Sabtu, 30 Juli 2016

PERKATAAN TIDAK SESUAI DENGAN PERBUATAN

PERKATAAN TIDAK SESUAI DENGAN PERBUATAN

SERING sekali kita menemukan orang yang hanya mampu berbicara akan tetapi tidak sesuai dengan perbuatannya. Mereka seolah-olah benar dengan apa yang dilakukannya itu. Padahal, yang diucap dan diperbuat bertolak belakang. Hal inilah yang membuatnya akan merasakan pedihnya azab di akhir zaman. Sebab, orang yang seperti ini sangat merugikan orang lain dan dirinya sendiri, bahkan Allah pun kecewa padanya.

Dari Usamah bin Zaid, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Akan didatangkan seseorang kemudian dia dilemparkan ke neraka. Maka dia di sana berputar seperti berputarnya keledai di tempat penggilingannya, hingga para penduduk neraka berkumpul mengelilinginya. Mereka berkata kepadanya, ‘Wahai Fulan bukankah engkau dulu di dunia yang menyuruh kami ke yang baik dan melarang kami dari yang mungkar?’”

Usamah mengatakan, dia menjawab, “Aku dulu menyuruh kamu kepada yang baik (tapi) aku tidak melakukannya. Dan aku melarang kamu dari yang buruk, (tapi) aku melakukannya,” (Shahiihul Jami’).

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pada malam Isra aku dibawa ke beberapa kaum yang lidah mereka dipotong dengan gunting api. Setiap kali selesai dipotong, lidah itu kembali lagi.

Aku berkata, ‘Siapakah mereka itu, wahai Jibril?’ Jibril berkata, ‘Mereka adalah para pembicara dari kalangan umatmu yang mereka mengucapkan apa yang tidak mereka lakukan dan mereka membaca Kitabullah, tapi tidak mengamalkannya’,” (Shahiihul Jami’: 128).

Selasa, 19 Juli 2016

Sejarah Kelam Turki dalam menegakkan Islam

PM PERTAMA TURKI

Perdana Menteri pertama Turki yang terpilih secara demokratis adalah Ali Adnan Menderes. Dia terpilih secara demokratis pada tahun 1950. Dengan Partai Demokrasi yang dia dirikan, dia berhasil mengalahkan partai penguasa yaitu Partai Ataturk.

Program Partai Demokrasi yang beliau kampanye waktu itu adalah program yang sekilas sangat sederhana. Bahkan semua analisis barat dan AS menganggap program-program tersebut akan gagal total.

Program yang dia kampanyekan menjelang pemilu waktu itu adalah:
1. Mengembalikan adzan ke dalam bahasa Arab. Karena Kamal Ataturk telah merubahnya ke bahasa Turki.
2. Rakyat Turki dibolehkan pergi haji.
3. Pembelajaran agama di sekolah dan membangun kembali madrasah.
4. Menghapuskan intervensi negara dalam pakaian wanita. Wanita muslimah dibolehkan memakai hijab.

Begitu pemilu berlangsung, hasilnya betul-betul diluar dugaan para pengamat. Partai Demokrasi menang telak dengan raihan 318 kursi, dan partai Ataturk kalah telak dengan hanya 32 kursi. Maka terpilihlah Adnan Menderes sebagai PM pertama, dan ketua umum Partai Demokrasi Jalal Bayaar sebagai Presiden Turki.

Begitu beliau dilantik sebagai PM, beliau segera merealisasikan janji kampanyenya. Beliau langsungkan Sidang pertama kabinetnya pada awal bulan Ramadhan, dan beliau berikan hadiah Ramadhan yang mulia bagi seluruh rakyat Turki, berupa: Adzan kembali berbahasa arab, mencabut UU larangan pakaian muslimah, pendididkan agama di sekolah dan pemakmuran masjid.

Kemudian pada pemilu 1954, Adnan Menderes bersama partainya kembali menang telak. Sedangkan Partai Ataturk semakin terjungkal menjadi 24 kursi.

Adnan menderes melanjutkan program Islamisasinya. Dia buka pembelajaran bahasa Arab, tilawah Al Quran dan tafsirnya disemua jenjang pendidikan sampai SLTA. Beliau mendirikan 10 ribu masjid, 25 ribu sekolah tahfizh Quran, 22 ribu Sekolah khusus untuk menghasilkan para Khatib, muballigh dan da'i serta pengajar Al Quran. Dia berikan izin untuk terbitnya buku-buku dan majalah yang mengajak kembali kepada Islam. Masjid-masjid lama yang telah dijadikan gudang oleh rezim sebelumnya (Ataturk) dikembalikan fungsinya sebagai tempat ibadah.

Dalam politik luar negerinya, Adnan menderes menjalin kedekatan hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab, dan mulai menjauh secara bertahap dari Israel. Obat-obatan dan barang dagangan asal Israel diperiksa dengan sangat ketat untuk bisa masuk ke Turki.

Tahun 1956 dia mengusir Dubes Israel. Akibatnya seluruh kekuatan anti Islam membidiknya. Upaya-upaya menjatuhkannya terus berlangsung. Bahkan beliau sempat selamat secara ajaib ketika pesawat yang beliau naiki bersama petinggi pemerintahan Turki lainnya jatuh pada tahun 1959.

Karena politiknya yang semakin dekat dengan Islam dan negara-negara Islam, akhirnya para jenderal militer melakukan kudeta pada tahun 1960, dengan berbagai tuduhan jahat yang mereka buat. Adnan Menderes syahid ditiang gantung kudeta militer.

Begitulah sejarah kelam militer Turki. Setiap kali Perdana Menteri membawa Islam ke Turki, menghidupkannya dan menyebarkannya, seperti Adnan Menderes, Najmuddin Arbakan dan Rajab Thoyyib Erdogan, maka nasibnya akan sama, selalu mereka kudeta.

Semoga Allah merahmati Asy Syahid Adnan Menderes, dan menjaga hambaNya Erdogan dari seluruh makar musuh Islam.

Sejarah Kelam Turki dalam menegakkan Islam

PM PERTAMA TURKI

Perdana Menteri pertama Turki yang terpilih secara demokratis adalah Ali Adnan Menderes. Dia terpilih secara demokratis pada tahun 1950. Dengan Partai Demokrasi yang dia dirikan, dia berhasil mengalahkan partai penguasa yaitu Partai Ataturk.

Program Partai Demokrasi yang beliau kampanye waktu itu adalah program yang sekilas sangat sederhana. Bahkan semua analisis barat dan AS menganggap program-program tersebut akan gagal total.

Program yang dia kampanyekan menjelang pemilu waktu itu adalah:
1. Mengembalikan adzan ke dalam bahasa Arab. Karena Kamal Ataturk telah merubahnya ke bahasa Turki.
2. Rakyat Turki dibolehkan pergi haji.
3. Pembelajaran agama di sekolah dan membangun kembali madrasah.
4. Menghapuskan intervensi negara dalam pakaian wanita. Wanita muslimah dibolehkan memakai hijab.

Begitu pemilu berlangsung, hasilnya betul-betul diluar dugaan para pengamat. Partai Demokrasi menang telak dengan raihan 318 kursi, dan partai Ataturk kalah telak dengan hanya 32 kursi. Maka terpilihlah Adnan Menderes sebagai PM pertama, dan ketua umum Partai Demokrasi Jalal Bayaar sebagai Presiden Turki.

Begitu beliau dilantik sebagai PM, beliau segera merealisasikan janji kampanyenya. Beliau langsungkan Sidang pertama kabinetnya pada awal bulan Ramadhan, dan beliau berikan hadiah Ramadhan yang mulia bagi seluruh rakyat Turki, berupa: Adzan kembali berbahasa arab, mencabut UU larangan pakaian muslimah, pendididkan agama di sekolah dan pemakmuran masjid.

Kemudian pada pemilu 1954, Adnan Menderes bersama partainya kembali menang telak. Sedangkan Partai Ataturk semakin terjungkal menjadi 24 kursi.

Adnan menderes melanjutkan program Islamisasinya. Dia buka pembelajaran bahasa Arab, tilawah Al Quran dan tafsirnya disemua jenjang pendidikan sampai SLTA. Beliau mendirikan 10 ribu masjid, 25 ribu sekolah tahfizh Quran, 22 ribu Sekolah khusus untuk menghasilkan para Khatib, muballigh dan da'i serta pengajar Al Quran. Dia berikan izin untuk terbitnya buku-buku dan majalah yang mengajak kembali kepada Islam. Masjid-masjid lama yang telah dijadikan gudang oleh rezim sebelumnya (Ataturk) dikembalikan fungsinya sebagai tempat ibadah.

Dalam politik luar negerinya, Adnan menderes menjalin kedekatan hubungan diplomatik dengan negara-negara Arab, dan mulai menjauh secara bertahap dari Israel. Obat-obatan dan barang dagangan asal Israel diperiksa dengan sangat ketat untuk bisa masuk ke Turki.

Tahun 1956 dia mengusir Dubes Israel. Akibatnya seluruh kekuatan anti Islam membidiknya. Upaya-upaya menjatuhkannya terus berlangsung. Bahkan beliau sempat selamat secara ajaib ketika pesawat yang beliau naiki bersama petinggi pemerintahan Turki lainnya jatuh pada tahun 1959.

Karena politiknya yang semakin dekat dengan Islam dan negara-negara Islam, akhirnya para jenderal militer melakukan kudeta pada tahun 1960, dengan berbagai tuduhan jahat yang mereka buat. Adnan Menderes syahid ditiang gantung kudeta militer.

Begitulah sejarah kelam militer Turki. Setiap kali Perdana Menteri membawa Islam ke Turki, menghidupkannya dan menyebarkannya, seperti Adnan Menderes, Najmuddin Arbakan dan Rajab Thoyyib Erdogan, maka nasibnya akan sama, selalu mereka kudeta.

Semoga Allah merahmati Asy Syahid Adnan Menderes, dan menjaga hambaNya Erdogan dari seluruh makar musuh Islam.

Sabtu, 09 Juli 2016

Jangan SOMBONG dan UJUB

Jangan Sombong dan ‘Ujub 

Wahai Jiwa… Engkau ini Belumlah “Apa-Apa”

Dengan segala kelebihan yang kau punya. Sejatinya kelebihanmu itu semua bak pisau bermata dua, yang dapat menghantarkanmu ke surga, atau menjerumuskanmu ke dalam neraka. 
Ya, karena kelebihanmu itu dapat menjadi karunia yang berbuah pahala, atau bencana yang berujung dosa.

Hei kamu.. iya kamu, yang bernama jiwa manusia…
Kamu merasa sudah lama mengaji, 
banyak ilmu yang dikuasai, 
berasa otak cerdas sekali…
berduyun-duyun orang bertanya padamu sana-sini…
Lalu kamu ingin memuji diri?

Hei, fiqh perbandingan madzaahib apa sudah semuanya kau kuasai? 
Atau kau merasa ilmumu sepantaran Imam Al-Bukhari dan An-Nawawi? 
Hingga kamu merasa pintar sendiri? 
Kemudian kau membuat orang merasa bodoh dengan sikapmu yang “sok tinggi”.

Janganlah demikian…
Ilmu Allah laksana samudera tak bertepi. Pun di atas langit keilmuan seseorang, masih ada langit di atasnya lagi. 
Di atas itu semua ada Dzat yang Maha Mengetahui. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

وَفَوْقَ كُلِّ ذِي عِلْمٍ عَلِيمٌ (76)

“… dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (Qs. Yusuf: 76)

قيل إن العلم ثلاثة أشبار : من دخل في الشبر الأول، تكبر ومن دخل في الشبر الثانى، تواضع ومن دخل في الشبر الثالث، علم أنه ما يعلم.

“Ada yang berkata bahwa sesungguhnya ilmu itu terdiri dari tiga jengkal. 
Jika seseorang telah menapaki jengkal yang pertama, maka dia menjadi tinggi hati (takabbur). Kemudian, apabila dia telah menapaki jengkal yang kedua, maka dia pun menjadi rendah hati (tawadhu’). 
Dan bilamana dia telah menapaki jengkal yang ketiga, barulah dia tahu bahwa ternyata dia tidak tahu apa-apa.” (Dinukil dari kitab Hilyah Thalibil ‘Ilmi, buah pena Syaikh Bakr ibn ‘Abdillaah Abu Zaid rahimahullaah).

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim)

تواضع تكن كالنجم لاح لناظر # على صفحات الماء وهو رفيع

ولا تكن كالدخان يعلو بنفسه # على طبقات الجو وهو وضيع

“Rendah hatilah…jadilah laksana bintang bercahaya yang tampak di bayangan air yang rendah, padahal sebenarnya dia berada di ketinggian. Jangan menjadi laksana asap, yang membumbung tinggi dengan sendirinya di lapisan udara yang tinggi, padahal sebenarnya dia rendah.”

Kamu, yang mengaku meniti Jalan Salaful ummah…
Coba lihat akhlakmu ini! 
Mulut kotor penuh hujatan, 
mencela, dan memaki! 
Mana sajakah dari akhlak mereka yang kau tepati? Coba kau hitung dengan jari! 
Pandai mengaku tapi tak jua baik budi!

وكل يدَّعي وصلاً بليلى …. وليلى لا تقر لهم بذاكا

“Semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila, namun Laila tak membenarkan pengakuan mereka.”

Janganlah demikian…
Pengakuan itu tidak hanya sekadar di lisan belaka, namun harus dibuktikan dengan amalan yang nyata wahai yang bernama jiwa…

Kamu.. yang sudah berpakaian syar’i..
Kamu melirik sinis ke akhawat baru mulai serius belajar agama, merendahkan mereka dengan gelagatmu yang membuat mereka jengah. Apa engkau mengira dirimu ini sudah shaalihah setengah mati ?!

Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman,

فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“..Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” (Qs. An-Najm:32)

Janganlah demikian.. berpakaian syar’i tidak serta merta menjadikan diri kita seutuhnya baik dan suci. Bisa jadi di sisi lain mereka lebih baik darimu, karena ternyata, mungkin dianara yang berjilbab syar’i masih ada yang suka ber-ghibah tentang itu dan ini? Janganlah merasa surga sudah engkau booking sendiri.

Kamu, yang sudah menghafal Al-Qur’an seluruhnya…
Tak usahlah merasa paling hebat sedunia. Apa tajwidnya sudah benar kau terapkan dengan sempurna? Apa hafalanmu mencapai derajat “itqaan” di luar kepala?

Kamu, yang sudah menghafal hadits ribuan banyaknya…
Tidak perlu kau rasa otakmu paling kencling sejagat raya. Baiklah, kamu mungkin sudah berhasil menghafal sekaliber Shahih Bukhari. Tapi apakah kamu sudah menguasai dan menghafal berbagai kitab induk hadits lainnya? Lengkap dengan penjelasannya? Plus menguasai serba-serbi ilmu tentang haditsnya?

Janganlah demikian…
Sesungguhnya hafalanmu bukan untuk sekadar berbangga-bangga belaka. Apa engkau sudah mentadabburi isinya? Kau amalkan yang kau hafal dan baca? Belum tentu semua yang kau hafalkan, dapat benar-benar kau amalkan dalam kehidupan nyata. Berhati-hatilah tercabutnya nikmat hafalan itu semua, kala hatimu lengah mencari ridha manusia.

Kamu, yang pandai menghias bacaan Al-Qur’anmu…
Mungkin suaramu itu seperti Syaikh Musyari dan Syaikh Fahd Al-Kandari. Atau tajwidmu secermat Syaikh Al-Hudzaifi. Lantas kamu jadi pamer dan berbangga hati? Subhaanallah? membaca Al-Qur’an kok hanya ingin dipuji: “Maa Syaa Allaah…suara dan cengkok lagunya indah sekali…“.

Janganlah demikian…
Sesungguhnya memiliki suara indah hanyalah anugrah sekaligus fitnah dari Allah bagi diri. Jika kamu terus berbangga hati, bisa jadi nikmat suara indahmu nanti dicabut oleh Allah, hingga suaramu jadi sumbang, atau malah tak memiliki pita suara sama sekali [wal’iyaadzubillaah]. Syukurilah dan gunakan itu untuk menambah pahala bagi dirimu sendiri.

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ

“… dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemadharatan, Maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (Qs. An-Nahl : 53).

Kamu, si pintar dari universitas ternama…
Apa sih sumbangsihmu bagi negara dan agama? Tak usahlah kau jadi besar kepala! Kalaupun kau sudah menyumbang manfaat bagi sesama, belum tentu itu kan berbuah pahala. Iya, karena tendensimu ternyata tak lebih dari perkara dunia semata, bukan karena ikhlas mencari ridha-Nya.

Kamu, yang bisa baca kitab dan berbahasa arab…
Mengapa hal itu membuatmu begitu tinggi hati? Kesalahan wajar pemula kau caci maki. Bercerminlah terhadap diri, Apakah dahulu engkau tak pernah tersalah dalam belajar sama sekali?

Kamu, yang bergelimang harta…
Memandang orang tak punya dengan sebelah mata. Lagakmu itu bak dunia milik pribadimu saja. Untuk urusan sedekah, Subhaanallaah… begitu pelitnya. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Qs. At-Taghabun: 15)

Kamu, yang (katanya) berjihad di jalan Allah menegakkan agama-Nya…
Klaim mu telah “mengorbankan segalanya“. Belum tentu amalanmu diakui di sisi-Nya. Iya, karena dengan amalanmu, kamu berbuat ‘ujub dan riya! Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

“Tiga perkara yang membinasakan: rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri” (HR. At-Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath)

Kamu, penulis nasihat yang (katanya) bijak dan disukai…
Apa kau pikir tulisanmu itu paling cemerlang sendiri? Lalu kamu jadi berbangga hati? Merasa sudah jadi penasihat sejati? Amboi, berkacalah diri.. jangan-jangan kamu bak lilin yang membakarmu sendiri. Sudah menasihati tapi tak dijalani.

Dari Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang didatangkan pada hari kiamat lalu dilemparkan ke dalam neraka, hingga usus perutnya terburai, lalu dia berputar-putar di dalam neraka seperti himar yang berputar-putar pada alat penggilingnya. Lalu para penghuni neraka mengerumuninya seraya bertanya, ‘Wahai Fulan, apa yang telah menimpamu? Bukankah engkau dahulu menyuruh kami kepada yang ma’ruf dan mencegah kami dari yang munkar?’ Dia menjawab, ‘Memang aku dulu menyuruh kalian kepada yang ma’ruf, tapi justru aku TIDAK melakukannya, dan aku mencegah kalian dari yang mungkar, tapi aku justru melakukannya.” (HR.Bukhari & Muslim)

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)

“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu MENGATAKAN sesuatu yang kamu TIDAK KERJAKAN? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan.” (Qs. Ash-shaf: 2-3)

Kamu.. kamu… kamu… jangan sombong wahai jiwa…
Kamu.. kamu… kamu… jangan merasa ‘ujub dan riya duhai manusia…

Dengan segala kelebihan yang kau punya. Sejatinya kelebihanmu itu semua bak pisau bermata dua, yang dapat menghantarkanmu ke surga, atau menjerumuskanmu ke dalam neraka. Ya, karena kelebihanmu itu dapat menjadi karunia yang berbuah pahala, atau bencana yang berujung dosa.


Penulis: Fatihdaya Khoirani
Artikel Muslimah.Or.Id

Umar menolak Penghormatan secara Berlebihan

MENJADI  seorang pemimpin, apa lagi bersikap adil dan bijak kepada rakyatnya, tentu akan membuat rakyat simpati dan menghormatinya dengan tulus. Sekalipun pemimpin itu tidak membutuhkan penghormatan itu. Disinilah bedanya antara pemimpin yang terhormat dengan pemimpin yang dihormati.

Sudah lazim jika pemimpin itu dihormati oleh rakyatnya. Namun penghormatan rakyat itu perlu ditafsirkan lebih dalam. Karena ada rakyat yang menghormati pemimpinnya karena pemimpinnya adalah orang baik yang pantas dihormati. Adapula rakyat yang menghormati pemimpinnya bukan karena kemuliaan pemimpin, tapi hanya karena menghormati jabatannya saja.

Umar bin Abdul Aziz adalah tipe pemimpin yang pertama. Pemimpin yang baik dan terhormat yang dihormati oleh rakyatnya. Namun Umar tidak suka bentuk penghormatan yang berlebihan kepadanya. Ia adalah pemimpin, bukan penguasa. Ia adalah khalifah, bukan raja.

Diantara bentuk penghormatan itu adalah, berdiri disaat khalifah datang. Orang-orang sudah biasa melakukan bentuk penghormatan semisal ini pada khalifah-khalifah sebelumnya. Tapi Umar bin Abdul Aziz melihat hal itu terlalu berlebih-lebihan. Ia merasa bahwa dirinya juga manusia seperti mereka. Bedanya hanyalah dirinya mendapatkan amanah memimpin rakyat. Dan sikap seperti itu pula yang dilakukan oleh Rasulullah SAW serta para Khulafaur Rasyidin.

Maka, ketika orang-orang pada berdiri menyambut kedatangannya, Umar bin Abdul Aziz ber-kata, “Wahai sekalian ummat Islam, jika kalian berdiri maka kami juga berdiri. Jika kalian duduk maka kami juga duduk. Sesungguhnya manusia itu hanyak layak berdiri untuk Allah, Tuhan semesta alam. Allah telah mewajibkan perkara-perkara yang fardhu dan mensunahkan perkara-perkara yang sunnah. Barangsiapa yang mengikutinya maka akan selamat, dan barangsiapa meninggalkannya maka akan sesat.”

Referensi: Umar bin Abdul Aziz 29 Bulan Mengubah Dunia/Karya: Herfi Ghulam Faizi, Lc/Penerbit: Cahaya Siroh

Jumat, 08 Juli 2016

Mengapa Membaca Al Qur'an itu Penting

Assalamu'alaikum Wr Wb...

Mengapa membaca Al Qur'an itu penting ?

Karena menurut survey yang dilakukan oleh dr.  Al Qadhi di Klinik Besar Florida, Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan ayat suci  al Qur'an baik bagi  yg mengerti bahasa Arab atau tidak, ternyata memberikan perubahan fisiologis yang sangat besar. Termasuk salah satunya menangkal berbagai macam penyakit. 
Hal ini dikuatkan lagi oleh penemuan Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. 

Lalu mengapa di dalam Islam ketika kita mengaji disarankan untuk bersuara ? Minimal untuk diri sendiri alias terdengar oleh telinga kita. 

Berikut penjelasan logisnya :

✅Setiap sel di dalam tubuh kita bergetar di dalam sebuah sistem yang seksama, dan perubahan sekecil apapun dalam getaran ini akan menimbulkan potensi penyakit di berbagai bagian tubuh. Nah sel2 yang rusak ini harus digetarkan kembali untuk mengembalikan keseimbangannya. 
Hal ini artinya harus dengan suara. 
Maka muncullah terapi suara. 
Ditemukan oleh Alfred Tomatis seorang dokter di Prancis. 

Sementara Dr. Al Qadhi menemukan bahwa
Memnbaca Al Qur'an dengan bersuara, 
memberikan pengaruh yg luar biasa terhadap sel2 otak untuk mengembalikan keseimbangannya.

✅Penelitian berikutnya membuktikan sel kanker dapat hancur dengan menggunakan frekuensi suara saja.
Dan kembali terbukti bahwa membaca Al Qur'an memiliki dampak hebat dlam proses penyembuhan penyakit sekaliber kanker. 

✅Virus dan kuman berhenti bergetar saat dibacakan ayat suci Al Qur'an 
dan disaat yang sama , sel2 sehat menjadi aktif. 
Mengembalikan keseimbangan program yang terganggu tadi. 
QS Al Isra' : 82. Ayo buka ayatNYA👌🏽

Dan yang lebih menguatkan supaya diri ini makin getol baca Qur'an adlah karena menurut survey : 
SUARA YANG PALING MEMILIKI PENGARUH KUAT TERHADAP SEL2 TUBUH 
ADALAH SUARA SI PEMILIK TUBUH ITU SENDIRI !
QS 7  : 55, QS 17: 10 Ayo buka..👌🏽

Mengapa sholat berjamaah lebih di anjurkan ?
Karena ada doa yg dilantunkan dengan keras sehingga terdengar oleh telinga, Dan ini bisa memgembalikan sistem yang seharian rusak.

Mengapa dalam Islam mendengarkan lagu hingar bingar tidak dianjurkan ?
Karena survey membuktikan bahwa getaran suara bisa MEMBUAT TUBUH TIDAK SEIMBANG

Maka kesimpulannya adalah : 
1. Bacalah Al Qur'an di pagi hari dan malam hari sebelum tidur untuk mengembalikan sistem tubuh kembali normal. 

2. Kurangi mendengarkan musik hingar bingar, ganti saja dgn murotal yang jelas2 memberikan efek menyembuhkan.
Siapa tau kita punya potensi kena kanker, tapi karena rajin dengerin murotal, keburu hancur sebelum terdeteksi..

3. Benerin baca Qur'an , karena efek suara kita sendirilah yang paling dasyat dalam penyembuhan.

Niatkan juga untuk me-ruqyah diri sendiri agar optimal proses tazkiyyahnya.

Kesalahan Mengucapkan LAFAZH Niat

Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu wa ‘ala Rosulillah wa ‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in.

Di tengah masyarakat muslim di negeri ini, sudah sangat ma’ruf perihal melafazhkan niat. Inilah ajaran yang sudah turun temurun diajarkan dan mendarah daging di tubuh umat. Silakan saja kita menoleh pada keseharian ibadah shalat, ada niat yang dilafazhkan semacam “usholli fardhu shubhi …”. Begitu pula halnya dalam hal ibadah puasa, ada niat yang dilafazhkan semacam “nawaitu shouma ghodin”. Namun sudahkah kita meninjau kembali tentang ajaran dari pak kyai atau pak ustadz ini? Seperti inikah yang diajarkan oleh baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal dalam setiap ibadah selain ikhlas lillahi Ta’ala, kita pun harus senantiasa mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Risalah singkat ini mudah-mudahan dapat membuka pikiran para pembaca sekalian, apakah sudah benar praktek-praktek ibadah yang dilakukan selama ini. Semoga Allah memberi taufik.

Memang Niat Syarat Diterimanya Ibadah

Niat merupakan syarat sahnya suatu ibadah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.” [1]

Selanjutnya kita akan melihat penjelasan Ibnu Taimiyah mengenai niat. Sengaja penulis bagi bertahap dalam beberapa point.

Kata Sepakat Ulama, Niat Cukup dalam Hati

Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya mengenai niat di awal berbagai ibadah seperti ketika mengawali shalat dan ibadah lainnya. Apakah niat ketika itu harus diucapkan di lisan semisal dengan ucapan “nawaitu ashumu” (saya berniat untuk puasa), atau “usholli” (saya berniat untuk shalat)? Apakah seperti itu wajib dilakukan?

Beliau rahimahullah menjawab :
“Segala puji bagi Allah. Niat thoharoh (bersuci) seperti akan berwudhu, mandi, tayamum, niat shalat, puasa, haji dan zakat, menunaikan kafaroh, serta berbagai ibadah lainnya, niat tersebut tidak perlu dilafazhkan. Bahkan yang benar, letak niat adalah di hati dan bukan di lisan, inilah yang disepakati para ulama. Seandainya seseorang salah mengucapkan niat lewat lisannya, lalu berbeda dengan apa yang ada di hatinya, maka yang jadi patokan adalah apa yang ada di hatinya, bukan apa yang ia ucapkan (lafazhkan).

Kekeliruan Sebagian Ulama Syafi’iyah Tentang Anjuran Melafazhkan Niat

Tentang masalah niat letaknya di hati sebenarnya tidak ada beda pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini. Namun yang aneh adalah sebagian ulama Syafi’iyah belakangan –semoga Allah merahmati mereka-. Mereka mengeluarkan pendapat yang keliru. Kekeliruan mereka ini disebabkan perkataan Imam Syafi’i, “Shalat harus ada pelafalan di awalnya”. Maksud Imam Syafi’i di sini adalah takbir, artinya takbir itu wajib di awal shalat. Namun sebagian ulama Syafi’iyah salah paham. Mereka sangka bahwa yang dimaksud Imam Syafi’i adalah melafazhkan niat. Jadilah mereka keliru dalam hal ini.

Melafazhkan Niat antara Lirih dan Dikeraskan

Para ulama berselisih pendapat, apakah disunnahkan melafazhkan niat dengan suara lirih ataukah dikeraskan. Ada dua pendapat dalam masalah ini di kalangan ahli fiqih. Sekelompok pengikut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berpendapat disunnahkannya melafazhkan niat, tujuannya adalah untuk menguatkan maksud.

Sedangkan ulama lainnya, yaitu sekelompok pengikut Imam Malik, Imam Ahmad dan selainnya menyatakan tidak disunnahkan melafazhkan niat. Alasannya, karena hal itu termasuk perkara yang tidak ada landasannya. Melafazhkan niat sama sekali tidak ada dasarnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga tidak ada contohnhya dari para sahabat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak memerintahkan kepada salah seorang dari umatnya untuk melafazhkan niat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mengajarkannya kepada salah seorang dari kaum muslimin. Seandainya melafazhkan niat memang sudah dikenal di masa kenabian dan disyari’atkan, tentu akan diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, karena umat ketika itu melakukan ibadah siang dan malam. Pendapat yang menyatakan melafazhkan niat itu tidak ada tuntunannya, itulah pendapat yang lebih kuat.

Keanehan Anjuran Melafazhkan Niat

Bahkan melafazhkan niat sungguh menunjukkan akal dan agama seseorang. Dari sisi agama, melafazhkan niat adalah suatu ajaran yang tidak ada tuntunannya. Dari sisi akal sehat, contoh melafazhkan niat sebagaimana halnya orang yang hendak makan. Lantas ia berniat, “Saya berniat untuk meletakkan tanganku di piring ini  ….[2]” Maka ini semisal dengan ucapan orang melafazhkan niat, “Aku berniat shalat wajib pada saat ini sebanyak empat raka’at secara berjama’ah dikerjakan tepat waktu karena Allah Ta’ala.” Kerjaan seperti melafazhkan niat ketika makan, tentu saja kerjaan orang bodoh dan jahil. Yang namanya niat adalah sampainya ilmu, artinya jika sampai ilmu untuk melakukan sesuatu, maka berarti telah niat secara pasti. Jika seseorang ingin mengerjakan sesuatu, maka secara logika tidak mungkin ia melakukannya tanpa niat. Begitu pula tidak mungkin seseorang yang tidak punya kehendak apa-apa dikatakan telah berniat.

Melafazhkan Niat dengan Dikeraskan

Adapun mengenai melafazhkan niat dengan dikeraskan, sampai berulang kali, maka ini sungguh tidak dianjurkan berdasarkan kesepakatan ulama. Orang yang terbiasa mengeraskan lafazh niatnya, maka pantas ia mendapatkan hukuman agar ia tidak terjerumus lagi dalam amalan keliru yang tanpa tuntunan, agar ia pun tidak menyakiti orang lain. Dalam hadits pun telah disebutkan,

أَيُّهَا النَّاسُ كُلُّكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يَجْهَرَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقِرَاءَةِ

“Wahai sekalian manusia, kalian sungguh sedang bermunajat dengan Rabbnya. Oleh karenanya, janganlah sebagian kalian mengeraskan qiroah (bacaan al Qur’an) kalian di sisi yang lain.”

Bagaimana  bisa dibenarkan jika seseorang memberikan was-was pada orang lain dengan lafazh niatnya, padahal itu tidak termasuk qiro’ah (bacaan al Qur’an)?

Bahkan kami katakan bahwa melafazhkan niat seperti mengatakan, “Aku berniat melakukan shalat demikian dan demikian, pada waktu ini dan itu”, ini adalah amalan yang tidak dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Demikian penjelasan dari Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa yang sengaja penulis bagi dalam point demi point demi memudahkan pembaca. [3]

Bukti dari Ulama Syafi’iyah

Setelah kami buktikan lewat uraian dari Ibnu Taimiyah di atas, kami pun selanjutnya membuktikan dengan perkataan ulama lainnya. Kami akan membawakan perkataan dua ulama besar Syafi’iyah tentang masalah ini. Sungguh aneh jika kita perhatikan dengan seksama praktek pengikut Syafi’iyah saat ini dengan imam mereka.

Ulama pertama, Yahya bin Syarf An Nawawi rahimahullah yang masyhur dengan sebutan Imam Nawawi pernah mengatakan dalam salah satu kitabnya,

لَا يَصِحُّ الصَّوْمَ إِلَّا بِالنِّيَّةِ وَمَحَلُّهَا القَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ النُّطْقُ بِلاَ خِلَافٍ

“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama.” [4] Coba perhatikan baik-baik apa yang beliau utarakan. Letak niat di dalam hati dan tidak perlu dilafazhkan di lisan.

Ulama Syafi’iyah lainnya yang berbicara tentang niat yaitu Asy Syarbini rahimahullah. Beliau mengatakan,

وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ ، وَلَا تَكْفِي بِاللِّسَانِ قَطْعًا ، وَلَا يُشْتَرَطُ التَّلَفُّظُ بِهَا قَطْعًا كَمَا قَالَهُ فِي الرَّوْضَةِ

“Niat letaknya dalam hati dan tidak perlu sama sekali dilafazhkan. Niat sama sekali tidak disyaratkan untuk dilafazhkan sebagaimana ditegaskan oleh An Nawawi dalam Ar Roudhoh.” [5]


Dikuatkan dengan Ucapan Ibnu Taimiyah

Kedua pendapat ulama Syafi’iyah semakin dikuatkan dengan perkataan Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan,

وَالنِّيَّةُ مَحَلُّهَا الْقَلْبُ بِاتِّفَاقِ الْعُلَمَاءِ ؛ فَإِنْ نَوَى بِقَلْبِهِ وَلَمْ يَتَكَلَّمْ بِلِسَانِهِ أَجْزَأَتْهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِهِمْ

“Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.” [6]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Siapa saja yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat. Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat.” [7]

Renungan
Setelah pembaca sekalian membaca sendiri dengan seksama, apa yang bisa pembaca sekalian simpulkan? Coba bandingkan manakah yang jadi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang bukan? Apakah benar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan melafazhkan niat? Kalau iya, tentu saja beliau akan mengajarkan pada para sahabat dan itu pun sampai kepada kita sebagaimana diberitakan dalam hadits. Namun tidak pernah kita saksikan orang yang menganjurkan melafazhkan niat “usholli fardhu …”, “nawaitu wudhua …”, atau “nawaitu shouma ghodin …”, membuktikan bahwa amalan tersebut berdasarkan hadits Bukhari, Muslim dan lain sebagainya. Lantas pantaskah ibadah dibuat-buat tanpa ada dasar? Ataukah seharusnya kita ikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja?

Sungguh sederhana dalam petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih baik daripada berlebih-lebihan namun dalam amalan yang tanpa tuntunan. Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sederhana memerintahkan berniat cukup dalam hati, tanpa perlu menghafal berbagai lafazh niat untuk diucapkan.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ، كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ

“Ikutilah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, janganlah membuat amalan yang tanpa tuntunan. Karena petunjuk beliau sudah cukup bagi kalian. Semua amalan tanpa tuntunan adalah sesat.” [8]

Silakan pembaca merenungkan sendiri, manakah yang benar, perlukah melafazhkan niat ataukah tidak? Namun tentu saja itu berdasarkan ilmu dan bukan sekedar menurut hawa nafsu semata atau manut pada apa kata pak kyai semata.

[Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal, Artikel www.rumaysho.com]

Footnote :
[1] HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Al Khottob.
[2] Sengaja kami potong kalimat beliau ketika membuat contoh dengan deskripsi.
[3] Majmu’ Al Fatawa, 22/230-232.
[4] Rowdhotuth Tholibin, 1/268.
[5] Mughnil Muhtaj, 1/620.
[6] Majmu’ Al Fatawa, 18/262.
[7] Idem.
[8] Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih.

Selasa, 05 Juli 2016

Pidana Kurungan dan Pidana Penjara

jenis-jenis pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP):

Pidana terdiri atas:

a.      pidana pokok:

1.      pidana mati;
2.      pidana penjara;
3.      pidana kurungan;
4.      pidana denda;
5.      pidana tutupan.

b.      pidana tambahan

1.      pencabutan hak-hak tertentu;
2.      perampasan barang-barang tertentu;
3.      pengumuman putusan hakim.

Baik pidana kurungan maupun pidana penjara adalah merupakan pidana pokok dalam hukum pidana. Mengenai pembedaan pidana penjara dan pidana kurungan, pada dasarnya merupakan sama-sama bentuk pidana perampasan kemerdekaan sebagaimana dipaparkan oleh S.R Sianturi dalam bukunya berjudul “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya” (2002: 471), berikut kutipannya:

“Pidana kurungan adalah juga merupakan salah satu bentuk pidana perampasan kemerdekaan, akan tetapi dalam berbagai hal ditentukan lebih  dari pada yang ditentukan kepada pidana penjara.”

“Ketentuan tersebut ialah :

a.       Para terpidana kurungan mempunyaihak pistole, yang artinya mempunyai hak atau kesempatan untuk mengurusi makanan dan alat tidur sendiri atas biaya sendiri (Pasal 23KUHP).

b.       Para terpidana mengerjakan pekerjaan-pekerjaan wajib yang lebih ringan dibandingkan dengan para terpidana penjara (Pasal 19 KUHP).

c.       Maksimum ancaman pidana kurungan adalah 1 (satu) tahun, maksimum sampai 1 tahun 4 bulan dalam hal terjadi pemberatan pidana, karena perbarengan, pengulangan atau karena ketentuan Pasal 52 atau 52a (Pasal 18 KUHP).

d.       Apabila para terpidana penjara dan terpidana kurungan menjalani pidana masing-masing dalam satu tempat pemasyarakatan, maka para terpidana kurungan harus terpisah tempatnya (Pasal 28 KUHP).

e.      Pidana kurungan dilaksanakan dalam daerah terpidana sendiri (Biasanya tidak di luar daerah Kabupaten yang bersangkutan) (Pasal 21 KUHP)”

Selain itu Jan Remmelink dalam bukunya berjudul “Hukum Pidana”(2003: 476) menyebutkan bahwa :

“Terhadap tindak pidana pelanggaran, maka pidana kurungan merupakan satu-satunya bentuk pidana badan yang dimungkinkan. Namun demikian, pidana kurungan tidak terbatas pada pelanggaran saja tetapi juga terhadap beberapa bentuk kejahatan, yaitu yang dilakukan tanpa kesengajaan(Pasal 114, 188, 191ter, 193, 195, 197, 199, 201, 359, 360, 481 KUHP), semua diancamkan pidana penjara maupun pidana kurungan.”

Sehingga, dapat kami simpulkan bahwa perbedaan pidana kurungan dan pidana penjara antara lain adalah sebagai berikut :

Perbedaan

Pidana Penjara

Pidana Kurungan

Tindak pidana (yang diatur dalam KUHP)

Kejahatan

Pelanggaran dan Kejahatan(tertentu) Pasal 114, 188, 191ter, 193, 195, 197, 199, 201, 359, 360, 481

Maksimum Lamanya pemidanaan

Seumur hidup

-     Paling lama 1 tahun.

-     Jika ada pemberatan pidana paling lama1 tahun 4 bulan.

Lokasi pemidanaan

Di mana saja

Dalam daerah di mana terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan

Perbedaan lain

a.      Tidak memiliki hak pistole;

b.      Wajib menjalankan segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

a.      Memiliki hak pistole;

b.      Pekerjaan yang diwajibkan lebih ringan.

Mengenai lamanya pidana penjara dan pidana kurungan yang Anda contohkan yakni 10 tahun pidana penjara dan 10 tahun pidana kurungan, maka dapat kami sampaikan bahwa perbandingan yang Anda sampaikan kurang tepat. Karena merujuk pada uraian di atas dapat diketahui bahwa untuk pidana kurungan hanya dapat dijatuhkan paling lama 1 tahun dan dengan pemberatan menjadi 1 tahun 4 bulan. Jadi, tidak mungkin pidana kurungan diberikan sampai 10 tahun lamanya.

2.      Mengenai penafsiran pidana seumur hidup, seperti telah kami sampaikan sebelumnya dalam jawaban klinik Pidana Seumur Hidup bahwa yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah satu dari dua variasi hukuman penjara yang diatur dalam pasal 12 ayat (1) KUHP. Selengkapnya, pasal 12 ayat (1) KUHP berbunyi, pidana penjara ialah seumur hidupatau selama waktu tertentu. Dalam pasal 12 ayat (4) KUHP dinyatakan, pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.

Dari bunyi pasal 12 ayat (1) KUHP tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah penjara selama terpidana masih hidup hingga meninggal. Ketentuan tersebut sekaligus menolak pendapat bahwa hukuman penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan.

Apabila pidana penjara seumur hidup diartikan hukuman penjara yang dijalani adalah selama usia terpidana pada saat vonis dijatuhkan, maka yang demikian menjadi pidana penjara selama waktu tertentu. Contohnya, jika seseorang dipidana penjara seumur hidup ketika dia berusia 21 tahun, maka yang bersangkutan hanya akan menjalani hukuman penjara selama 21 tahun. Hal itu tentu melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (4) KUHP, di mana lamanya hukuman yang dijalani oleh terpidana - yaitu 21 tahun - melebihi batasan maksimal 20 tahun.

Jadi, yang dimaksud dengan pidana penjara seumur hidup adalah pidana penjara yang dijalankan sampai berakhirnya usia/meninggalnya terpidana yang bersangkutan.


Dasar Hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum PidanaWetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73)

Harta Haram Penyebab Penyakit

DALAM agama kita, ya betul agama Islam, zat yang haram atau metody yang diharamkan merupakan salah satu penyebab bencana besar dalam diri manusia, bila kita lihat dan analisis dari media media yang menayangkan kasus korupsi maka yang kita lihat mereka tidak akan jauh dari penjara, penyakit, keturunan nya menjadi jauh dari Alloh dan banyak lagi hal hal yang di akibatkan karna berhubungan dengan zat haram. Mengapa harta haram bisa melahirkan kecemasan, penyakit, dan akibat-akibat buruk lainnya? Apa yang terjadi di dalam tubuh ketika kita mengonsumsi barang haram? Seperti apa prosesnya? Ada sebuah ilustrasi yang layak dikemukakan.

Ketika seorang bapak memberikan uang kepada istrinya untuk dibelikan makanan bagi anak-anak mereka, sang istri tercinta dengan sigapnya berbelanja daging di pasar. Semua tampak biasa dan wajar-wajar saja. Akan tetapi, jika ternyata uang yang didapat bapak tadi bukan uang halal, jalan ceritanya akan panjang dan pasti tidak akan “happy ending”.

Apalagi sang ibu dalam cerita ini rupanya tengah berbadan dua. Cerita pun berlanjut. Setelah diusut, ternyata uang yang dibawa pulang bapak tadi adalah uang komisi yang tidak semestinya diterima. Bapak yang pegawai senior sebuah instansi itu tentu mengetahui dan dapat membedakan mana haknya dan mana yang bukan. Karena desakan hawa nafsu ingin tampil sebagai seorang kepala keluarga yang prestatif dan dapat menduduki kedudukan terhormat di hadapan istri dan keluarganya, uang itu dia terima.

Dengan senang hatikah? Tentu tidak. Dengan jantung berdebar, sampai-sampai ia sendiri merasa bahwa jantungnya bisa saja putus saat itu juga. Keringat dingin meleleh di sepanjang tulang punggungnya. Dadanya terasa sesak. Kemeja yang dikenakannya serasa melekat erat bak pakaian senam. Nafas tersenggal-senggal dan kepala terasa pening melayang. Itulah pertanda seluruh tubuhnya sepakat menolak berpartisipasi melakukan perbuatan dosa. Allah Swt berfirman :

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, (Al-Qur’an) yang serupa lagi berulang-ulang. Bergetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka pada waktu mengingat Allah.” (QS. Az-Zumar [39] : 23)

Sayangnya, ia tidak menuruti kata hati dan seluruh system tubuhnya untuk taat kepada Allah. Akibatnya, getaran rasa bersalah itu mengguncangkan system normalitas dan homeostatis alias keseimbangan internal dirinya. Hormon ketakutan yang diperankan skotofobin membuncah dan mendorong ketidakseimbangan hormonal lainnya. Metabolisme tubuh mengalami perubahan secara drastic. Para electron, proton, quark, lepton, boson, dan fermion yang tengah bertasbih dan bertawaf terganggu ritmenya. Akibatnya, mereka membangun sebuah keseimbangan baru sehingga sebagai efek kompensasi. Sebagian dari mereka menjadi liar karena kehilangan pegangan. Sunatullah yang termanifestasi berbagai aturan yang menjamin keteraturan yang bersifat sistemik tidak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Konsep larangan Pauli yang memisahkan antara electron  dan arah spin yang sama dalam orbital Bohr yang berbeda tidak lagi dipatuhi. Para electron semuanya berloncatan dan bertingkah laku semaunya!

Uang yang notabene hanya sekedar kumpulan karbon bebentuk kertas dan sama sekali tidak berdosa apabila terpegang “tangan-tangan kacau” akan tertular dan menunjukkan sifat serupa. Kertas uang akan menjadi media penghantar multilevel dosa (MLD). Sang ibu yang kemudian berbelanja dan membeli setengah kilo daging sapi yang halal karena disembelih dengan menyebut nama Allah, akan terciprat efek dosa. Hal tersebut seperti molekul dalam gerakan Brown yang membentur sana-sini dan berzig-zag kian kemari mencipratkan tetesan dosa akibat dorongan panasnya energy kinetic rasa bersalah. Ketika daging sapi yang halal itu terpegang oleh ibu yang terkena efek gerak Brown dosa, akan berubah menjadi sekumpulan atom C, H, O, N, P, dan K yang resah dan gelisah. Bukankah hampir semua elemen di alam semesta bersifat dielektrik?

Ya, daging itu telah menjadi medium turunan ketiga dari sebuah dosa. Jangankan terpegang, dikantongi plastik saja dan plastik itu “dicengkiwing” hanya oleh satu ibu jari dan dua jari anak buahnya, sifat semi konduktornya tetap akan menjadi penghantar bagi proses multi level dosa.

Ketika daging itu disemur, lalu dimakan beramai-ramai, maka ketika sampai di lambung dan saluran pencernaan, amilase, gastrin, pepsin, tripsin, garam empedu dan juga lipase ogah-ogahan menjamunya karena mereka menganggapnya tidak dikenal.

Jadilah daging itu diolah seenaknya dan tentu semaunya juga! Blok pembangun yang semestinya kelak dapat menjadi bagian dari kesalehan dan kejeniusan otak seorang anak, gagal menjadi protein. Bahkan, banyak diantaranya menjadi gugus sterol alias lemak. Lemak ini akan terakumulasi menjadi hormon steroid dari anak ginjal yang mendorong terciptanya rasa cemas, gelisah, khawatir, dan ketakutan.

Coba bayangkan, hanya dari sekerat daging sapi yang semestinya halal, anak-anak dari keluarga muda itu akan tumbuh menjadi anak-anak pemarah, murung, gelisah dan ketakutan, tanpa mereka pernah mengetahui penyebabnya. Jika mereka dewasa dan menjadi pribadi berakhlak kurang mulia, siapakah yang bertanggung jawab dan terbebani oleh dosanya? Tentu bukan para downliner? Kitalah, para orangtua yang berperan sebagai up-line yang akan menuai badai bonus dosa. Na’udzubillahi mindzalik. [