Sabtu, 23 Desember 2017

Fitnah

Rasulullah SAW memberikan peringatan keras kepada umat Muslim akan bahaya memfitnah kehormatan seseorang dan mengungkapkan kesalahan-kesalahan mereka tanpa bukti kuat. 

Nabi SAW lantas mengingatkan orang yang melakukan hal-hal itu dengan ringan (maka kesalahan-kesalahan) dirinya akan ditampakkan. Bahkan meski ia bersembunyi di tempat paling tersembunyi sekalipun. 

Oleh karena itu, Dr Muhammad  al-Hasyimi berpendapat, Muslim sejati hendaknya memperhatikan sabda Nabi SAW ketika beliau ditanya, ''Siapakah Muslim yang terbaik ya Rasulullah?'' Beliau menjawab, ''Seseorang yang selamat dari lidah dan tangannya.'' (Muttafaq'alaih) 

Umat dianjurkan memerangi pergunjingan. Ia melindungi saudara Muslimnya yang tidak hadir, ketika ada fitnah yang membicarakannya. Ini sesuai petunjuk Nabi SAW agar umat melindungi kehormatan saudaranya dari fitnah, dan Allah SWT akan melindunginya dari api neraka. 

Adapun dalam pandangan Syekh Yusuf al-Qardhawi, orang yang difitnah atau dituduh dengan semena-mena, bisa membela diri. Ia mempunyai hak untuk meneriakkan kebenaran, bahkan Allah SWT membolehkan baginya hal yang tidak dibolehkan bagi orang lain, demi menjaga posisinya dalam masyarakat dan membela kehormatannya. 

Lebih jauh, Dr Muhammad, mengatakan, kelemahan-kelemahan manusia tidak akan hilang dengan mengungkapkan kesalahan-kesalahan orang, namun dengan menjelaskan hal-hal ini kepada mereka dengan cara yang lebih baik, menganjurkan ketaatan, dan melarang perbuatan salah. 

Semua dilakukan tanpa kekerasan dan konfrontatif. ''Sebuah pendekatan yang lembut dan melembutkan hati sekaligus membukakan pikiran.'' 

Bahaya FITNAH

Belakangan ata 'fitnah' sedang menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat. Fitnah memang perlu diwaspadai dan dijauhi setiap Muslim, karena bisa menimbulkan dampak luar biasa bagi korbannya.

Dalam Alquran surat al-Baqarah ayat 217 Allah SWT berfirman, ''...Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh...'' Islam mengecam perbuatan fitnah. Petunjuk Alquran dan sunah jelas-jelas memerintahkan umat agar menjauhi fitnah terutama untuk menjaga ketenteraman di tengah komunitas. 

Alquran dan sunah juga memperingatkan akan beratnya siksa bagi orang-orang yang memfitnah atas kehormatan seseorang, dan mengatakan tentang kesalahan-kesalahan tersembunyi mereka. ''Mereka yang suka melihat keburukan yang disiarkan di antara orang-orang beriman, (maka) akan memiliki akhir yang sangat buruk dalam kehidupan ini dan akhirat..'' (QS an Nur [24] : 19) 

Ali bin Abi Thalib RA pernah menyebut orang yang membiarkan lidahnya bebas tak terkendali dalam menyebarkan keburukan dalam masyarakat adalah pendosa besar. ''Orang yang mengatakan sesuatu keburukan dan orang yang membiarkannya adalah sama-sama berdosa,'' ujar  Khalifah Ali. 

Karena besarnya dampak yang ditimbulkan, fitnah pun sangat dicela agama. Menurut Dr Muhammad al-Hasyimi, individu dalam masyarakat Muslim adalah bijaksana dan sederhana. Ia menghindari semua persoalan yang tidak penting, memiliki karakter mulia, serta berterima kasih kepada ajaran Islam. 

''Itu semua ditujukan untuk menentang fitnah dan untuk memelihara dari dosa menyebarluaskan keburukan orang, apakah ia menjadi dosanya sendiri atau sesuatu yang ia dengar atau lihat pada sebagian orang lain,'' ujarnya dalam buku /Hidup Saleh Dengan Nilai-nilai Spiritual Islam/. 

Ada beberapa hal yang patut dihindari umat terkait fitnah. Antara lain, jangan mencari-cari kesalahan Muslim, memata-matai mereka, atau mengungkapkan dan menyebarkan kelemahan dan kekurangan mereka.

Dr Muhammad menjelaskan, tindakan-tindakan itu akan menyakiti orang yang kepadanya hal-hal tersebut ditujukan. Akibatnya kemudian, keresahan merebak di masyarakat di mana ia tinggal. 

''Karena fitnah dan tuduhan tidak menyebar dalam masyarakat, kecuali membawa perpecahan dan ketiadaan moral; dosa dianggap ringan, kebencian penuh, konspirasi berlimpah, kedengkian tetap, juga kecurangan tersebar luas,'' paparnya menegaskan.


BAHAYA PENYEBAR FITNAH

Penyebar fitnah bukan hanya dari orang kafir saja, namun juga sesama muslim. dan yang kedua inilah yang justru berbahaya, sebab akan menjadikan perpecahan di kalangan umat muslim khususnya. bahkan mereka memakai topeng ayat dan sunnah serta orang awam yang ingin kembali kepada sunnah. dan tak jarang mereka menyudutkan tokoh2 tanpa ilmu dan pengetahuan yang ada. hingga terjadi pro kontra antar umat/jamaahnya.
Karena itu Rosululloh Saw, mengingatkan kita agar berhati-hati kepada Da'i yang berada di ambang pintu Jahanam, mereka adalah manusia yang mengaku beragama Islam.
Semestinya tokoh Umat Islam inisenan bila ada orang yang gberpegang dan mengamalkan Islam. bukan malah sebaliknya,
Rosululloh Saw.bersabda :
" MAKA SESUNGGUHNYA DARAHMU DAN HARTAMU HARAM DIGANGGU SEBAGAIMANA HARAMNYA KAMU MENGGANGGU SAUDARAMU PADA HARI INI ( AROFAH ), PADA BULAN INI ( DZULHIJAH ) DAN DI NEGRI INI ( MAKKAH ), SAMPAI ENGKAU MENJUMPAI ROBBMU"
HR. BUKHORI . 6/412

Wahai penyebar fitnah !
hendaklah kalian waspada. bisa jadi kalian lolos dari hukuman dunia, akan tetapi ingatlah siksaan di akhirat lebih dan lebih hina.

Agar kita tidak menjadi penggunjing dan pemfitnah, mari kita perhatiak bahayanya :

* PENYEBAR FITNAH AKAN MENDAPAT SIKSAAN.
firman Allah Ta'ala.:
" sesungguhnya orang-orang yang ingin agar ( berita ) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagimereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.
Dan Allah mengetahu, sedang kamu tidak mengetahi.
QS. an-Nur : 19

*DIA MEMIKUL KEBOHONGAN DAN DOSA YANG NYATA.
Allah Ta'ala berfirman :
" Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata."
QS. al-Ahzab : 58

*MELENYAPKAN AMAL BAIKNYA APABILA PERKARANYA TIDAK DISELESAIKAN DI DUNIA.
Dari Abu Huroiroh ra. Rosululloh Saw. bersabda :
" Barang siapa yang dirinya merasa mendholimi saudaranya, hendaklah dia membebaskannya, karena tidaklah di san dia memiliki satu dinar dan satu dirham berupa kebaikan melainkan akan diambil oleh saudaranya, maka jika ia tidak memiliki kebaikan, akan diambilkan dosa saudaranya lalu dilemparkan kepada dirinya."
HR. Bukhori : 2269.

*PENYEBAR KEBOHONGAN TANDA INGKARUL QUR'AN ( mengingkari al-Quran )
Sebagaimana firman Allah Ta'ala :
" Sesungguhnya yang meng ada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta."
QS. an-Nahl : 105.

* LEBIH BERAT DOSANYA DARIPADA PEMAKAN RIBA'.
Rosululloh Saw, bersabda :
" Sesungguhnya paling beratnya dosa riba orang yang selalu melecehkan kehormatan orang muslim tanpa dalil yang benar."
HR. Abu Dawud : 14/163, bersumber dr Sa'id bin Zaid.

Jika perlu riba' memakan harta riba', maka orang yang memfitnah itu sama halnya dengan memakan daging saudaranya yang mati.
lihat QS. al-Hujorot : 12.

* PEMFITNAH BERARTI MENTEROR SAUDARANYA.
Rosululloh Saw. bersabda :
" Tidaklah halal seorang muslim meneror seorang muslim lainnya."
HR. Abu Dawud : 14/344

*PENYEBAR BERITA FITNAH HENDAKNYA TAKUT AKAN AZAB ALLAH TA'ALA.
Karena sesungguhnya tidaklah satu kalimat yang keluar dari mulutnya melainkan malaikat mencatatnya.
Allah Ta'ala berfirman :
" Tidaklah suatu ucap-an pun yang di ucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir."
QS. Qof : 18.

Semoga Allah Ta'ala menyelamatkan k9ita dari bal;ak fitnah dan dari memfitnah.
dan hanya kepada Allah-lah kita memohon, semoga risalah ini bisa memberikan manfaat bagi kaum muslimin dan menjadikannya ikhlas mengharap Wajah-Nya yang Mulia. Aamiin.!

Rabu, 29 November 2017

Misteri Jin Qorin, Pendamping Manusia

Qorin adalah Jin yang mendampingi manusia ketika hidup didunia. Qorin adalah perwujudan dari nafsu manusia itu sendiri. Qorin akan mengikuti segala macam tingkah emosional kita. Apabila manusia itu akhlaknya kurang baik maka wujudnya biasanya juga kurang menyenangkan/ buruk rupa
Qorin umumnya akan membelenggu serta mempengaruhi manusia agar terjatuh ke jalan sesat.
Begitu juga sebaliknya, apabila manusia itu akhlaknya baik maka qorin akan berwujud baikdan berwajah rupawan. Ia juga bisa mempengaruhi manusia untuk berbuat baik di jalan yang diridhoi Allah SWT.
Hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Hadits riwayat Imam Muslim :
Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap orang di antara kalian telah diutus untuknya seorang qorin (pendamping) dari golongan jin. Lalu Para sahabat bertanya, “Termasuk Anda, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab,
وَإِيايَ إِلا أَن الله أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلا يَأْمُرنِي إِلا بِخَيْرٍ
“Termasuk saya, hanya saja Allah membantuku untuk menundukkannya, sehingga dia masuk Islam. Karena itu, dia tidak memerintahkan kepadaku kecuali yang baik.”
Qorin akan menyertai manusia sejak lahir hingga matinya. Dan ketika manusia yang disertainya telah meninggal maka jin tersebut pun meninggalkannya dan tidak diketahui kemana perginya. Keberadaan Qorin telah ditegaskan di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surat Qoof;
قَالَ قَرِينُهُ رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَكِن كَانَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ
Qorin (yang menyertai dia) berkata (pula): “Ya Tuhan kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh”.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
“Tidaklah salah seorang dari kalian, kecuali dikuasakan kepadanya Qorinnya dari bangsa jin”. Para sahabat bertanya, “Termasuk Engkau wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ya, termasuk aku. Hanya saja Allah telah menolongku atasnya sehingga ia tunduk dan ia tidak memerintahku kecuali kebaikan.” (HR. Ahmad)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajid menjelaskan, “Berdasarkan perenungan terhadap berbagai dalil dari Alquran dan sunah dapat disimpulkan bahwa tidak ada tugas bagi jin qorin selain menyesatkan, mengganggu, dan membisikkan was-was. Godaan jin qorin ini akan semakin melemah, sebanding dengan kekuatan iman pada diri seseorang.” (Fatawa Islam, tanya jawab, no. 149459)
Keberadaan Qorin menyertai manusia adalah untuk memperdayainya dan berusaha menyesatkannya sepanjang hidup manusia agar menjauhkannya dari kebaikan dan menjerumuskannya ke dalam dosa dan kemaksiatan. Qorin selalu membujuk manusia melakukan perbuatan munkar, meninggalkan yang ma’ruf dan amal shaleh.
Bila seseorang memiliki agama yang kuat dan keimanan yang mendalam, maka penguasaan Qorin pada dirinya menjadi lemah dan tidak berdaya. Karena syetan jin hanya bisa menggoda manusia disaat ia dalam keadaan selemah-lemah iman. Allah berfirman;
وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَـٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az-Zuhruf : 36)
Qorin syetan memiliki kemampuan dan ciri-ciri diberikan Allah kepadanya. Ia memiliki kemampuan bergerak dengan cepat tanpa diketahui oleh manusia. Dan manusia tidak bisa melihat wujud jin Qorin yang menyertainya kecuali sekedar penampakan yang tentu bukan wujud asli jin Qorin tersebut.
Namun kemampuan jin Qorin memiliki batasan-batasan, artinya ia tidak bisa menimpakan mudhorot secara fisik kepada manusia yang disertainya kecuali atas kehendak Allah Azza wa Jalla. Mereka diciptakan oleh Allah dari api dan kita diciptakan dari tanah. Dan Allah lah yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengendalikan mereka termasuk mengendalikan kita.
Bila manusia telah meninggal, jin Qorin yang menyertainya tidak ikut berpindah ke kuburan karena kepentingannya bersama manusia yang dia sertai telah berhenti dengan kematian manusia itu sendiri.
Hikmah dibalik dikuasakannya jin Qorin oleh Allah kepada manusia adalah untuk menguji manusia sejauh mana upaya manusia memohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan dan untuk menguji kadar keimanan dan ketakwaannya kepada Allah Azza wa Jalla.
Cara Melindungi Diri dari Jin Qorin
Banyaklah berdzikir dan memohon perlindungan kepada Allah. Jika kita sungguh-sungguh melakukan hal ini, insyaaAllah, akan datang perlindungan dari Sang Kuasa. Allah berfirman,
وَإِمَّا يَنَزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Apabila setan menggodamu maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-A’raf: 200)
Dalam Tafsir As-Sa’di dinyatakan, “Kapanpun, dan dalam keadaan apapun, ketika setan menggoda Anda, dimana Anda merasakan adanya bisikan, menghalangi Anda untuk melakukan kebaikan, mendorong Anda untuk berdosa, atau membangkitkan semangat Anda untuk maksiat maka berlindunglah kepada Allah, sandarkan diri Anda kepada Allah, mintalah perlindungan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar terhadap apa yang anda ucapkan dan Maha Mengetahui niat Anda, kekuatan dan kelemahan Anda. Dia mengetahui kesungguhan Anda dalam bersandar kepada-Nya, sehingga Dia akan melindungi Anda dari godaan dan was-was setan. (Taisir Karimir Rahman, Hal.313)

Jumat, 24 November 2017

Hukum me-lafadz-kan Niat

Sahabat –Al Faruq- Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu berkata,”Saya mendengar Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya’.” (HR. Bukhari & Muslim). Inilah hadits yang menunjukkan bahwa amal seseorang akan dibalas atau diterima tergantung dari niatnya.
Setiap Orang Pasti Berniat Tatkala Melakukan Amal
Niat adalah amalan hati dan hanya Allah Ta’ala yang mengetahuinya. Niat itu tempatnya di dalam hati dan bukanlah di lisan, hal ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama sebagaimana yang dinukil oleh Ahmad bin Abdul Harim Abul Abbas Al Haroni dalam Majmu’ Fatawanya.
Setiap orang yang melakukan suatu amalan pasti telah memiliki niat terlebih dahulu. Karena tidak mungkin orang yang berakal yang punya ikhtiar (pilihan) melakukan suatu amalan tanpa niat. Seandainya seseorang disodorkan air kemudian dia membasuh kedua tangan, berkumur-kumur hingga membasuh kaki, maka tidak masuk akal jika dia melakukan pekerjaan tersebut -yaitu berwudhu- tanpa niat. Sehingga sebagian ulama mengatakan,”Seandainya Allah membebani kita suatu amalan tanpa niat, niscaya ini adalah pembebanan yang sulit dilakukan.”
Apabila setan membisikkan kepada seseorang yang selalu merasa was-was dalam shalatnya sehingga dia mengulangi shalatnya beberapa kali. Setan mengatakan kepadanya,”Hai manusia, kamu belum berniat”. Maka ingatlah,”Tidak mungkin seseorang mengerjakan suatu amalan tanpa niat. Tenangkanlah hatimu dan tinggalkanlah was-was seperti itu.”(Lihat Syarhul Mumthi, I/128 dan Al Fawa’id Dzahabiyyah, hal.12)
Melafadzkan Niat
Masyarakat kita sudah sangat akrab dengan melafalkan niat (maksudnya mengucapkan niat sambil bersuara keras atau lirih) untuk ibadah-ibadah tertentu. Karena demikianlah yang banyak diajarkan oleh ustadz-ustadz kita bahkan telah diajarkan di sekolah-sekolah sejak Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi. Contohnya adalah tatkala hendak shalat berniat ’Usholli fardhol Maghribi …’ atau pun tatkala hendak berwudhu berniat ’Nawaitu wudhu’a liraf’il hadatsi …’. Kalau kita melihat dari hadits di atas, memang sangat tepat kalau setiap amalan harus diawali niat terlebih dahulu. Namun apakah niat itu harus dilafalkan dengan suara keras atau lirih?!
Secara logika mungkin dapat kita jawab. Bayangkan berapa banyak niat yang harus kita hafal untuk mengerjakan shalat mulai dari shalat sunat sebelum shubuh, shalat fardhu shubuh, shalat sunnah dhuha, shalat sunnah sebelum dzuhur, dst. Sangat banyak sekali niat yang harus kita hafal karena harus dilafalkan. Karena ini pula banyak orang yang meninggalkan amalan karena tidak mengetahui niatnya atau karena lupa. Ini sungguh sangat menyusahkan kita. Padahal Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Sesungguhnya agama itu mudah.” (HR. Bukhari)
Ingatlah setiap ibadah itu bersifat tauqifiyyah, sudah paketan dan baku. Artinya setiap ibadah yang dilakukan harus ada dalil dari Al Qur’an dan Hadits termasuk juga dalam masalah niat.
Setelah kita lihat dalam buku tuntunan shalat yang tersebar di masyarakat atau pun di sekolahan yang mencantumkan lafadz-lafadz niat shalat, wudhu, dan berbagai ibadah lainnya, tidaklah kita dapati mereka mencantumkan ayat atau riwayat hadits tentang niat tersebut. Tidak terdapat dalam buku-buku tersebut yang menyatakan bahwa lafadz niat ini adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan sebagainya.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitab beliau Zaadul Ma’ad, I/201, ”Jika seseorang menunjukkan pada kami satu hadits saja dari Rasul dan para sahabat tentang perkara ini (mengucapkan niat), tentu kami akan menerimanya. Kami akan menerimanya dengan lapang dada. Karena tidak ada petunjuk yang lebih sempurna dari petunjuk Nabi dan sahabatnya. Dan tidak ada petunjuk yang patut diikuti kecuali petunjuk yang disampaikan oleh pemilik syari’at yaitu Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam.”  Dan sebelumnya beliau mengatakan mengenai petunjuk Nabi dalam shalat,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak mendirikan shalat maka beliau mengucapkan : ‘Allahu Akbar’. Dan beliau tidak mengatakan satu lafadz pun sebelum takbir dan tidak pula melafadzkan niat sama sekali.”
Maka setiap orang yang menganjurkan mengucapkan niat wudhu, shalat, puasa, haji, dsb, maka silakan tunjukkan dalilnya. Jika memang ada dalil tentang niat tersebut, maka kami akan ikuti. Dan janganlah berbuat suatu perkara baru dalam agama ini yang tidak ada dasarnya dari Nabi. Karena Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,” Barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak ada dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim). Dan janganlah selalu beralasan dengan mengatakan ’Niat kami  kan baik’, karena sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ’anhuma mengatakan,”Betapa banyak orang menginginkan kebaikan, namun tidak mendapatkannya.” (HR. Ad Darimi, sanadnya shahih, lihat Ilmu Ushul Bida’, hal. 92)
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat wa shallallahu ’ala Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Tulisan sederhana di masa Islam, diterbitkan oleh Buletin Dakwah At Tauhid
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal


Sumber : https://rumaysho.com/934-hukum-melafadzkan-niat-usholli-nawaitu-2.html

Kamis, 16 November 2017

Sejarah Kelam Maulid Nabi

===== SEJARAH KELAM MAULID NABI =====
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal


Jika kita menelusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak kita temukan pada masa sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan empat Imam Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad), padahal mereka adalah orang-orang yang sangat cinta dan mengagungkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling paham mengenai sunnah Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan paling semangat dalam mengikuti setiap ajaran beliau.

Perlu diketahui pula bahwa -menurut pakar sejarah yang terpercaya-, yang pertama kali mempelopori acara Maulid Nabi adalah Dinasti ‘Ubaidiyyun atau disebut juga Fatimiyyun (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah). Sebagai buktinya adalah penjelasan berikut ini.

Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” (Al Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 145-146)

Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.

Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun). (Dinukil dari Al Maulid, hal. 20)

Fatimiyyun yang Sebenarnya

Kebanyakan orang belum mengetahui siapakah Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun. Seolah-olah Fatimiyyun ini adalah orang-orang sholeh dan punya i’tiqod baik untuk mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi senyatanya tidak demikian. Banyak ulama menyatakan sesatnya mereka dan berusaha membongkar kesesatan mereka.

Al Qodhi Al Baqillaniy menulis kitab khusus untuk membantah Fatimiyyun yang beliau namakan “Kasyful Asror wa Hatkul Astar (Menyingkap rahasia dan mengoyak tirai)”. Dalam kitab tersebut, beliau membuka kedok Fatimiyyun dengan mengatakan, “Mereka adalah suatu kaum yang menampakkan pemahaman Rafidhah (Syi’ah) dan menyembunyikan kekufuran semata.”

Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni Ad Dimasqiy mengatakan, “Tidak disangsikan lagi, jika kita melihat pada sejarah kerajaan Fatimiyyun, kebanyakan dari raja (penguasa) mereka adalah orang-orang yang zholim, sering menerjang perkara yang haram, jauh dari melakukan perkara yang wajib, paling semangat dalam menampakkan bid’ah yang menyelisihi Al Kitab dan As Sunnah, dan menjadi pendukung orang munafik dan ahli bid’ah. Perlu diketahui, para ulama telah sepakat bahwa Daulah Bani Umayyah, Bani Al ‘Abbas (‘Abbasiyah) lebih dekat pada ajaran Allah dan Rasul-Nya, lebih berilmu, lebih unggul dalam keimanan daripada Daulah Fatimiyyun. Dua daulah tadi lebih sedikit berbuat bid’ah dan maksiat daripada Daulah Fatimiyyun. Begitu pula khalifah kedua daulah tadi lebih utama daripada Daulah Fatimiyyun.”

Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Bani Fatimiyyun adalah di antara manusia yang paling fasik (banyak bermaksiat) dan paling kufur.” (Majmu’ Fatawa, 35/127)

Apakah Fathimiyyun Memiliki Nasab sampai Fatimah?

Bani Fatimiyyun atau ‘Ubaidiyyun juga menyatakan bahwa mereka memiliki nasab (silsilah keturunan) sampai Fatimah. Ini hanyalah suatu kedustaan. Tidak ada satu pun ulama yang menyatakan demikian.

Ahmad bin ‘Abdul Halim juga mengatakan dalam halaman yang sama,  “Sudah diketahui bersama dan tidak bisa disangsikan lagi bahwa siapa yang menganggap mereka di atas keimanan dan ketakwaan atau menganggap mereka memiliki silsilah keturunan sampai Fatimah, sungguh ini adalah suatu anggapan tanpa dasar ilmu sama sekali. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al Israa’: 36). Begitu juga Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali orang yang bersaksi pada kebenaran sedangkan mereka mengetahuinya.” (QS. Az Zukhruf: 86). Allah Ta’ala juga mengatakan saudara Yusuf (yang artinya), “Dan kami hanya menyaksikan apa yang kami ketahui.” (QS. Yusuf: 81). Perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun ulama yang menyatakan benarnya silsilah keturunan mereka sampai pada Fatimah.”

Begitu pula Ibnu Khallikan mengatakan, “Para ulama peneliti nasab mengingkari klaim mereka dalam nasab [yang katanya sampai pada Fatimah].” (Wafayatul A’yan, 3/117-118)

Perhatikanlah pula perkataan Al Maqrizy di atas, begitu banyak perayaan yang dilakukan oleh Fatimiyyun dalam setahun, kurang lebih ada 25 perayaan. Bahkan lebih parah lagi mereka juga mengadakan perayaan hari raya orang Majusi dan Nashrani yaitu hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), dan hari Al Khomisul ‘Adas (perayaan tiga hari selelum Paskah). Ini pertanda bahwa mereka jauh dari Islam. Bahkan perayaan-perayaan maulid yang diadakan oleh Fatimiyyun tadi hanyalah untuk menarik banyak masa supaya mengikuti madzhab mereka. Jika kita menilik aqidah mereka, maka akan nampak bahwa mereka memiliki aqidah yang rusak dan mereka adalah pelopor dakwah Batiniyyah yang sesat. (Lihat Al Bida’ Al Hawliyah, 146, 158)

‘Abdullah At Tuwaijiriy mengatakan, “Al Qodhi Abu Bakr Al Baqillaniy dalam kitabnya ‘yang menyingkap rahasia dan mengoyak tirai Bani ‘Ubaidiyyun’, beliau menyebutkan bahwa Bani Fatimiyyun adalah keturunan Majusi. Cara beragama mereka lebih parah dari Yahudi dan Nashrani. Bahkan yang paling ekstrim di antara mereka mengklaim ‘Ali sebagai ilah (Tuhan yang disembah) atau ada sebagian mereka yang mengklaim ‘Ali memiliki kenabian. Sungguh Bani Fatimiyyun ini lebih kufur dari Yahudi dan Nashrani.

Al Qodhi Abu Ya’la dalam kitabnya Al Mu’tamad menjelaskan panjang lebar mengenai kemunafikan dan kekufuran Bani Fatimiyyun. Begitu pula Abu Hamid Al Ghozali membantah aqidah mereka dalam kitabnya Fadho-ihul Bathiniyyah (Mengungkap kesalahan aliran Batiniyyah).” (Al Bida’ Al Hawliyah, 142-143)

Inilah sejarah yang kelam dari Maulid Nabi. Namun, kebanyakan orang tidak mengetahui sejarah ini atau mungkin sengaja menyembunyikannya. Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:

Pertama: Maulid Nabi tidak ada asal usulnya sama sekali dari salafush sholeh. Tidak kita  temukan pada sahabat atau para tabi’in yang merayakannya, bahkan dari imam madzhab.

Kedua: Munculnya Maulid Nabi adalah pada masa Daulah Fatimiyyun sekitar abad tiga Hijriyah. Daulah Fatimiyyun sendiri dibinasakan oleh Shalahuddin Al Ayubi pada tahun 546 H.

Ketiga: Fatimiyyun memiliki banyak penyimpangan dalam masalah aqidah sampai aliran ekstrim di antara mereka mengaku Ali sebagai Tuhan. Fatimiyyun adalah orang-orang yang gemar berbuat bid’ah, maksiat dan  jauh dari ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya.

Keempat: Merayakan Maulid Nabi berarti telah mengikuti Daulah Fatimiyyun yang pertama kali memunculkan perayaan maulid. Dan ini berarti telah ikut-ikutan dalam tradisi orang yang jauh dari Islam, senang berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunannya, telah menyerupai di antara orang yang paling fasiq dan paling kufur. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hdayah.

Keutamaan Membaca Surat Al Kahfi pada hari Jumat

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi Pada Hari Jum'at

Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Hari Jum’at merupakan hari yang mulia. Bukti kemuliaannya, Allah mentakdirkan beberapa kejadian besar pada hari tersebut. Dan juga ada beberapa amal ibadah yang dikhususkan pada malam dan siang harinya, khususnya pelaksanaan shalat Jum’at berikut amal-amal yang mengiringinya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ

"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. . . . " (HR. Abu Dawud, an Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dari hadits Aus bin Aus)

Amal Khusus di Hari Jum'at

Pada dasarnya, tidak dibolehkan menghususkan ibadah tertentu pada malam Jum’at dan siang harinya, berupa shalat, tilawah, puasa dan amal lainnya yang tidak biasa dikerjakan pada hari-hari selainnya. Kecuali, ada dalil khusus yang memerintahkannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Nabishallallaahu 'alaihi wasallam bersabda;

لَا تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي ، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ ، إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ

“Janganlah menghususkan malam Jum’at untuk mengerjakan shalat dari malam-malam lainnya, dan janganlah menghususkan siang hari Jum’at untuk mengerjakan puasa dari hari-hari lainnya, kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang kalian.” (HR. Muslim, al-Nasai, al-Baihaqi, dan Ahmad)

Membaca Surat Al-Kahfi

Salah satu amal ibadah khusus yang diistimewakan pelakasanaannya pada hari Jum’at adalah membaca surat Al-Kahfi. Berikut ini kami sebutkan beberapa dalil shahih yang menyebutkan perintah tersebut dan keutamaannya.

1. Dari Abu Sa'id al-Khudri radliyallahu 'anhu, dari Nabishallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ

"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara dirinya dia dan Baitul 'atiq." (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, no. 736)

2. Dalam riwayat lain masih dari Abu Sa’id al-Khudriradhiyallahu 'anhu,

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ أَضَآءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ

"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249. Ibnul Hajar mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, “Hadits hasan.” Beliau menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits paling kuat tentang surat Al-Kahfi. Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih al-Jami’, no. 6470)

3. Dari Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, berkata: Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمْعَةِ سَطَعَ لَهُ نُوْرٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمِهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءَ يُضِيْءُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ

“Siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit, akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua jumat.”

Al-Mundziri berkata: hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Mardawaih dalam tafsirnya dengan isnad yang tidak apa-apa. (Dari kitab at-Targhib wa al- Tarhib: 1/298)”

Kapan Membacanya?

Sunnah membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada hari Jum’atnya. Dan malam Jum’at diawali sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis. Kesempatan ini berakhir sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’atnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at.

Imam Al-Syafi'i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan bahwa membaca surat al-Kahfi bisa dilakukan pada malam Jum'at dan siangnya berdasarkan riwayat tentangnya. (Al-Umm, Imam al-Syafi'i: 1/237).

Mengenai hal ini, al-Hafidzh Ibnul Hajar rahimahullaahmengungkapkan dalam Amali-nya: Demikian riwayat-riwayat yang ada menggunakan kata “hari” atau “malam” Jum’at. Maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud “hari” temasuk malamnya. Demikian pula sebaliknya, “malam” adalah malam jum’at dan siangnya. (Lihat: Faidh al-Qadir: 6/199).

DR Muhammad Bakar Isma’il dalam Al-Fiqh al Wadhih min al Kitab wa al Sunnah menyebutkan bahwa di antara amalan yang dianjurkan untuk dikerjakan pada malam dan hari Jum’at adalah membaca surat al-Kahfi berdasarkan hadits di atas. (Al-Fiqhul Wadhih minal Kitab was Sunnah, hal 241).

Kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari Jum’at.

Keutamaan Membaca Surat Al-Kahfi di Hari Jum’at

Dari beberapa riwayat di atas, bahwa ganjaran yang disiapkan bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada siang harinya akan diberikan cahaya (disinari). Dan cahaya ini diberikan pada hari kiamat, yang memanjang dari bawah kedua telapak kakinya sampai ke langit. Dan hal ini menunjukkan panjangnya jarak cahaya yang diberikan kepadanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ

“Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka.” (QS. Al-Hadid: 12)

Balasan kedua bagi orang yang membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at berupa ampunan dosa antara dua Jum’at. Dan boleh jadi inilah maksud dari disinari di antara dua Jum’at. Karena nurr (cahaya) ketaatan akan menghapuskan kegelapan maksiat, seperti firman Allah Ta’ala:

إن الحسنات يُذْهِبْن السيئات

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (QS. Huud: 114)

Surat Al-Kahfi dan Fitnah Dajjal

Manfaat lain surat Al-Kahfi yang telah dijelaskan Nabishallallahu 'alaihi wasallam adalah untuk menangkal fitnah Dajjal. Yaitu dengan membaca dan menghafal beberapa ayat dari surat Al-Kahfi. Sebagian riwayat menerangkan sepuluh yang pertama, sebagian keterangan lagi sepuluh ayat terakhir.

Imam Muslim meriwayatkan dari hadits al-Nawas bin Sam’an yang cukup panjang, yang di dalam riwayat tersebut Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,  “Maka barangsiapa di antara kamu yang mendapatinya (mendapati zaman Dajjal) hendaknya ia membacakan atasnya ayat-ayat permulaan surat al-Kahfi.”

Dalam riwayat Muslim yang lain, dari Abu Darda’radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallambersabda, “Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari permulaan surat al-Kahfi, maka ia dilindungi dari Dajjal.” Yakni dari huru-haranya.

Imam Muslim berkata, Syu’bah berkata, “Dari bagian akhir surat al-Kahfi.” Dan Hammam berkata, “Dari permulaan surat al-Kahfi.” (Shahih Muslim, Kitab Shalah al-Mufassirin, Bab; Fadhlu Surah al-Kahfi wa Aayah al-Kursi: 6/92-93)

Imam Nawawi berkata, “Sebabnya, karena pada awal-awal surat al-Kahfi itu tedapat/ berisi keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kebesaran Allah. Maka orang yang merenungkan tidak akan tertipu dengan fitnah Dajjal. Demikian juga pada akhirnya, yaitu firman Allah:

أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ

“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? . . .” QS. Al-Kahfi: 102. (Lihat Syarah Muslim milik Imam Nawawi: 6/93)

Penutup

Dari penjelasan-penjelasan di atas, sudah sepantasnya bagi setiap muslim untuk memiliki kemauan keras untuk membaca surat Al-Kahfi dan menghafalnya serta mengulang-ulangnya. Khususnya pada hari yang paling baik dan mulia, yaitu hari Jum’at. Wallahu Ta’aa a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


Selasa, 31 Oktober 2017

Jawaban Allah Atas Setiap Doa dan Ikhtiar Hamba-Nya

Jawaban Allah Atas Setiap Doa dan Ikhtiar Hamba-Nya

dakwatuna.com – Keinginan dan harapan selalu menyertai kehidupan kita selama ini, tentunya untuk bisa menggapai keinginan dan harapan semuanya itu tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan Allah dalam memberikan jawaban atas doa dan ikhtiar kita. Beragam cara yang dilakukan setiap hamba untuk bisa terus berikhtiar dan berdoa agar keinginan dan harapannya bisa tercapai.
Sungguh di dalam Islam diajarkan bahwa segala doa dan kesungguhan ikhtiar seorang hamba akan berbanding lurus dengan hasil yang di dapatkan. Tentunya untuk ranah hasil ini adalah bukan ranah kita sebagai hamba yang lemah, karena itu adalah ranahnya Allah dalam menentukan jawabannya untuk kita dari ikhtiar dan doa yang kita lakukan. Ranah kita ini adalah proses, proses dalam berusaha keras untuk bisa mencapai keinginan dan harapan kita pada Allah SWT.
“Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, kamu pasti akan menemuinya,” (QS al-Insyiqaq [84]: 6).
Ikhtiar yang kita lakukan juga tidak akan ada artinya jika tidak disertai dengan doa, begitu juga dengan doa yang kita panjatkan, tidak akan ada artinya jika kita tidak berikhtiar dan bertawakal. Semuanya saling berkaitan dan punya fungsi dalam kehidupan kita.
Pentingnya kita berdoa adalah karena kita harus yakin bahwa Allah lah yang menentukan segala hasil dari setiap ikhtiar kita. Dan pentingnya ikhtiar adalah karena sebagai bentuk total action agar kita bisa meraih keinginan dan harapan, karena ikhtiar itu adalah bergerak bukan diam dan membutuhkan action yang rill dan sungguh-sungguh, man jadda wa jadda (siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil).
Ikhtiar dan doa yang kita panjatkan haruslah memiliki tujuan semata-mata hanya karena ingin mendapatkan ridha Allah SWT. Sejatinya segala sesuatu yang kita inginkan dan harapkan dari Allah adalah agar keinginan dan harapan kita bisa menjadikan diri kita lebih dekat dan cinta kepada Allah SWT. Sebagaimana pesan dari ibn Athaillah dalam kitab Al-Hikam: “Bagaimana engkau menginginkan sesuatu yang luar biasa, padahal engkau sendiri tak mengubah dirimu dari kebiasaanmu?”
Kita selalu mengharapkan dan menginginkan yang terbaik dari Allah, tetapi kita begitu jarang meminta dan berusaha untuk bisa menjadi lebih baik lagi. Betapa banyak permintaan kita pada Allah tetapi kita sendiri lupa untuk memperbaiki diri kita. Maka sambil ikhtiar dan berdoa, alangkah lebih baiknya lagi jika kita iringi dengan upaya untuk memperbaiki diri kita juga.
Sejenak kita merenungkan, apakah apa yang kita minta selama ini adalah sesuatu yang mampu menjadi medan magnet yang dapat mendekatkan diri kita pada Allah, atau malah menjauhkan diri kita dari Allah. Maka koreksilah setiap ikhtiar dan doa kita selama ini, bisa jadi Allah belum memberikan sesuatu yang kita inginkan dan harapkan, karena ada yang salah dalam ikhtiar dan doa kita selama ini.
Ingatlah bahwa Allah tidak pernah tidak memberikan jawaban atas setiap ikhtiar dan doa hambaNya. Tidak adanya jawaban menurut kita karena bisa jadi kita belum bisa menemukan jawaban yang sudah diberikan oleh Allah.
Sungguh Allah memiliki skenario yang indah dalam memberikan jawaban atas setiap ikhtiar dan doa hambaNya melalui cara yang tidak disangka-sangka, bahkan di luar nalar logika kita. Ketidakmampuan kita dalam menemukan jawaban dari Allah SWT mungkin karena kita masih jauh dari Allah, maka mari kita renungkan pesan cinta yang sangat luar biasa dari Allah SWT:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku,” (QS Al-Baqarah 186).
Jangan pernah merasa ragu dan lelah dalam berikhtiar dan berdoa kepada Allah SWT. Allah selalu menyaksikan setiap episode yang kita lalui. Allah tahu apa yang kita minta, Allah tahu apa yang kita inginkan, Allah tahu apa yang kita harapkan. Maka hal terbaik yang seharusnya kita minta dari Allah adalah agar Allah memberikan jawaban yang terbaik menurut Allah, bukan menurut kita.
Bisa jadi apa yang kita minta menurut kita itu adalah sesuatu yang baik, tetapi belum tentu bagi Allah, bisa jadi apa yang kita minta adalah sesuatu yang menurut Allah tidak baik, sehingga Allah memiliki jawaban yang lain untuk kita.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui…” (Qs.Al-Baqarah: 216)
Sertakan selalu hati dan prasangka yang baik agar Allah membukakan hati kita untuk bisa menangkap jawaban dari setiap ikhtiar dan doa yang kita minta kepada Allah. Kesungguh-sungguhan kita tidak akan pernah sia-sia di hadapan Allah. Jangan pernah berprasangka Allah tidak akan menjawab setiap doa dan ikhtiar kita, yakinlah bahwa Allah punya rencana lain di balik rencana yang kita siapkan.
Simak Hadits Qudsi berikut: Anaa ‘inda zhanni ‘abdi bih, wa Ana ma’aka idza da’awtani. “Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku tentang Aku. Dan aku bersamamu jika memohon kepada-Ku.”
Wallahualam bissawab.

Minggu, 29 Oktober 2017

Fitnah Dunia

Fitnah dunia telah sedemikian hebatnya mengganas, menyerang dan menguasai pikiran mayoritas umat manusia. Fitnah itu mengkristal menjadi ideologi yang banyak dianut manusia, yaitu materialisme. Rasulullah saw., pada 14 abad lalu telah memprediksinya dalam sebuah hadits yang terkenal disebut dengan hadits Wahn.
”Hampir saja bangsa-bangsa mengepung kalian, sebagaimana orang lapar mengepung tempat makanan. Berkata seorang sahabat, “ Apakah karena kita sedikit pada saat itu ? Rasul saw. bersabda,” Bahkan kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih, seperti buih lautan. Allah akan mencabut dari hati musuh kalian rasa takut pada kalian. Dan Allah memasukkan ke dalam hati kalian Wahn. Berkata seorang sahabat,” Apakah Wahn itu wahai Rasulullah saw ? Rasul saw, bersabda, “Cinta dunia dan takut mati” (HR Abu Dawud)
Dunia dengan segala isinya adalah fitnah yang banyak menipu manusia. Dan Rasulullah saw., telah memberikan peringatan kepada umatnya dalam berbagai kesempatan, beliau bersabda dalam haditsnya: Dari Abu Said Al-Khudri ra dari Nabi saw bersabda:  “Sesungguhnya dunia itu manis dan lezat, dan sesungguhnya Allah menitipkannya padamu, kemudian melihat bagaimana kamu menggunakannya. Maka hati-hatilah terhadap dunia dan hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani Israel disebabkan wanita,” (HR Muslim) (At-Taghaabun 14-15).
Macam-macam Fitnah Dunia
Secara umum fitnah kehidupan dunia dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk, yaitu: wanita, harta dan kekuasaan.

Fitnah Wanita
Dahsyatnya fitnah wanita telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan surat ‘Ali Imran 14 menempatkan wanita sebagai urutan pertama yang banyak dicintai oleh manusia dan pada saat yang sama menjadi fitnah yang paling berbahaya untuk manusia. Rasulullah saw. bersabda, ” Tidaklah aku tinggalkan fitnah yang lebih besar bagi kaum lelaki melebihi fitnah wanita” (HR Bukhari dan Muslim).

Fitnah wanita dapat menimpa siapa saja dari seluruh level tingkatan manusia baik dari kalangan pemimpin maupun rakyat biasa. Sejarah telah membuktikan kenyataan tersebut. Banyak para pemimpin dunia yang jatuh karena faktor fitnah wanita. Dan fitnah wanita juga dapat menimpa para dai dan pemimpin dai. Bahkan salah satu hadits yang paling terkenal dalam Islam, yaitu hadits niat, sebab keluarnya karena ada salah seorang yang hijrah ke Madinah untuk menikahi wanita yang bernama Ummu Qois. Maka dikenallah dengan sebutan Muhajir Ummu Qois.
Banyak sekali bentuk fitnah wanita, jika wanita itu istri maka banyak para istri dapat memalingkan suaminya dari ibadah, dakwah dan amal shalih yang prioritas lainnya. Jika wanita itu wanita selain istrinya, maka fitnah dapat berbentuk perselingkuhan dan perzinahan. Fitnah inilah yang sangat dahsyat yang menimpa banyak umat Islam.

Ada banyak cerita masa lalu baik yang terjadi di masa Bani Israil maupun di masa Rasululullah saw yang menyangkut wanita yang dijadikan obyek fitnah. Kisah seorang rahib yang membakar jari-jari tangannya untuk mengingatkan diri dari azab neraka ketika berhadapan dengan wanita yang sangat siap pakai, kisah penjual minyak wangi yang mengotori dirinya dengan kotoran dirinya agar wanita yang menggodanya lari, dan cerita nabi Yusuf a.s. yang diabadikan Al-Qur’an. Itu kisah-kisah mereka yang selamat dari fitnah wanita. Sedangkan kisah mereka yang menjadi korban fitnah wanita lebih banyak lagi. Kisah rahib yang mengobati wanita kemudian berzina sampai hamil dan membunuhnya, sampai akhirnya musyrik karena menyembah setan. Kisah raja Arab dari Bani Umayyah yang meninggal dalam pelukan wanita dan banyak lagi kisah-kisah lainnya.

Fitnah Harta
Fitnah dunia termasuk bentuk fitnah yang sangat dahsyat yang dikhawatirkan Rasulullah saw, “Dari Amru bin Auf al-Anshari ra bahwa Rasulullah saw. mengutus Abu Ubaidah bin al-Jarrah ke al-Bahrain untuk mengambil jizyahnya. Kemudian Abu Ubaidah datang dari bahrain dengan membawa harta dan orang-orang Anshar mendengar kedatangan Abu Ubaidah. Mereka berkumpul untuk shalat Subuh dengan Nabi saw. tatkala selesai dan hendak pergi mereka mendatangi Rasul saw., dan beliau tersenyum ketika melihat mereka kemudian bersabda,”Saya yakin kalian mendengar bahwa Abu Ubaidah datang dari Bahrain dengan membawa sesuatu?” Mereka menjawab, ”Betul wahai Rasulullah”. Rasul saw. bersabda, ”Berikanlah kabar gembira dan harapan apa yang menyenangkan kalian, demi Allah bukanlah kefakiran yang paling aku takutkan padamu tetapi aku takut dibukanya dunia untukmu sebagaimana telah dibuka bagi orang-orang sebelummu dan kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akan menghancurkanmu sebagaimana telah menghancurkan mereka.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pada saat dimana dakwah sudah memasuki wilayah negara, maka fitnah harta harus semakin diwaspadai. Karena pintu-pintu perbendaharaan harta sudah sedemikian rupa terbuka lebar. Dan fitnah harta, nampaknya sudah mulai menimpa sebagian aktifitas dakwah. Aromanya sudah sedemikian rupa tercium menyengat. Kegemaran main dan beraktivitas di hotel, berganti-ganti mobil dan membeli mobil mewah, berlomba-lomba membeli rumah yang mewah dan berlebih-lebihan dengan perabot rumah tangga, lebih asyik bertemu dengan teman yang memiliki level sama dan para pejabat lainnya adalah beberapa fenomena fitnah harta.
Yang paling parah dari fitnah harta bagi para dai adalah menjadikan dakwah sebagai dagangan politik. Segala sesuatu mengatasnamakan dakwah. Berbuat untuk dakwah dengan berbuat atas nama dakwah bedanya sangat tipis. Menerima hadiah atas nama dakwah, menerima dana dan sumbangan musyarokah atas nama dakwah. Mendekat kepada penguasa dan menjilat pada mereka atas nama dakwah dan sebagainya.
Dalam konteks ini Rasulullah saw. dan para sahabatnya pernah ditegur keras oleh Allah karena memilih mendapatkan ghonimah dan tawanan perang, padahal itu semua dengan pertimbangan dakwah dan bukan atas nama dakwah. Kejadian ini diabadikan Al-Qur’an surat Al-Anfaal (8): 67-68, “Tidak patut, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)…”

Fitnah Kekuasaan
Fitnah kekuasaan biasanya menimpa kalangan elit dan level tertentu dalam tubuh umat. Fitnah inilah yang menjadi pemicu fitnah kubra di masa sahabat, antara Ali r.a. dengan siti Aisyah r.a. dalam perang Jamal, antara Ali r.a. dengan Muawiyah r.a. dalam perang Siffin, antara Ali r.a. dengan kaum Khawarij.
Fitnah kekuasaan ini juga dapat menimpa gerakan dakwah dan memang telah banyak menimpa gerakan dakwah. Para aktifis gerakan dakwah termasuk para pemimpin gerakan dakwah adalah manusia biasa yang tidak ma’shum dan tidak terbebas dari dosa dan fitnah. Yang terbebas dari fitnah dan kesalahan adalah manhaj Islam. Sehingga fitnah kekuasaan dapat menimpa mereka kecuali yang dirahmati Allah. Kecintaan untuk terus memimpin dan berkuasa baik dalam wilayah publik maupun struktur suatu organisasi adalah bagian dari fitnah kekuasaan.

Fitnah kekuasaan yang paling dahsyat menimpa aktifis dakwah adalah perpecahan, saling menjatuhkan, saling memfitnah bahkan saling membunuh. Dan semua itu pernah terjadi dalam sejarah Islam. Semoga kita semua diselamatkan dari semua bentuk fitnah ini.

Untuk mengantisipasi semua bentuk fitnah dunia ini, maka kita harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan berlindung dari keburukan fitnah dunia. Mengokohkan pribadi kita sehingga menjadi jiwa rabbani bukan jiwa maadi (materialis) dan juga bukan jiwa rahbani (jiwa pendeta yang suka kultus). Disamping itu kita harus mengokohkan pemahaman kita tentang hakekat dunia, risalah manusia dan keyakinan tentang hisab dan hari akhir.

1. Hakekat Harta dan Dunia
· Kesenangan yang menipu. [QS. Ali Imran (3): 185]
· Kesenangan yang terbatas dan sementara. [QS. Ali Imran (3): 196-197]
· Jalan atau jembatan menuju akhirat, Rasulullah saw bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir.” (HR Bukhari dari Ibnu Umar)
Manusia diciptakan Allah sebagai pemimpin yang harus memakmurkan bumi. Maka mereka harus menguasai dunia atau harta bukan dikuasai oleh harta. Sebagaimana doa yang diungkapkan oleh Abu Bakar r.a., ”Ya Allah jadikanlah dunia di tanganku, bukan masuk ke dalam hatiku.” Seperti itulah seharusnya seorang pemimpin. Memberi teladan tentang pengorbanan total dengan segala harta yang dimiliki, bukan malah mencontohkan kepada pengikutnya mengelus-elus mobil mewah dengan hati penuh harap bisa memiliki.

2. Meyakini hari Hisab dan Pembalasan.
Manusia harus mengetahui dan sadar bahwa kekayaan yang mereka miliki akan dihisab dan dibalas di akhirat kelak. Bahkan semua yang dimiliki dan dinikmati manusia baik kecil maupun besar akan dicatat dan dipertanggungjawabkannya. Oleh karenanya mereka harus berhati-hati dalam mencari harta kekayaan dan dalam membelanjakannya.

3. Sadar dan yakin bahwa kenikmatan di akhirat jauh lebih nikmat dan abadi.
Rasulullah saw bersabda: ”Allah menjadikan rahmat 100 bagian, 99 bagian Allah tahan dan Allah turunkan ke bumi satu bagian. Satu bagian itulah yang menyebabkan sesama mahluk saling menyayangi sampai kuda mengangkat telapak kakinya dari anaknya khawatir mengenainya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Begitulah, kenikmatan paling nikmat yang Allah berikan di dunia hanyalah satu bagian saja dari rahmat Allah swt sedangkan sisanya Allah tahan dan hanya akan diberikan kepada orang-orang beriman di surga.
Dan kesimpulannya agar kita terbebas dari fitnah dunia, maka kita harus membentuk diri kita menjadi karaktersitik rabbaniyah bukan madiyah dan juga bukan rahbaniyah. Jiwa inilah yang selalu mendapat bimbingan Allah karena senantiasa berintraksi dengan Al-Qur’an baik dengan cara mempelajarinya maupun dengan cara mengajarkannya

Rabu, 25 Oktober 2017

Penjilat dalam pandangan Islam

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “Jilat” berarti perbuatan dengan mengeluarkan atau menjulurkan lidah dan menempelkannya ke sesuatu, dengan maksud untuk merasa atau mencicipi. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya kata “jilat” mengalami perluasan makna akibat proses morfofonemik atau perubahan fonem sehingga fonem “N” yang ditambah menjadi awalan “Pen-“ yang berarti menerangkan penambahan subjek, dan menjadi “Penjilat” yang berarti orang yang suka menjilat dengan menggunakan lidahnya.
 
Mahkluk yang bernama Penjilat atau Tukang Cari Muka ini biasanya muncul di lingkungan kerja, perkantoran, perusahaan, komunitas, organisasi, dll. Penjilat ini juga sama seperti kita, hanya manusia biasa. Bahkan terkadang Penjilat ini merupakan teman dekat kita, dia hidup berkeliaran setiap hari di sekitar kita, dan juga berteman dengan rekan-rekan kita yang lain. Namun yang pasti biasanya dia dekat dengan Atasan (atau manusia bodoh) sebagai sasaran yang dia “Jilat” dengan “Lidah”-nya.
Makhluk menjijikkan yang bernama Penjilat ini sangat mudah dikenali, makhluk ini bisa berwujud laki-laki, bisa pula berwujud perempuan

Adapun ciri yang mudah untuk mengenali para PENJILAT ini adalah:
- Memiliki kepribadian vulgar
- Memiliki kepribadian hipokrit (banyak muka)
- Ke-PD-an ngaku-ngaku sebagai orang yang paling dekat dengan atasan
- Ambisius
- Oportunis sejati ( Kutu Loncat )
- Bekerja bukan karna tugas dan kewajiban, tapi karna pujian, uang, dan ujungnya jabatan
- Nekad menempuh segala macam cara untuk mendapatkan semuanya
- Sering menjadi mata-mata atasan
- Sering menjelek-jelekan rekan kerja, bukan hanya kepada atasan aja, tapi juga kepada rekan-rekan kerja yang lain.
- Sok pinter, padahal bodoh
- Sok sibuk (over akting), padahal sering ngerjain pekerjaan sepele dan gak berguna)
- Sok setia, sok loyal (cari muka = menjijikkan)
- Sok akrab dengan semua orang (di belakang mulut bau kentut)
- Suka cari aman (pura-pura setuju)
- Pura-pura baik sama teman (padahal nyari informasi baru)
- Pura-pura siap menerima tugas apa aja dari atasan (trus oper ke orang)
- Suka menindas rekan kerja (bukan fisik), bisa jadi dengan cara mensabotase pekerjaan rekannya sendiri.
dll…etc…(tambah aja sendiri ya).

Bagi para Penjilat, rekan kerja bukanlah teman seperjuangan, tapi Saingan. Teman-teman yang memiliki kelebihan, baik itu dari segi fisik, otak, kemampuan, maupun yang punya potensi untuk melebihi dirinya dianggap sebagai Saingan terberat baginya. Dan karnanya makhluk Penjilat ini sering menggunakan cara menyikut ke segala arah, dan juga menendang ke segala arah.

Seorang Penjilat adalah pelapor ulung (kompor), menjadi corong meunasah tanpa diminta, apalagi tentang hal-hal yang mengenai kesalahan rekan kerja (saingan), makhluk ini akan berapi-api memberikan presentasi yang buruk tentang rekan tersebut (saingan itu) kepada semua orang, bahkan juga kepada atasan, tak peduli apakah laporan itu sesuai fakta, ataupun hanya rekayasa, dan tidak jarang pula makhluk sialan ini sering membesar-besarkan kesalahan rekan kerja (saingan) yang hanya se-gede upil kucing menjadi se-gede tumpukan tai’ gajah atau tai’ dinosaurus.

Seorang Penjilat merupakan wujud penjelmaan dari Bunglon. Di hadapan si-A dia suka berpura-pura baik, seolah-olah dialah sahabat terbaik. Namun di belakang si-A dia akan menjadi musuh yang ahli dalam propaganda tentang keburukan dan kejelekan si-A. Begitu juga dengan si-B, si-C atau yang lainnya. Bahkan makhluk laknat ini juga tak segan-segan melakukan hal yang sama kepada Atasan (manusia bodoh). Sehingga jika suatu saat si Penjilat ini kehilangan kedekatan dengan Atasan (manusia bodoh), baginya itu merupakan sebuah musibah yang sangat besar, dan karnanya, sebelum musibah itu datang, dia akan mencapai dan mempertahankan kedekatan dengan Atasan (manusia bodoh) tersebut dengan sekuat tenaga, dengan menghalalkan segala macam cara, dengan mengharamkan segala macam nasehat, dan bahkan dia rela melakukannya sampai dengan tetes iler (liur) yang terakhir.

Penjilat adalah orang yang suka demonstratif, haus perhatian, haus eksistensi, haus pujian, para makhluk ini tidak sadar, dengan sifat dan sikap nya selama ini sebenarnya para Penjilat ini telah menunjukkan KELEMAHAN dirinya yang sebenarnya pada lingkungannya dan pada rekan-rekannya yang lain.
Mungkin bagi para Penjilat yang membaca tulisan ini, akan berkata “ah..biasa aja, itu kan hak aku, lagian itu kan demi masa depan aku, apa salahnya ku lakukan itu sebagai motivasi hidup, karna kehidupan ini semakin hari memang semakin susah dan semakin sulit”… hehe pembenaran yang sangat maksa.

Tapi apa para Penjilat itu sadar? Sifatnya itu merupakan sifat orang yang MUNAFIK, dan Nabi SAW bersabda, bahwa “seburuk-buruknya manusia adalah manusia MUNAFIK”. Islam sangat melarang budaya Jilat Menjilat. Hadis Nabi yang lain “Menjilat bukanlah termasuk karakteristik moral seorang mukmin.” (Kanzul Ummat, Hadits No. 29364). Interpretasi sederhana dari Hadis Nabi SAW tersebut yaitu budaya Menjilat bukan budaya seorang mukmin. Budaya Menjilat ini lebih dekat kepada karakter seorang MUNAFIK. Menurut Islam, Menjilat merupakan salah satu bentuk Kehinaan. Dengan demikian, para Penjilat itu secara tidak sadar sudah berusaha untuk Menghinakan dirinya sendiri. (kasian kan?).
Banyak lagi hadis-hadis Nabi dan Firman Allah SWT yang menjelaskan tentang KEMUNAFIKAN (Penjilat dan Tukang Cari Muka), diantaranya adalah:
- Rasulullah SAW, bersabda ”Kalian pasti akan bertemu dengan orang-orang yang paling Allah benci, yaitu mereka yang Bermuka Dua. Di satu kesempatan, mereka memperlihatkan Satu Sisi Muka, namun di kala yang lain, mereka memperlihatkan Muka Yang Lain Pula.” (HR Bukhari-Muslim).
- Hadis lain yang diriwayatkan Abu Dawud dan Muslim, yaitu Rasulullah SAW bersabda, “Seburuk-buruknya manusia adalah yang Bermuka Dua. Datang di satu kesempatan dengan Satu Muka, dan pada lain kesempatan datang dengan Muka Yang Lain.”
- Allah SWT berfirman : ”Di antara manusia ada yang mengatakan bahwa mereka Beriman, namun sesungguhnya mereka Tidak Beriman. Mereka mencoba Menipu Allah dan orang-orang beriman, tapi sayang, sebetulnya mereka telah Menipu Diri Mereka Sendiri.” (Al-Baqarah: 8-9)
- Dalam ayat lain, Allah SWT juga berfirman: ”Sesungguhnya orang-orang Munafik itu Menipu Allah, dan Allah akan membalas Tipuan Mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (An-Nisa’: 142).
- Allah SWT berfirman, ”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’.” (Fushshilat: 30).
Seorang Muslim seharusnya memiliki kepribadian yang hanya menggunakan satu wajah untuk dan karena Allah, sebagaimana Firman Allah SWT: ”Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar.” (Al-An’am: 79).
Lalu, bagaimana cara menghadapi dan mengatasi Penjilat yang laknat ini? Nyaris tidak ada, ya… hampir tidak ada cara, rumus, formula yang bisa dipakai untuk menghadapi dan mengatasi para makhluk laknat ini, apalagi para Penjilat Karatan, Bangkotan, yang sudah Mendarah Daging dengan sifat tersebut.
Kenapa?
- Penjilat, Tukang Cari Muka, Manusia Munafik, memiliki dan merupakan Penyakit Hati, Penyakit Hati hanya bisa disembuhkan oleh pribadi yang bersangkutan.
- Para Penjilat Karatan ini sudah tidak bisa disadarkan dengan hanya sekedar Nasehat, apa lagi hanya dengan Sindiran Halus, hati mereka telah terlalu bebal dan busuk.
- Para Penjilat ini mempunyai prinsip fuck off dengan segala Hak Orang Lain. Kepentingan pribadi adalah hal yang utama, tak peduli dampaknya akan merugikan orang lain.
- Para Penjilat ini tidak pernah Puas dan Terpuaskan. Target yang ingin dicapainya tak terhingga, bila dapat 1, pengen 2, trus 3, dan seterusnya, sampai dia mati.
- Para Penjilat yang berhasil menjilat pantat Atasan (manusia bodoh) akan semakin merajalela bila sang Atasan (sang manusia bodoh) juga berprinsip sama dengan sang Penjilat.
- Fenomena yang terlihat sekarang banyak para Atasan (manusia bodoh) di instansi pemerintah, dulunya Penjilat juga, atau sekarang juga masih seorang Penjilat (ke atasan lebih atas lagi), makanya pada paragraf-paragraf di atas, kata-kata “atasan” selalui saya sertai dengan “(manusia bodoh)” hehehe 
- Penjilat dan Atasan yang juga Tukang Jilat akan saling menguntungkan (Simbiosis Mutualisme), dan kolaborasi ini akan abadi, akan semakin sulit untuk mengatasinya.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah, hanya seorang Atasan yang benar-benar atasan, atasan yang memiliki idealis, yang memiliki prinsip, pemimpin jujur dan bernurani, adil dan bijaksana, amanah dan bertanggung jawab, yang bisa menghentikan atau mematikan gerakan si Penjilat ini. Lidah para Penjilat ini akan berubah menjadi batu di hadapan atasan yang seperti ini. Atasan yang seperti ini dengan mudah akan bisa menilai yang mana bawahan yang benar, dan yang mana bawahan yang Munafik. Dan sepertinya Pemimpin dan Atasan yang seperti ini hanya ada di Negeri Dongeng saja. Lalu, para Penjilat pun akan tetap menjadi Pemenang.

Selain itu, hanya kesadaran dari diri si Penjilat itu sendiri untuk merubah sifat buruknya, kesadaran yang murni dari hati, yang datang dari Allah, hanya Allah yang maha berkehendak, yang maha membolak-balikkan hati manusia. 

Kita sebagai kaum tertindas dari Manusia-Manusia Munafik dan Penjilat itu hanya bisa berdoa dan meminta agar Allah memberikan hidayah dan membuka mata hati para Penjilat tersebut, agar Penyakit Hati mereka sembuh, dan kembali ke jalan yang benar, sesuai dengan tuntunan Rasul-Nya, semoga ALLAH melindungi kita dan keturunan kita dari tabiat PENJILAT. Amin