adapun batasan waktu memotong kuku, maka dilihat dari panjangnya kuku tersebut. Ketika telah panjang, maka dipotong. Ini berbeda satu orang dan lainnya. Selain itu, dilihat juga dari kondisi. Hal ini jugalah yang menjadi standar dalam menipiskan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan.”

Wallahu a’lam bish shawab.

Rabu, 22 Oktober 2014

Bahaya Pujian (Aa Gym)

Dipuji, dikagumi, diperlakukan spesial itu sangat nikmat, sehingga banyak orang yang sangat merindukannya.

Dan bagi yang tak hati – hati dan tak kuat iman, akan banyak kerusakan yang timbul bila sudah diperbudak dan mabuk pujian.

Seperti orang mabuk; berpikir, berbicara, bersikap dan mengambil keputusan menjadi tak normal / error.

Hati akan cenderung hilang kepekaan, mudah tersinggung dan sakit hati bila orang tak memuji atau mmperlakukannya tak sesuai harapan.

Hidup selalu galau, sangat cemas orang tak lagi memperhatikannya. akal selalu berputar akibatnya jadi kurang peduli kepada yang lain, selalu orientasi diri sendiri.

Sibuk sekali membangun ‘kemasan’/topeng’ demi penilaian orang walau harus berhutang atau menanggung resiko yang berat.

Orang – orang disekitarnya pecinta penilaian manusia, tak akan merasa nyaman, karena yang bersangkutanpun tak nyaman dengan dirinya sendiri.

Hubungan dengan Allohpun semakin terhijab, walau banyak ilmu agama dan rajin ibadah, karena di hatinya bukanlah Alloh yang dituju melainkan sibuk dengan penilaian makhluk.

Mengapa orang memuji? Karena mereka tidak tahu siapa diri kita. Kalau mereka tahu siapa kita sebenarnya, pasti mereka tak akan memuji. Celakanya kalau dipuji, kita menikmati sesuatu yang sesungguhnya tidak ada pada diri ini.

Pujian dapat membuat kita jadi yakin seperti apa yang dikatakan orang, sampai kita tidak jujur kepada diri sendiri. Sebenarnya yang tahu seperti apa diri ini adalah kita sendiri. Orang yang memuji hanya menyangka saja.

Seharusnya, pujian itu membuat kita malu. Karena apa yang mereka katakan, sebenarnya tidak ada pada diri kita. Tapi bagi para pecinta dunia, mereka akan menikmati sesuatu yang tidak ada pada dirinya. Artinya, dia berbohong pada dirinya sendiri.

Bahayanya pujian itu ada tiga :

Pertama, kita jadi terpenjara oleh pujian orang. Kita takut kehilangan segala pujian pada diri. Akibatnya, kita melakukan apa saja supaya pujian itu tidak hilang. Orang yang dipuji dan memercayai pujian, dia tidak akan menerima nasihat dari orang lain. Karena dia benar-benar termakan, terbelenggu dan terpenjara oleh pujian tersebut.

Kedua, dia sangat sulit mengakui kekurangannya. Ini adalah malapetaka. Orang yang tidak bertaubat, dialah orang zalim. Orang yang tidak mau mengakui dosanya itu termasuk zalim. Kalau kita telah menyakiti orang, tetapi tidak mengakui, berarti kita sudah zalim. Zalim pada orang dan pada diri sendiri.

Ketiga, kalau orang sudah senang dipuji, maka tidak ada ikhlas dalam dirinya. Karena segala perbuatan yang dilakukannya hanya untuk mempertahankan pujian. Dia akan mengatur penampilan dan sikapnya agar terlihat baik bagi orang. Apakah mungkin orang seperti ini akan ikhlas? Jawabannya tidak! Karena dia melakukan apapun bukan untuk Allah lagi, tapi karena untuk pujiannya. Tiap hari pekerjaannya hanya berpikir bagaimana agar tetap dianggap teladan.

Seorang anak yang sudah terbiasa dipuji, berarti kita merusak dia. Dia akan merasa dirinya istimewa. Dia merasa dirinya khusus dan merasa dirinya lebih dari orang lain. Maka tunggulah ketika dia dewasa, dia tidak akan memandang orang tuanya. Karena dia dibesarkan untuk tidak jujur melihat dirinya. Dia dibesarkan untuk melihat dan membangun topengnya.

Rasulullah SAW bahkan amat tidak berkenan bila melihat orang lain memuji-muji:

“Bila kamu melihat orang-orang yang sedang memuji-muji dan menyanjung-nyanjung maka taburkanlah pasir ke wajah-wajah mereka.” (HR. Ahmad)

Jangan menikmati pujian atau jangan termakan terjebak pujian. Pujian itu bisa memabukkan diri seseorang. Segalanya bisa jadi alat untuk membuatnya dipuji. Berbuat sederhana pun bisa menjadi alat pujian, yakni, supaya dinilai tawadlu. Padahal dengan pujian-pujian itu hidupnya bisa menjadi munafik. Orang-orang di sekitarnya juga tidak nyaman, karena orang-orang tidak bisa dibeli hatinya dengan kepura-puraan.

Islam mengajarkan kita menjadi orang yang asli. Murni tanpa rekayasa dan kepura-puraan. Apa yang kita perbuat tujuannya cuma satu agar Allah menerima (ridha). Tidak ada masalah dengan penerimaan dan penghargaan dari orang lain. Yang penting apa yang kita lakukan benar, tidak menyakiti dan melanggar hak orang lain.

Tidak ada kepura-puraan, tidak ada kepalsuan. Antara perbuatan dan perkataan sama, maka akan tercipta rasa nyaman. Nyaman untuk kita, nyaman untuk orang di sekitar kita. Kalau berpura-pura, kita akan merasa tidak nyaman. Orang lain pun juga merasa sama, tidak nyaman.

Islam itu nyaman di hati betapapun badai harus dihadapi. Kenapa? Karena tidak ada kepura-puraan.

Senin, 20 Oktober 2014

Apakah KEGAGALAN itu ?

Kita pasti menginginkan agar cita-cita menjadi kenyataan. Hanya saja, tidak semua harapan selalu terpenuhi. Kerap ada kekurangan dalam kehidupan, sebuah fakta bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Ketika rencana dan harapan yang ditetapkan tidak tercapai, apakah itu kegagalan? Dalam sudut pandang sebagai manusia yang memiliki keinginan, mungkin ya. Sesal, kecewa, sedih, dan marah bercampur aduk.
Sadari dan tanamkan dalam hati dan pikiran, di balik sesuatu yang dinilai gagal itu sesungguhnya ada hikmah. Bukankah yang terbaik selalu diminta kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim? Allah SWT selalu memberikan yang terbaik, bukan yang selalu diinginkan. Hanya saja, manusia dengan hawa nafsunya tidak dapat membedakan apakah yang dialaminya sebagai pelajaran, ujian, dan memberikan kebaikan.  
Tugas kita sebagai manusia untuk menangkap hikmah di balik setiap yang dialami. Teruslah berdoa meminta yang terbaik dalam kehidupan. Percayalah, doa akan selalu dikabulkan. Di sinilah maksud dari firman-Nya dalam QS al-Mu'’min [40]: 60, "Berdoalah kepada-Ku maka akan Aku menerima doa kalian."

Allah SWT pasti akan memenuhi doa, baik langsung atau tidak langsung dan memberikan yang terbaik bagi makhluk-Nya,  bukan karena keinginan makhluk-Nya. Karena keinginan itu belum tentu sesuai dengan kadar, kemampuan, atau kondisi terbaik makhluk-Nya.

Inilah yang dimaksud takdir. Secara etimologis, takdir (taqdir) berasal dari kata qaddara. Akar katan qaddara yang diartikan ukuran memberi kadar atau mengukur. Dengan demikian, sebagai pencipta (khaliq), Allah Yang Mahakuasa telah menetapkan ukuran, batas tertentu dalam ciptaan-Nya.

Dalam Alquran al-Karim ada banyak ayat yang berbicara tentang takdir, antara lain, dalam QS al-Furqan [25]: 2,  Yaasin [36]: 38-39,  al-Shaffat [37]: 96, al-A’la [87]: 1-3, dan seterusnya. Dalam QS al-A’la [87] : 1-3 disebutkan, "Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi; Yang menciptakan semua makhluk dan menyempurnakannya; Yang memberi takdir kemudian mengarahkannya." 

Keyakinan akan takdir bukan berarti membuat kita pasrah apalagi putus asa. Putus asa sangat dibenci Allah SWT. Allah Yang Mahakuasa hanya menetapkan batas kemampuan dan ukuran makhluknya saja. Berusaha keras sampai darah tinggal satu aliran, nafas satu helaan merupakan wajib hukumnya.

Setelah seluruh daya upaya terbaik dilakukan, bertawakal dan memohonlah kepada Allah SWTyang terbaik. Terimalah dengan senyum apa pun hasilnya, berusaha keraslah untuk meraihnya kembali jika dianggap masih belum maksimal. Jangan-jangan karena strategi, situasi dan kondisi yang belum pas.

Bukankah dalam banyak hal kita tidak tahu di mana batas kemampuan? Sedangkan, kemampuan itu tumbuh seiring dengan bertambahnya pengalaman, ilmu, dan kapasitas diri. Bila hari ini tidak mampu dilakukan, mungkin esok lusa bisa. Semuanya berproses, jadikan semuanya proses pembelajaran.

Bersabar, pantang menyerah, dan tawakal atas semua proses yang dijalani. Inilah hidup maka berbuatlah yang terbaik dan bermanfaat bagi diri, manusia, dan lingkungan sekitar. Yakinlah, dengan berbagi dan bermanfaat bagi seluruh makhluk, Allah Yang Maharahman dan Rahim memberi kita yang terbaik. Wallahu’alam.

Kamis, 16 Oktober 2014

ORANG YANG BANGKRUT

Suatu riwayat menyebutkan, Rasulullah pernah berdiskusi dengan para sahabatnya tentang definisi orang yang merugi. "Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?" tanya Rasul SAW. Para sahabat berpendapat, orang bangkrut adalah mereka yang tidak mempunyai dirham maupun dinar. Ada juga yang berpendapat mereka yang rugi dalam perdagangan. Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada Hari Kiamat dengan banyak pahala shalat, puasa, zakat, dan haji.

Tapi di sisi lain, ia juga mencaci orang, menyakiti orang, memakan harta orang (secara bathil), menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Ia kemudian diadili dengan cara membagi-bagikan pahalanya kepada orang yang pernah dizaliminya. Ketika telah habis pahalanya, sementara masih ada yang menuntutnya maka dosa orang yang menuntutnya diberikan kepadanya. Akhirnya, ia pun dilemparkan ke dalam neraka." (HR Muslim, Tirmidzi, dan Ahmad).

Hadis ini mengubah cara pandang para sahabat tentang kerugian yang sebenarnya bukanlah persoalan harta, melainkan amal ibadah. Amal ibadah tak bernilai apaapa, kecuali diikuti dengan amal sosial.

Pahala menggunung tak ada artinya tanpa diikuti dengan akhlak yang baik. Baiknya pemahaman agama seseorang dibuktikan dengan baiknya akhlak dan perilaku. Rasulullah pernah bersabda, "Kebanyakan yang menjadikan manusia masuk surga adalah takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia." (HR Ahmad).

Sebagaimana kisah berangkat haji seorang tabi’in, Ali bin Muwaffaq. Dari 60 ribu jamaah haji yang datang ke Tanah Suci, hanya haji Ali bin Muwaffaq seorang yang mabrur. Padahal, sebenarnya ia tak pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci. Ali menemukan satu keluarga yang kelaparan dalam perjalanan hajinya dari Damaskus. Ia pun membatalkan perjalanan hajinya dan memberikan bekalnya kepada orang yang kelaparan itu.

Kisah masyhur yang ditulis Abdullah bin Mubarak ini mengisyaratkan, tak ada artinya ibadah sehebat apa pun tanpa peduli dengan kondisi sosial. Betapa banyak mereka yang pulang pergi ke Tanah Suci, namun tetangganya sendiri berada dalam kesusahan. Apa artinya seorang Muslim berangkat haji dari lingkungan yang melarat dan kelaparan.

Ibadah haji sebagai rukun Islam terakhir menjadi ibadah tertinggi di sisi Allah. Tak ada balasan yang lebih pantas bagi seorang yang mendapatkan haji mabrur, kecuali surga. Namun pada kenyataannya, kepedulian sosial jauh lebih mahal harganya dari ibadah individual. Menyakiti orang lain bisa menghapuskan nilai ibadah yang telah susah payah di perjuangkan.

Kepedulian seorang Ali bin Muwaffaq telah menuntunnya mendapatkan haji mabrur. Kendati tak pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci, ia diberikan hadiah haji mabrur dari Sang Khaliq. Memperlihatkan akhlak yang baik merupakan bukti kesempurnaan ibadah seseorang.

Allah SWT tak menginginkan hasil, Ia hanya melihat prosesnya saja. Proses perjalanan haji seorang Ali bin Muwaffaq telah memperlihatkan akhlak yang agung. Itulah alasannya ia mendapatkan balasan yang baik dari perjalanan hajinya. Rasulullah SAW dikenal sebagai orang yang paling baik akhlaknya. Lisannya tak pernah menghardik apalagi menyakiti orang lain. Sikap dan tindak tanduk Beliau senantiasa disukai, baik kawan maupun lawan. Tak pernah Rasulullah melukai siapa pun.

Baiknya hubungan vertikal kepada Allah SWT harus dipadu dengan hubungan horizontal kepada sesama manusia. Keindahan Islam terlihat dari keagungan akhlak para penganutnya. Mereka yang dilembutkan hatinya (mualaf) terbuka untuk menerima Islam sebagai agamanya kebanyakan karena melihat keindahan akhlak yang dituntunkan Islam.

Rabu, 15 Oktober 2014

Jadwal detox yang alami untuk tubuh anda



Pada waktu-waktu tertentu, sistem tubuh kita membuang racun didalamnya. Bila kita mengenali jadwalnya, kita dapat memaksimalkan pembuangan racun tersebut. Tidur terlalu malam atau bangun terlalu siang, bisa mengacaukan proses pembuangan zat-zat tidak berguna. Selain itu, dari tengah malam hingga pukul 4 dini hari adalah waktu bagi sumsum tulang belakang untuk memproduksi darah. Sebab itu, tidurlah yang nyenyak dan jangan begadang. Tidur antara 6-8 jam, dari jam 9, 10 atau 11 sampai jam 5 pagi adalah jangka waktu yang paling pas untuk tidur, agar tubuh dapat memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak, dan melaksanakan pembuangan racun secara optimal.

Jadwal tubuh membuang racun:

1. Jam 21.00 – 23.00 malam hari adalah waktu pembuangan zat-zat yang tidak berguna/beracun (detoxin) di bagian sistem antibodi (kelenjar getah bening). Selama durasi waktu ini, kita harus dalam suasana tenang atau mendengarkan musik. Jangan sibuk bekerja di waktu-waktu ini.

2. jam 23.00 – 01.00 dinihari terjadi proses detoxin dibagian hati yang berlangsung dalam kondisi tidur pulas.

3. jam 01.00 – 03.00 dinihari proses detoxin dibagian empedu, juga berlangsung dalam kondisi tidur.

4. jam 03.00 – 05.00 dini hari terjadi detoxin dibagian paru-paru, sebab itu akan terjadi batuk selama durasi waktu ini. karena proses pembersihan (detoxin) telah mencapai saluran pernafasan, maka takperlu minum obat batuk agar tidak merintangi proses pembuangan kotoran.

5. pagi pukul 05.00 – 07.00 : detoxin dibagian usus besar, harus buang air, jangan ditahan-tahan.

6. pukul 07.00 – 09.00 pagi : waktu penyerapan gizi makanan bagi usus kecil, jadi harus makan pagi/ sarapan. Bagi orang yang sakit sebaiknya makan lebih pagi yaitu sebelum pukul 06.30 makan pagi sebelum pukul 07.30 sangat baik untuk kesehatan anda.

Untuk menjadi sehat cukup dengan mengatur gaya hidup dan pola makan sehari-hari. Olahraga, pola makan dan tidur teratur akan membuat kondisi tubuh melakukan penyerapan zat-zat makanan dan pembuangan zat-zat yang tidak berguna/racun (detoxin) sesuai jadwalnya.

KECANTIKAN; Anugerah Atau Bencana

Dalam putaran waktu dan kesempatan, manusia di berikan kenikmatan yang begitu luas. Oleh Allah SWT, ia diberikan kecantikan yang membuatnya berbeda dengan orang lain. Dengan kecantikan itu pula, seseorang bisa tampil dalam rupa yang sangat menarik dan menaikan rasa simpatik dari yang memperhatikannya.

Sungguh tiada yang pantas untuk tidak bersyukur atas limpahan karunia ini. Sebab begitu banyak orang yang selalu berusaha untuk bisa tampil cantik dan menarik. Terus saja orang berlomba-lomba untuk menjadi yang paling cantik dengan berbagai cara dan biaya. Dan ini sudah berlangsung mulai dari zaman pra sejarah hingga kini. Bahkan tidak seorang pun dari kaum wanita yang tidak memperhatikan hal ini.

Siapapun dia, bila tampil dalam balutan kecantian terlebih dalam hal yang alami, maka saat itu pula ia bisa membuat kagum siapa saja yang ada disekitarnya. Ia akan membuat hari menjadi tercerahkan dan mentari meredup malu dalam keceriaan. Sebab tiada yang lebih indah dari kecantikan seorang yang alami.

Namun, berapa banyak dari generasi penerus Hawa yang mengesampingkan hal ini. Mereka dengan biasa dan tanpa batas telah mengabaikan kehormatan dirinya. Terhadap kehidupan dunia yang hanya sementara ini, mereka sering lupa akan kodratnya di hadapan Tuhan. Mereka melupakan harga diri dan larut dalam usaha memamerkan keindahan tubuhnya dengan tanpa batas. Bahkan sebagian merasa dengan bisa mempertontonkan lekuk dan aurat tubuhnya, maka disaat itu pula ia menjadi semakin baik dan hebat. Karena memiliki tubuh yang ideal dan cantik.

Astaghfirullah… bila ini terus saja terjadi pada kaum Hawa, maka bencana besar akan dialami oleh negeri ini. Padahal sungguh tak ada perasaan dan pengertian yang lebih suci daripada rasa kasih yang tersembunyi di balik hati seorang gadis shalih. Karena setiap ruang di kalbunya telah dipenuhi dengan cinta yang memendarkan kebahagiaan yang tinggi, dan di penuhi dengan simphoni keindahan yang hakiki. Tidak ada yang membandingi cinta yang dimiliki oleh seorang gadis santun. Sebab kekuatan yang menjadi bahan dasarnya adalah zat yang berasal dari nur yang agung. Dan membuat sekian banyak rahasia alam terkuak lebar dalam kebahagiaan.

Mengenai pakaian ini Allah SWT telah berfirman di dalam Al-Qur`an:
“Hai anak Adam[1], Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa[2] itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat” (QS. Al-A`raaf [7] ayat 26)
[1] Maksudnya ialah: umat manusia
[2] Maksudnya ialah: selalu bertakwa kepada Allah.

Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang Mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[3] ke seluruh tubuh mereka”. yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Ahzab [33] ayat 59)
[3] Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.

Jadi, siapakah diri kita bila berani melampaui batas yang telah Allah SWT berikan. Seberapakah hebatnya kita bila dengan sengaja telah berani membangkang terhadap kekuasaan dan ketentuan-Nya. Tentunya ini adalah kekeliruan yang mesti segera di perbaiki, sebab yang namanya kesempatan itu tidak akan datang dua kali. Yang namanya kesalahan itu akan tetap di catat sebagai kesalahan yang berujung pada dosa. Sedangkan balasan yang kelak di dapat adalah perihnya hukuman di Neraka.

Pakaian sejatinya dibuat sebagai tujuan untuk menyembunyikan sesuatu yang harus tersembunyi. Membatasi yang bila di tampakkan malah menjadi sebuah musibah, baik bagi diri sendiri juga mereka yang lain.

Di pakainya lembaran kain jahitan pada tubuh bisa saja menutupi aurat pemiliknya, namun tentulah tidak sampai menutupi keburukan pada akhlaknya. Ia memang menjaga batasan padang seorang anak manusia, namun tidak akan membentengi nafsu yang sejak awal terlatih dalam kebohongan.

Jangan kau lupa kecantikan hutan pegunungan adalah bukan karena hadirnya istana yang megah atau banyaknya fasilitas hiburan, melainkan adanya kondisi yang tetap menjadi alami. Karena betapapun besar keinginan untuk menjaga keseimbangan pergaulan masa kini, maka sebaiknya pula kau jauhkan diri dari keramaian kota mati. Kembalikan segera jiwamu ke ruang yang terang dalam cahaya kemuliaan, bila suatu saat langkah itu telah menemui jalan buntu yang kelam.

Berbaliklah dari kesunyian pemahaman kebebasan hak, karena kebebasan itu adalah rahmat yang tidak membuat rugi dirimu dan orang lain. Bahkan dipertanggung-jawabkan bagi diri sendiri juga untuk mereka yang pernah terseret oleh tingkahmu.

Oo… Sebesar apapun hasrat dirimu untuk mendapatkan terangnya mentari di lembah yang menghijau, namun ketahuilah bahwa di senja nanti ia akan mulai redup dan hilang di balik bukit, bersama datangnya malam yang kelam.

Percantik terus dirimu dengan penampilan, tetapi jangan kau tebarkan keindahanmu dalam hal yang biasa dan tanpa batas. Rupawankan dirimu bersama model dan gaya, tetapi jangan pernah menjadi model dan peraga dalam hiburan duniawi yang gelap gulita. Dan pergunakan setiap lembaran keindahan itu sebagai upaya menyelimuti bagian yang tidak baik pada dirimu. Serta jangan pula engkau berlebihan dalam bertindak, sebab sikap berlebihan itu adalah dekat dengan kejahatan.
(Cuplikan dari novel “Sabda Cinta”, karya; Mashudi Antoro)

Saudariku, betapa harapan besar selalu tersematkan padamu bila engkau tampil dalam balutan kecantikan. Tiada yang dapat menolak keinginan ini, namun dengan catatan bahwa percantiklah dirimu dengan sesuatu yang wajar dan sesuai aturan yang berlaku. Jangan kau menganggap bahwa kecantikan itu hadir hanya pada wajah yang rupawan, tubuh yang putih indah menawan, atau penampilan tambahan yang memukau, tetapi perhatikanlah juga akhlakmu. Sebab, di mata orang yang beriman seorang wanita itu akan terlihat cantik hanya ketika ia pandai merawat tubuh dan kelakuannya. Bahkan seorang wanita yang paling menarik di mata orang beriman adalah yang selalu patuh pada kodrat yang telah Allah SWT berikan, salah satunya menjaga aurat. Karena baginya, wanita yang semacam ini adalah dia yang telah memiliki segala yang di butuhkan oleh semua generasi sejak pertama kali mereka diciptakan.
Yakinlah, bahwa ketika engkau memenuhi kodratmu sebagai wanita yang baik, maka selama itu pula orang akan menyukai dan menghargaimu dengan sepenuh hati. Tidak ada seorang laki-laki yang berani menyangkal tentang hal ini, sebab siapakah yang enggan menerima anugrah terbesar dalam hidupnya. Yaitu seorang pendamping yang memiliki keshalihan akhlak dan kecerdasan dalam berpakaian. Sebab dengan begitu ia akan menjadi semakin sempurna sebagai seorang hamba Tuhan, begitupun dirimu yang kian mulia dalam kebenaran.

Tidak ada seorang pria yang tidak terpana bila melihat sosok anggun yang menawan dalam balutan busana yang sesuai dan layak untuk seorang perempuan. Model dan fashion tetap menjadi kebiasaannya, namun tata krama dan aturan yang sesuai dengan perintah Allah SWT tetap saja di jalankan dengan penuh kesadaran dan tidak atas niat untuk di puji (riya`).

Sebaliknya, bencana akan terus mengancam kaum wanita bila mereka tidak cerdas dalam berbusana. Coba perhatikan, banyak kasus pelecehan seksual, perkosaan, dan eksploitasi yang berlebihan terhadap kaum perempuan. Dan semua itu terjadi sebagian besarnya oleh tindakan kaum perempuan sendiri. Mereka tidak jauh bedanya dengan “menawarkan ikan asin kepada seekor kucing” yang jelas tidak akan mau menolaknya. Seperti; memamerkan keindahan bagian tubuhnya sehingga menaikkan birahi kaum laki-laki yang akhirnya berujung pada pelecehan seksual atau perkosaan. Atau mereka yang dengan sengaja mengumbar syahwat lewat berbagai kemudahan yang diberikan oleh negeri ini – kebebasan bertindak/demokrasi -. Sehingga dampaknya adalah sex bebas dan pesta sex pun kian menjangkiti kaum muda kita.

Sungguh sebuah kesempurnaan, bila seorang perempuan tetap tampil dalam keadaan yang alami namun tidak ketinggalan model, kemudian ia tidak lantas larut dalam kondisi yang ada di sekitarnya. Ia tetap saja bisa tampil sebagai dirinya sendiri dengan jalan mengolaborasikannya dengan zaman dimana ia hidup. Sehingga kearifan dan kecantikan yang ada di dalam dirinya akan kian kentara. Bahkan ia akan menjadi sosok yang paling menawan dari yang lainnya. Terlebih diantara mereka yang terus saja larut dalam kebebasan bertindak yang tanpa batas. Sebab, berani tampil beda dengan sebuah kecerdasan yang mengakar dalam tindakannya, menjadikan syariat yang telah Tuhan tentukan sebagai pengawal kelakuannya dan model yang ia pilih bisa membuatnya menjadi seorang yang paling cantik.

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah” (HR. Muslim)

Jadi, kecantikan itu bisa menjadi anugrah yang membahagiakan seseorang, namun akan berbalik menjadi bencana baginya bila salah ditempatkan. Ini pun akan berlanjut pada orang lain disekitarnya. Sehingga sikapilah hal ini dengan bijak dan penuh kesadaran, sebab tiada yang lain dari kebaikan sebagai hasilnya

HILANGNYA RASA MALU

Saudaraku sekalian, salah satu penyebab rusaknya kalbu adalah hilangnya rasa malu dari seseorang. Padahal sejatinya rasa malu adalah unsur utama bagi kalbu agar tetap hidup dengan baik. Bahkan dapat dipastikan bahwa rasa malu adalah akar dari segala perbuatan baik. Sehingga jika rasa malu telah hilang, maka akan hilanglah amal kebaikan.
Rasulullah SAW telah bersabda:
 
Dari Ibnu Mas`ud RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda ”Diantara nasehat yang di dapat orang-orang dari sabda Nabi-Nabi terdahulu ialah: Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu” (Shahih Al-Bukhari).

Sedangkan dalam shahih lainnya Imam Al-Bukhari juga telah menyebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda; “Malu adalah baik semuanya”

Hadits pertama, merupakan kalimat yang sudah ada sejak zaman Nabi-Nabi terdahulu dan akhirnya sampai pada zaman Nabi Muhammad SAW. Di dalam hadits ini terdapatlah perkataan yang sangat masyur,  sehingga dapat ditafsirkan bukan sebagai sebuah anjuran melainkan sebagai sebuah sindiran tegas dari Nabi kepada umatnya untuk jangan melakukan perbuatan yang tercela atau maksiat. Karena yang berbuat seperti itu tidak jauh berbeda dengan orang yang telah hilang akal dan pikirannya, alias gila. Orang seperti itu sama saja dengan seseorang yang telah hilang rasa malunya karena lebih mengedepankan hawa nafsu sebagai jalan hidup dan meninggalkan jauh-jauh akal sehatnya, padahal itu semua bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan.

Sedangkan untuk hadits yang kedua, maka menjadi sangat jelas maksudnya, dimana Rasulullah Muhammad SAW memberikan penjelasan bahwa rasa malu walau bagaimanapun bentuknya, maka tetaplah sebuah perbuatan yang baik. Ini akan dirasakan bagi seorang yang menjadikan rasa malu sebagai peredam gejolak hasratnya yang tidak baik dan juga bagi mereka yang lainnya sebagai imbasnya.

Rasa malu adalah sebuah perilaku yang harus menjadi ciri khas seorang hamba. Karena jika telah memiliki perasaan malu, maka seseorang akan malu kepada Allah SWT. Dan malu disini adalah suatu perilaku yang sangat baik bagi seseorang, sebab dengan rasa malu ini maka ia akan senantiasa menjaga sikap dan apa yang ada di dalam kalbunya dengan sesuatu yang baik-baik saja, karena merasa bahwa Allah SWT senantiasa mengawasinya.

Begitu pentingnya rasa malu ini, sehingga Rasulullah Muhammad SAW telah menjelaskannya sebagai bagian dari iman seseorang, dengan bersabda;
 
Dari sahabat Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda;  “Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling tinggi adalah perkataan La Ilaha illallah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman” (Shahih Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 598, Muslim no. 35, Abu Dawud no. 4676, An-Nasa`i VIII/110, dan Ibnu Majah no. 57)

Malu yang dapat mendatangkan kebaikan adalah malu yang berlandaskan pada hal yang dapat mencegah diri dari setiap perbuatan yang munkar. Namun, malu juga dapat membawa dampak yang tidak baik. Ini disebabkan malu tersebut bersifat tercela, seperti malu dalam menuntut ilmu atau belajar, dan malu dalam amar ma`ruf nahi munkar, padahal ia mengetahuinya.
”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar[37]; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali-`Imran [3] ayat 104)
[37]  Ma’ruf: adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar: ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Malu juga bisa dibedakan menjadi dua macam, diantaranya:
  1. Malu sejak masa kelahiran. Malu semacam ini memang sudah ada sejak seseorang dilahirkan dan ini merupakan satu berkah dari Allah SWT. Sungguh nikmat bila memilikinya, sehingga tinggal diri seseorang mau atau tidak menjaganya.
  2. Malu yang disebabkan karena adanya usaha. Ini adalah rasa malu yang bisa diperoleh, diperbaiki dan juga diraih dengan cara senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT, atau menerapkan pemikiran tentang bagaimana dekatnya Allah SWT dengan dirinya. Ia pun harus menyadari bahwa kedekatan Allah SWT pada makhluk-Nya adalah bukti bahwa Allah SWT itu Maha Mengetahui dan Maha Mendengar, sehingga ia pun terus merasa di awasi.
Saudaraku terkasih, jadi rasa malu akan senantiasa menjaga hati dan kalbu seseorang dari perbuatan maksiat dan ingkar kepada Allah SWT, namun dengan catatan bahwa malunya itu adalah sebuah perbuatan yang baik dan sesuai dengan tuntunan dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Sebab jika seseorang telah hilang rasa malunya, maka bisa dipastikan ia akan berbuat semaunya. Ia tidak akan peduli dengan yang ia perbuat dan bagaimana dampaknya nanti bagi orang lain. Sehingga sebagai hamba yang mengaku telah beriman kepada Allah SWT, maka rasa malu harus terus diterapkan dalam hidup dan kehidupan seseorang.
Untuk itulah Rasulullah SAW kembali bersabda seraya mengingatkan umatnya:
 
“Hendaklah kamu merasa malu kepada Allah SWT dengan malu yang sebenarnya“. Para sahabat menjawab: “ Ya Nabiyullah, alhamdulillah kami sudah merasa malu“. Kata Nabi SAW: “Tidak segampang itu. Yang dimaksud dengan malu kepada Allah SWT dengan sebenarnya malu adalah kemampuan kalian memelihara kepala beserta segala isinya, memelihara perut dan apa yang terkandung di dalamnya, banyak-banyak mengingat mati dan cobaan (Allah SWT). Siapa yang menginginkan akhirat hendaklah ia meninggalkan perhiasan dunia. Siapa yang telah mengamalkan demikian, maka demikianlah malu yang sebenarnya kepada Allah SWT“ (HR. At-Tirmidzi dan Abdullah bin Mas’ud RA)
“Malu tidak akan datang kecuali dengan kebaikan“ (HR. Muslim dari Imran bin Husein)
“Bagi setiap agama ada akhlak. Akhlak agama Islam adalah malu“ (HR. Imam Malik dari Zaid ibn Thalhah RA)

Jika tidak bisa sekaligus, maka rasa malu dapat dilakukan dengan cara yang bertahap, seperti dengan menanamkan rasa malu terhadap manusia dan makhluk Allah SWT lainnya. Sebagaimana tabiat dari sahabat Nabi SAW yaitu Utsman bin Affan RA. Beliau adalah seorang yang sangat pemalu hingga Rasulullah SAW pun malu kepadanya. Ini bisa dilihat sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Aisyah RA. Beliau bercerita bahwa suatu ketika Rasulullah SAW berbaring santai di rumah. Jubah bagian bawahnya tersingkap sampai ke bagian paha. Pada saat seperti itu, Abu Bakar RA masuk dan Rasulullah SAW tak bergeming dengan posisinya. Demikian pula saat Umar bin Khaththab RA datang. Pada saat giliran Utsman bin Affan RA masuk, Rasulullah SAW segera mengubah posisi dan menutup pahanya yang tersingkap. Ketika ketiga sahabat tersebut berlalu, maka Aisyah RA menanyakan tentang sikap Rasulullah SAW tersebut. Rasulullah SAW menjawab, “Utsman itu pemalu sehingga malaikat pun segan kepadanya. Maka, bagaimana aku tetap berbaring dan membiarkan pahaku tersingkap, aku khawatir Utsman malu menyampaikan keperluannya” (HR. Muslim)

Sikap malu yang dicontohkan oleh sahabat Utsman bin Affan RA dan Rasulullah SAW adalah contoh tahap awal untuk dapat menguasai rasa malu, sedangkan berikutnya adalah dengan meningkatkan rasa malu itu ketika akan melakukan sesuatu. Kita juga harus punya rasa malu ini, terutama kepada Allah SWT, agar perbuatan yang akan dan atau telah di lakukan tetap benar dan di ridhai-Nya. Sehingga ketika sudah waktunya untuk bertanggungjawab maka kita pun bisa menunaikannya dengan baik dan penuh ketenangan.

Sebaliknya, bila rasa malu ini telah hilang dari diri seseorang maka semua akhlak buruk akan bersamanya. Ia akan memiliki segala macam perilaku yang tercela, sedangkan hatinya akan senantiasa menangis dalam raut yang teramat sedih. Dan kondisi ini tidak akan berubah sampai pertobatan nasuha dilaksanakan secara ikhlas kepada Allah SWT. Bahkan sampai ia menjadi hamba Allah SWT yang benar-benar beriman.

Namun, dalam kenyataan sekarang betapa banyak diantara kita yang tidak lagi mengindahkan tentang hal ini. Khususnya para pelaku zina dan maksiat, meski perbuatan tercelanya telah diketahui oleh orang banyak, itu tidak lantas membuatnya merasa malu. Bahkan tidak sedikit yang telah bangga dengan perbuatan buruk itu dengan tetap tampil di muka publik seraya membeberkan keburukannya dengan sangat percaya diri dan tanpa ada penyesalan. Mereka menganggap itu adalah sesuatu yang biasa dan wajar dilakukan, padahal itu adalah aib yang teramat memalukan dan hina. Sebab, apa bedanya ia dengan binatang yang suka melakukan hubungan seksual dengan tanpa adanya batasan.

Allah SWT telah mengingatkan kita dalam firman-Nya di Al-Qur`an, sebagaimana keterangan dari ayat berikut ini:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Israa` [17] ayat 32)
Rasulullah SAW juga telah bersabda seraya mengingatkan dengan tegas tentang perkara munkar ini:
“Sesungguhnya manusia itu jika melihat kemungkaran terjadi di tengah-tengah mereka, tetapi mereka tidak mengingkarinya, maka Allah pasti akan menimpakan azab atas mereka secara merata” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Untuk itulah wahai saudaraku, kembalilah dari kemaksiatan dan dosa yang dilakukan selama ini. Bertobatlah dan perbaiki diri dalam amal-amal kebaikan yang benar. Tanamkan rasa malu di dalam dirimu dengan merasa selalu diawasi oleh Allah SWT. Berhati-hati dalam bertindak dan jadikan syariat dalam agama sebagai pedoman dasar kehidupan. Jangan pernah terbuai oleh pergaulan dunia yang nikmat tetapi sebenarnya adalah sesaat dan hanya semu belaka. Jadikan dunia ini sebagai hal yang pertama namun bukanlah yang utama, sedangkan akhirat adalah sesuatu yang utama namun bukan pula yang pertama.

Dunia ini bila dibanding akherat tiada lain hanyalah seperti jika seseorang diantara kalian mencelupkan jarinya ke lautan, maka hendaklah dia melihat air yang menempel di jarinya setelah dia menariknya kembali” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Semoga kita senantiasa mengedepankan rasa malu yang benar dan baik bagi kehidupan ini. Sebagai wujud cinta yang sesungguhnya. Sebuah cinta yang agung dan mendatangkan ridha Allah SWT.