Rabu, 30 Juli 2014

BAHAYA FOTO AKHWAT di FB

"Alhamdulillah terima kasih sudah di ingatkan",
"sukron atas ilmunya, bermanfaat sekali" ... dan bla..bla..bla...
(ini adalah sebuah ucapan or ungkapan dari beberapa orang yang mendapat artikel tentang memajang foto di FB ) anehnya masihhh juga menampilkan...

"APAKAH KAMU RELA, KECANTIKANMU itu dinikmati oleh ORANG-ORANG yg DEKAT dan JAUH darimu, RELAKAH dirimu MENJADI BARANG DAGANGAN yang MURAH bagi semua orang atau MENJAD I BARANG PAJANGAN yg semua orang dapat melihatnya, baik yg jahat maupun yg terhormat??

Bahaya Foto

• Pertama, kita tentu sadar internet adalah ruang publik yang bisa dimanfaatkan semua orang hampir tanpa batasan. Dan diantara orang-orang tersebut pastilah terdapat orang yang ingin berbuat zhalim. Dengan teknologi sekarang ini, betapa mudahnya setiap orang memanipulasi sebuah gambar menjadi apa yang dinginkan si manipulator. Dengan memasang foto diri di internet, maka hal tersebut membuka peluang orang-orang zhalim yang tentu saja tanpa izin terlebih dahulu memanipulasi/mengubah sedemikian rupa menurut keinginannya. Bayangkan saja, suatu ketika kita melihat foto diri sang akhwat dari atas berbalutkan jilbab (pakaian muslimah) tetapi bagian bawah dimanipulasi sehingga seakan-akan telanjang ataupun setengah telanjang. Na’udzubillah…..

Dengan aplikasi photoshop orang2 yang tak bertanggungjawab dengan mudah mengganti muka seseorang dengan orang lain, contohnya afwan jiddan seorang akhwat di poto tidak berbusana, dan begitu juga seorang miyabi di edit menjadi berjilbab

Kedua, akhwat (aktivis dakwah) adalah tauladan bagi muslimah yang belum tersentuh dakwah (awwam-red). Namun apa jadinya jika para ujung tombak dakwah bagi teman-teman terdekatnya melakukan suatu hal yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seseorang yang notabene telah bertitel “akhwat”. Saat muslimah yang awwam, terlihat fotonya yang bak foto model sebuah majalah remaja mejeng di blog-blog maupun profil jejaring dunia maya mereka hal tersebut bisa kita maklumi dan menjadi hal yang lumrah. Namun apa jadinya kalo seandainya kita berikan suatu nasehat agar tidak melakukan hal itu, karena bisa menjadi suatu fitnah, kemudian mereka berkilah, “lha wong si fulanah yang aktivis dakwah itu aja juga melakukan hal yang sama kok, apalagi saya yang masih jauh dari nilai-nilai agama”. Dan menganggap bahwa hal tersebut tidaklah bertentangan dengan dalih orang yang paham agama pun melakukannya jua..

Ketiga, wajah ayu dan sebuah profil yang terkesan sholehah menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum adam. Maka berlomba-lomba-lah mereka untuk menjadi teman, sahabat, atau dalih menjalin ukhuwah yang padahal terkadang hanya didasari sebuah keinginan untuk memiliki sosok ayu nan sholeha tersebut. Sehingga semakin menjadikan para ikhwan/laki-laki yang di hatinya terdapat penyakit menjadi semakin terjerumus dalam asyiknya pertemanan ala ikhwan-akhwat. Dari sisi ini pertama sang pelaku sudah melanggar atau lebih tepatnya tidak mendukung usaha para ikhwan/laki-laki untuk mengamalkan salah satu firman Allah ta’ala:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.(An-nuur: 30)

Dalam sebuah hadits diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah bersabda kepada Ali radhiyallahu’anhu. “Artinya :
Wahai Ali, janganlah engkau susul pandangan dengan pandangan lagi, karena yang pertama menjadi bagianmu dan yang kedua bukan lagi menjadi bagianmu (dosa atasmu)”. [Hadits Riwayat Ahmad, At-Tirmidzi dan Abu Daud].

Keempat, akhwat yang menampakkan foto dirinya di internet telah melanggar larangan untuk tidak tabarruj dan sufur. Tabarruj artinya seorang wanita menampakkan sebagian anggota tubuhnya atau perhiasannya di hadapan laki-laki asing. Sedangkan Sufur adalah seorang wanita menampak-nampakkan wajah di hadapan lelaki lain. Oleh karena itu Tabarruj lebih umum cakupannya daripada sufur, karena mencakup wajah dan anggota tubuh lainnya.

Tabarruj diharamkan dalam syariat berdasarkan ayat al-Qur’an dan juga hadits, antara lain:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.”
(QS. Al-Ahzab: 33).

Tabarruj memiliki berbagai macam bentuk seperti:
• Menampakkan sebagian anggota tubuhnya di hadapan laki-laki lain.
• Menampakkan perhiasan termasuk di dalamnya pakaian yang ada di balik jilbab.
• Berjalan berlenggak-lenggok di hadapan lelaki lain.
• Memukul kaki untuk menampakkan perhiasan yang dipakainya.
• Melembutkan ucapan di hadapan laki-laki lain.
• Bercampur baur dengan kaum laki-laki, bersentuhan dengan mereka, berjabatan tangan dan berdesak-desakan di tempat atau angkutan umum..

Lalu dimana ‘Iffah dan Haya’ ?

Saudariku yang ana hormati, tentu saudari sudah mengetahui kewajiban dan keutaman berhijab. Dan tentu saudariku juga berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkan setiap makna dan keutamaannya. Ana tidak akan meragukan lagi, pemahaman saudariku akan hal itu. Bahkan di antara saudari-saudariku sudah mengamalkan lebih daripada saudarinya yang lain untuk menggunakan niqob (cadar) yang sebagian menyatakan ini sunnah muakkaddah . Tentu usaha pengamalan mereka ini patut kita hargai lebih dari yang lain.

Namun saudariku, apabila engkau menampakkan gambar dirimu di internet lalu dimanakah esensi hijab sebagai al Haya’ (rasa malu). Sebagai seorang muslimah sejati, tentulah saudariku akan berpikir ribuan kali untuk melakukan hal yang demikian. Padahal Rasullullah Shallallahu’alaih wa sallam bersabda yang artinya: “Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlaq dan akhlaq Islam adalah malu” sabda beliau yang lain; “Malu adalah bagian dari Iman dan Iman tempatnya di Surga”.

JADI LAH kalian BARANG yg MAHAL, seperti "MUTIARA" bukankah mutiara itu mahal, DIJAGA & DIRAWAT, DISIMPAN BAIK-BAIK serta DIRAWAT, tidak ditaruh DISEMBARANGAN TEMPAT, kecuali tempat yg benar-benar AMAN dan TERJAGA. Jangan menjadi BARANG MURAHAN..

Karna engkau adalah salah satu penyebab dari terjerumusnya kami karna pandangan mata..
Maka Cantik.. Bantu,, BANTULAH AKU MENJAGA MATAKU,, BANTULAH AKU MENJAGA PANDANGANKU... !!!!!!
 
 FATWA SYAIKH SHALEH UTSAIMIN
Syaikh yang mulia Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin -rahimahullah- ditanya tentang sikap kebanyakan orang yang menyepelekan melihat gambar wanita ajnabiyyah (bukan mahrom) dengan alasan bahwa itu hanya gambar, tidak hakiki.

Syaikh rahimahullah menjawab, "ini sikap yang menyepelekan sekali, karena jika seseorang melihat wanita, baik melalui video, media cetak, atau selainnya, niscaya hal itu menyebabkan fitnah (kerusakan) di dalam hati seorang lelaki yang menggiringnya untuk melihat wanita tersebut secara langsung. Ini Fakta.

Kami telah mendengar bahwa ada sebagian pemuda yang terfitnah oleh gambar-gambar wanita yang cantik-cantik untuk dinikmatinya, dan ini menunjukkan besarnya fitnah melihat gambar tersebut. Maka tidak boleh seseorang melihat gambar tersebut, baik melalui majalah atau halaman buku, atau selainnya.

Pertanyaan untuk dijawab sendiri :

* Untuk para lelaki :
Ketika anda melihat gambar/foto wanita, apa yang terbesit di dalam hati Anda? Kalau biasa saja, berarti perlu dipertanyakan kenormalannya, atau bisa jadi karena sudah keseringan melihat jadi sudah tidak terpengaruh lagi dengan gambar tersebut? na'udzubillahi min dzalik.

* Untuk para wanita :
Apa yang anti harapkan dari memasang foto-foto anti? apakah anti berharap akan banyak yang suka dengan anti? atau tidak menyadari bahwa sebenarnya foto-foto anti itu telah dinikmati oleh para lelaki yang sedang lemah imannya? Kasihanilah kami kaum lelaki..

AKHLAK ISLAMI BERBICARA TENTANG MERCON

Tar...ter...tor, rentetan petasan berjatuhan satu persatu dengan suara yang memekakkan telinga dan rasa kaget pada sebagian orang. Kadang tetap dibakar sekalipun waktu dini hari tatkala sebagian orang sedang tidur. Demi sebuah tradisi, kemungkaran justru menjadi budaya yang dilestarikan.
 
Sebagian yang lain bahkan juga membakar petasan dalam berbagai macam perayaan-perayaan keagamaan atau budaya setempat, baik dalam acara sunatan dan perkawinan. Dan tidak banyak dari mereka yang mengetahui dari mana asal muasal budaya itu. Siapakah gerangan yang menghidupkan budaya ini?

Bila kita menengok ke belakang, membakar petasan atau mercon dari dongeng Cina. Alkisah pada masa purba hiduplah seorang raksasa bernama Ko Nin. Siapa pun melihatnya akan terserang bahaya. Dan raksasa itu hanya takut pada tiga perkara: mercon, barongsay, dan api. Untuk mengusir raksasa itu, Raja Unthe memerintahkan membakar bambu sehingga menimbulkan suara ledakan. Yang kemudian diganti dengan mercon. Begitu pun pada hari raya, perkawinan dan saat menguburkan mayat, mercon dibakar di persimpangan jalan dan tempat-tempat yang diyakini sebagai persembunyian makhluk halus jahat atau hantu-hantu. [A.D. Elmarzdedeq, Parasit Aqidah: Selintas Perkembangan dan Sisa-sisa Agama Kultur, hal. 31-32, Yayasan Ibnu Rumman, Bandung.
kaget dan kemudian geli rasanya bila kita tengok dongeng itu. Namun, adakah rasa kaget dan geli itu dapat mengantarkan kita kepada hidayah Allah? Sedikit pun tidak ada ulama yang berselisih paham tentang boleh tidaknya kita membakar mercon. Bahkan, semua orang awam yang mau menggunakan sedikit akalnya saja akan segera paham bahwa hal itu merupakan tindakan mubazir dan menyakiti tetangga. Bolehkan seseorang membelanjakan hartanya dengan semena-mena hanya lantaran hartanya iu dalam kekuasaannya, sekalipun jumlahnya sedikit? Bagaimanakah hak Anda sebagai tetangga ingin dipenuhi, sementara di tengah malam buta Anda membakar mercon. Bahkan, mungkin di antara tetangga Anda memiliki bayi, atau sedang sakit, atau mungkin ada beberapa di antara mereka yang tua berpenyakit jantung? Atau sekiranya bukan karena alasan itu semua, dengan kata lain tetangga Anda orang-orang muda yang sehat semuanya, dan Anda membakarnya di tengah lapangan pada siang hari, apakah hal itu dapat menjadi dalil bolehnya Anda membakar mercon?

Ketahuilah bahwanya membakar mercon suatu pemborosan dalam hal harta. Dan tidak seseorang melakukannya, melainkan ia telah berteman dengan setan-setan. Bersikap waspadalah dengan harta yang Allah amanahkan kepada Anda, dan laranglah sanak keluarga Anda melakukan hal yang demikian. Pemborosan merupakan perkara tercela. Yang memang secara sunnatullah kita dapati mayoritas orang yang memiliki harta, kedudukan, dan kekuasaan sangat bemar menghambur-hamburkan apa yang mereka miliki bukan untuk ketaatan kepada Allah. Adapun celaan terhadap mereka tertuang dalam firman Nya,

"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Rabbmu." (Al Isra': 26-27)

Adakah di antara kita yang mau dipersaudarakan dengan setan-setan hanya lantaran mengikuti tradisi buruk dengan membakar mercon? Sekalipun harta untuk membeli mercon itu sedikit, tetap saja itu mewujudkan bentuk pengingkaran Anda terhadap harta yang telah diamanahkan Allah. Bukankah setiap manusia itu lemah? Adakah di antara kita yang lahir dalam keadaan kaya dan berkedudukan? Bukankah semua kita tatkala bayi tidak berdaya dan hanya menangis sebagai isyarat kita membutuhkan pertolongan? Dan hal itu berlangsung terus dengan suplai yang tidak henti-hentinya dari Allah hingga seseorang mencapai kedewasaan, sampai pada kedudukan dan hartanya saat ini. Semua itu tidak kita peroleh semata hanya karena kemampuan kita.

Disebutkan di dalam Jami' At Tirmidzi, dari hadits Atha' bin Abi Rabah, dari Ibnu Umar dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda, 

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَا فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَا أَبْلاَهُ.

"Kedua kaki seorang hamba tidak akan melangkah pada hari Kiamat sehingga ia ditanya tentang umurnya, untuk apa ia habiskan; dan tentang hartanya, dari mana ia dapatkan, dan untuk apa ia belanjakan; dan tentang masa mudanya, untuk apa ia lewatkan." (Hadits hasan shahih diriwayatkan At Tirmidzi)

Adakah suatu pertanyaan yang paling ditakuti makhluk dijagat raya ini selain pertanyaan yang datangnya dari Pencipta jagat ini. Bilakah ada dari harta kita yang dibelanjakan untuk membakar mercon itu ditanya? Adakah di antara kalian dapat bersilat lidah dengan argumen-argumen kalian ketika di dunia? Ketika kaki dan tangan Anda yang jujur diberi hak Allah Azza wa jalla untuk mengatakan segala apa yang pernah Anda lakukan?

Bukankah tatkala Anda membakar mercon masih terlalu banyak sanak keluarga Anda, atau tetangga Anda yang yatim dan janda, atau pembantu Anda, atau umat ini yang miskin papa terjerat arus kehidupan hingga melalaikan shalat dan bahkan murtad lantara diiming-imingi makanan, kesehatan, dan pendidikan oleh misionaris. Ternyata uang yang Anda belanjakan untuk membeli mercon itu sangat dibutuhkan oleh umat ini. Adakah Anda peduli?

Sungguh indah apa yang pernah dituturkan oleh Dr. Mustafa As Siba'i, "Jika dibuka salah satu kancah kebaikan yang membutuhkan harta dan bantuannya, maka mukanya tampak muram dan cemberut, kemudian dia mengaku dirinya orang miskin, hidupnya melarat, usahanya seret, terus merugi, dan serba sulit keadaannya. Mereka inilah orang-orang yang buruk dan menjadi bencana bagi umat. Egoisnya merupakan sarana yang dapat membunuh umat dan memperburuk keadaannya. Sementara pada saat yang sama dia sangat royal ketika menyelenggarakan walimah dan acara-acara perjamuan makan." [Dr. Abdullah bin Ibrahim Ath Thariqi, Stop Boros, hal. 64, Darul Falah, cet. I, Juli 2003]

Hanya memubazirkan harta sajakan mudharat yang ditimbulkan dari membakar mercon? Tidak. Sungguh membakar mercon itu akan menjadi senjata makan tuan. Bukankah kita makhluk sosial yang memiliki ketergantungan sesama kita? Bukankah suara yang tar...ter...tor itu dapat merusak hubungan sosial kita dengan para tetangga? Anda telah menginjak-injak hak mereka dan menebar kebencian. Tunggulah bagaimana kebencian itu tumbuh menjadi kedengkian.

Singkatnya, jangan Anda menyakiti tetangga jika hak Anda ingin dihormati dan ditunaikan oleh mereka. Bagaimana bila mereka yang membakar mercon atau mengundang orkes dengan sound system yang hingar-bingar dalam pesta pernikahan atau lainnya? Apakah ada jaminan Anda dapat bersabar? Apalagi jika saat itu Anda sedang sakit gigi? Atau bayi Anda yang rewel baru tertidur? Sedang mertua Anda yang mengidap penyakit jantung baru pulang dari rawat inap di rumah sakit? Jangan anggap semua ini terlalu mengada-ada. Yakinilah tatkala kerabat Anda membakar mercon, mereka dan Anda tidak tahu sejauh mana keberadaan keluarga para tetangga Anda. Bahkan, uang yang Anda bakar untuk membeli mercon itu bukan hanya mengganggu ketenangan mereka karena boleh jadi di antara tetangga Anda sejak pagi belum sesuap nasi pun yang masuk ke lambungnya; dan ketimbang untuk membeli mercon, mereka mempunyai hak atas harta yang Anda hambur-hamburkan itu:

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

"Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian." (Adz-Dzaariyat: 19)

FAEDAH PUASA SYAWAL

Alhamdulillah, kita saat ini telah berada di bulan Syawal. Kita juga sudah mengetahui ada amalan utama di bulan ini yaitu puasa enam hari di bulan Syawal. Apa saja faedah melaksanakan puasa tersebut? Itulah yang akan kami hadirkan ke tengah-tengah pembaca pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.

Faedah pertama: Puasa syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” 

Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan). Jadi seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

“Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal].” Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan kebaikan yang paling minimal. Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.

Cara melaksanakan puasa Syawal adalah:
  1. Puasanya dilakukan selama enam hari.
  2. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.
  3. Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.
  4. Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingatlah puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan qodho’ Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.
Faedah kedua: Puasa syawal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib.

Yang dimaksudkan di sini bahwa puasa syawal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. Amalan sunnah seperti puasa Syawal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadhan, pasti ada kekurangan yang mesti disempurnakan dengan amalan sunnah. 

Faedah ketiga: Melakukan puasa syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan.

Jika Allah subhanahu wa ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan sholih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melakukan amalan sholih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal. Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf,

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”
 
Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, “Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.” 

Renungkanlah! Bagaimana lagi jika seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman), namun setelah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?!

Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa Saudi Arabia) mengatakan, “Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.” Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat.” Hanya Allah yang memberi taufik.

Faedah keempat: Melaksanakan puasa syawal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah.

Nikmat apakah yang disyukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan?!

Ibnu Rajab mengatakan, “Tidak ada nikmat yang lebih besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan.” Sampai-sampai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang banyak melakukan shalat malam. Ini semua beliau lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya oleh istri tercinta beliau yaitu ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengenai shalat malam yang banyak beliau lakukan, beliau pun mengatakan,

أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

“Tidakkah aku senang menjadi hamba yang bersyukur?”
 
Begitu pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di penghujung Ramadhan (di hari Idul fithri), kita dianjurkan untuk banyak berdzikir dengan mengangungkan Allah melalu bacaan takbir “Allahu Akbar”. Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)

Begitu pula para salaf seringkali melakukan puasa di siang hari setelah di waktu malam mereka diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakan shalat tahajud.

Ingatlah bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun setelah mendapatkan satu nikmat, kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya. Ada ba’it sya’ir yang cukup bagus: “Jika syukurku pada nikmat Allah adalah suatu nikmat, maka untuk nikmat tersebut diharuskan untuk bersyukur dengan nikmat yang semisalnya”.

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Setiap nikmat Allah berupa nikmat agama maupun nikmat dunia pada seorang hamba, semua itu patutlah disyukuri. Kemudian taufik untuk bersyukur tersebut juga adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan bentuk syukur yang kedua. Kemudian taufik dari bentuk syukur yang kedua adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan syukur lainnya. Jadi, rasa syukur akan ada terus sehingga seorang hamba merasa tidak mampu untuk mensyukuri setiap nikmat. Ingatlah, syukur yang sebenarnya adalah apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk bersyukur (secara sempurna).” 

Faedah kelima: Melaksanakan puasa syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja.  

Amalan yang seseorang lakukan di bulan Ramadhan tidaklah berhenti setelah Ramadhan itu berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.

Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari ‘ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.

Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka,

بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها

“Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun.” Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja.

Asy Syibliy pernah ditanya, “Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, “Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami kami juga dapat mengatakan, “Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Semoga Allah memberi taufik.

‘Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ‘Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ‘Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً

“Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (ajeg).”
 
Amalan seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal menjemput. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematian.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99). Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa “al yaqin” adalah kematian. Dinamakan demikian karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya mengatakan, makna ayat tersebut adalah perintah untuk beribadah kepada Allah selamanya, sepanjang hidup. 

Sebagai penutup, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, “Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. … Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.” 

Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput. Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan dan memudahkan kita untuk menyempurnakannya dengan melakukan puasa Syawal.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Selasa, 15 Juli 2014

Hadits Tidurnya Orang Puasa Adalah Ibadah Apakah Hadist ini Palsu?

Ungkapan  tidurnya orang berpuasa merupakan ibadah memang sudah seringkali kita dengar, baik di pengajian atau pun di berbagai kesempatan. Dan paling sering kita dengar di bulan Ramadhan

Di antara lafadznya yg paling populer adl demikian:

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَة وَصَمْتُهُ تَسْبِيح وَعَمَلُه مُضَاعَف وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَاب وَذَنْبُهُ مَغْفُور

Tidurnya orang puasa merupakan ibadah, diamnya merupakan tasbih, amalnya dilipat-gandakan (pahalanya), doanya dikabulkan & dosanya diampuni.

Meski di dalam kandungan hadits ini ada beberapa hal yg sesuai dgn hadits-hadits yg shahih, seperti masalah dosa yg diampuni serta pahala yg dilipat-gandakan, namun khusus lafadz ini, para ulama sepakat mengatakan status kepalsuannya.

Adalah Al-Imam Al-Baihaqi yg menuliskan lafadz itu di dalam kitabnya, Asy-Syu’ab Al-Iman. Lalu dinukil oleh As-Suyuti di dalam kitabnya, Al-Jamiush-Shaghir, seraya menyebutkan bahwa status hadits ini dhaif (lemah).

Namun status dhaif yg diberikan oleh As-Suyuti justru dikritik oleh para muhaddits yg lain. Menurut kebanyakan mereka, status hadits ini bukan hanya dhaif tetapi sudah sampai derajat hadits maudhu’ (palsu).

Hadits Palsu

Al-Imam Al-Baihaqi telah menyebutkan bahwa ungkapan ini bukan merupakan hadits nabawi. Karena di dalam jalur periwayatan hadits itu terdapat perawi yg bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi, yg kedudukannya adl pemalsu hadits. Hal senada disampaikan oleh Al-Iraqi, yaitu bahwa Sulaiman bin Amr ini termasuk ke dalam daftar para pendusta, dimana pekerjaannya adl pemalsu hadits.

Komentar Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah juga semakin menguatkan kepalsuan hadits ini. Beliau mengatakan bahwa si Sulaiman bin Amr ini memang benar-benar seorang pemalsu hadits.

Bahkan lbh keras lagi adl ungkapan Yahya bin Ma’in, beliau bukan hanya mengatakan bahwa Sulaiman bin Amr ini pemasu hadits, tetapi beliau menambahkan bahwa Sulaiman ini adl “manusia paling pendusta di muka bumi ini!”

Selanjutnya, kita juga mendengar komentar Al-Imam Al-Bukhari tentang tokoh kita yg satu ini. Beliau mengatakan bahwa Sulaiman bin Amr adl matruk, yaitu haditsnya semi palsu lantaran dia seorang pendusta.
Saking tercelanya perawi hadits ini, sampai-sampai Yazid bin Harun mengatakan bahwa siapapun tdk halal meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Amr.

Iman Ibnu Hibban juga ikut mengomentari, “Sulaiman bin Amr An-Nakha’i adl orang Baghdad yg secara lahiriyah merupakan orang shalih, sayangnya dia memalsu hadits”. Keterangan ini bisa kita dpt di dalam kitab Al-Majruhin minal muhadditsin wadhdhu’afa wal-matrukin. Juga bisa kita dapati di dalam kitab Mizanul I’tidal.

Rasanya keterangan tegas dari para ahli hadits senior tentang kepalsuan hadits ini sudah cukup lengkap, maka kita tdk perlu lagi ragu-ragu utk segera membuang ungkapan ini dari dalil-dalil kita. Dan tdk benar bahwa tidurnya orang puasa itu merupakan ibadah.

Oleh karena itu, tindakan sebagian saudara kita utk byk -banyak tidur di tengah hari bulan Ramadhan dengan alasan bahwa tidur itu ibadah, jelas-jelas tdk ada dasarnya. Apalagi mengingat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tdk pernah mencontohkan utk menghabiskan waktu siang hari utk tidur.

Kalau pun ada istilah qailulah, maka prakteknya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya sejenak memejamkan mata. Dan yg namanya sejenak, paling-paling hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Tidak berjam-jam sampai meninggalkan tugas & pekerjaan.

Rabu, 09 Juli 2014

Memilih Pemimpin

Menurut Imam al-Mawardi, ada dua fungsi utama kepemimpinan yang menunjukkan pentingnya kepemimpinan itu,  yaitu menjaga agama (khirasat al-din) dan mengelola urusan dunia (siyasat al-din).

Maka memilih pemimpin atau membangun kepemimpinan (nashb al-imamah), bagi pakar hukum tatanegara Islam ini, wajib hukumnya, baik secara syar`i maupun `aqli.

Dalam bahasa Arab, memilih itu disebut al-Ikhtiyar, berasal dari kata khair, yang secara harfiah berarti baik [terbaik].
Jadi, memilih itu adalah kegiatan mencari dan menetapkan sesuatu yang terbaik (making the best choice). Untuk itu, pemilih mesti memiliki dan memenuhi persyaratan-persyaratan.

Persyaratan yang mula-mula bagi pemilih, menurut al-Mawardi, adalah adil dalam pengertian yang sebenarnya (al-jami`ah li syuruthiha).

Adil di sini berarti pemilih memiliki moral dan keluhuran budi pakerti, sehingga ia tidak memihak kepada calon tertentu, tetapi memberikan penilain secara jujur dan objektif kepada semua calon.

Adil juga berarti menjatuhkan pilihan [setelah melakukan penilain] kepada calon yang dianggap terbaik, tanpa bisa dipengaruhi oleh money politic alias tak bisa dibeli dan disuap.

Menjatuhkan pilihan karena uang (suap) adalah tindakan tercela bahkan terkutuk. Rasulullah SAW mengutuk penyuap dan yang disuap (la`natulllah `ala al-Rasyi wa al-Murtasyi). (HR.  Abu Dauda, Thirmidzi, dan Nasa’i).

Pesyaratan berikutnya ialah pemilih mesti mengetahui dengan pasti siapa yang akan dipilih. Jangan sampai ia memilih kucing dalam karung.

Pengetahuan ini, menurut al-Mawardi, harus mengantar pemilih menjatuhkan pilihan kepada orang yang tepat atau orang yang ashlah, yaitu orang yang akan membawa kebaikan lebih besar bagi kemajuan bangsa.

Ada beberapa hal yang mesti diketahui pemilih. Pertama, visi, misi dan program sang calon. Kedua, komitmen dan kesungguhannya.

Ketiga, kapabilitasnya dalam ikhtiar mewujudkan visi dan misi. Ini terkait dengan keterampilan manajemen dan kepemimpinan sang calon. Keempat, track record (rekam jejak)-nya.

Pada era sekarang, pemimpin bukan dewa atau ratu piningit yang turun dari kayangan. Ia sejatinya manusia biasa, anggota dari masyarakat, dengan sedikit kelebihan baik secara moral, intelektual, maupun spiritual. Karena itu, rekam jejaknya mesti jelas.

Persyaratan yang berikutnya lagi ialah pemilih mesti cerdas (waras) dan arif. Dengan cerdas, pemilih benar-benar menggunakan hak pilihnya secara benar dan penuh rasa tanggung jawab untuk kemaslahatan bangsa.

Ia tidak menjadi golongan putih (golput), dan tidak pula menjadi petualang atau pengacau yang memancing di air keruh hanya untuk memenuhi syahwat politiknya sendiri.
Dengan arif, ia ikut serta menciptakan suasana yang kondusif agar pemilihan pimpinan berjalan damai dan sukses.

Terakhir, pemilih seyogiyanya berdoa kepada Allah SWT, memohon bimbingan dan petunjuk-Nya, agar pilihannya tepat.
Firman Allah: Katakanlah: "Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali Imran [3]: 26). Wallahu a`lam!
 
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: A Ilyas Ismail

Senin, 07 Juli 2014

Bukti (Fakta) Lailatul Qodar yang disembunyikan NASA

Siklus satu tahunan (Hijriyah) bernilai 1000 x bulan purnama dan malam yang nilainya 1000 bulan purnama adalah Lailatul Qadar atau malam seribu bulan. Sedangkan Lailatul Qadar terjadi di bulan Ramadhan. Jadi, siklus badai matahari yang berulang setiap tahunan (Hijriyah) terjadi setiap buan Ramadhan. Itulah sebabnya sejarah para Nabi menunjukkan bahwa mereka senang merenungkan hakikat kehidupan, bertapa, pada setiap bulan.

Sayangnya fakta ilmiah tentang Lailatul Qodar tersebut ditutupi oleh NASA, lembaga antariksa yang berpusat di Amerika. Kepala lembaga Mukjizat Ilmiah Al-Qur’an dan Sunnah di Mesir, Dr. Abdul Basith As-Sayyid menegaskan bahwa Badan Nasional Antariksa Amerika (NASA) telah menyembunyikan kepada dunia bukti empiris ilmiah tentang (malam) Lailatul Qodar.Menurutnya sesuai dengan hadits Nabi bahwa malam Lailatul Qodar adalah “baljah”; tingkat suhunya sedang, tidak ada bintang atau meteor jatuh ke atmosfer bumi, dan paginya matahari keluar tanpa radiasi cahaya. Sayyid menegaskan bahwa setiap hari-hari biasa ada 10 bintang dan 20 ribu meteor jatuh ke atmosfer bumi, kecuali malam Lailatul Qodar dimana tidak ada radiasi cahaya sekalipun. Hal ini sudah pernah ditemukan Badan Antariksa NASA 10 tahun lalu. Namun mereka enggan mempublikasikannya dengan alas an agar non-muslim tidak tertarik masuk Islam. Pernyataan ini mengutip ucapan seorang pakar di NASA Carner, seperti yang dikutip oleh harian Al-Wafd Mesir.

Dr. Abdul Basith As-Sayyid dalam sebuah program TV Mesir menegaskan, pakar Carner akhirnya masuk Islam dan harus kehilangan jabatannya di NASA. Ini bukan pertama kalinya, NASA mendapatkan kritikan dari pakar Islam. Pakar geologi Islam, Zaglol Najajr, pernah menegaskan bahwa NASA me-remove satu halaman situs resminya yang di publish selama 21 hari. Halaman itu tentang hasil ilmiah yakni cahaya aneh yang tidak terbatas dari Ka’bah di Baitullah ke Baitul Makmur di langit.     

Kalau saja NASA mempublikasikan saat tidak ada bintang dan meteor, pasti memudahkan orang Islam dalam mengetahui malam Lailatul Qodar!