Sabtu, 03 Desember 2016

Tangisan Umar bin Abdul Aziz saat menerima jabatan

Ketika Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khalifah pada dinasti Bani Umayyah, hari Jum’at tanggal 10 Shafar tahun 99 Hijriyah, menggantikan khalifah sebelumnya, Sulaiman bin Abdul Malik, Sang Khalifah menangis terisak-isak. Ia memasukkan kepalanya ke dalam dua lututnya dan menangis sesunggukan.

Di dalam tangisnya, Umar mengucapkan kalimat, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun”, sambil berujar, “Demi Allah, sungguh aku tidak meminta urusan ini sedikitpun, baik dengan sembunyi-sembunyi maupun dengan terang-terangan.”

Melihat kondisi sang Khalifah seperti itu, beberapa penyair datang dengan maksud ingin menghiburnya, tetapi Khalifah Umar menolak dengan baik. Sikap Khalifah Umar itu turut mendapat perhatian anaknya yang resah melihat ayahnya menangis hampir sepanjang hari. Walaupun dia berusaha mencari penyebabnya, namun anak Umar gagal mendapat jawabannya. Hal yang sama dilakukan oleh istrinya Fatimah.

Fatimah berkata kepada suaminya, “Wahai suamiku, mengapa engkau menangis seperti itu ?”
Umar pun menjawab, “Sesungguhnya aku telah diangkat menjadi khalifah untuk memimpin urusan umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”

Sang Khalifah berkata kepada istri dan anaknya, “Aku termenung dan terpaku memikirkan nasib para fakir miskin yang sedang kelaparan dan tidak mendapat perhatian dari pemimpinnya. Aku juga memikirkan orang-orang sakit yang tidak mendapati obat yang memadai. Hal yang sama terpikir olehku tentang orang-orang yang tidak mampu membeli pakaian, orang-orang yang selama ini dizalimi dan tidak ada yang membela, mereka yang mempunyai keluarga yang ramai dan hanya memiliki sedikit harta, orang-orang tua yang tidak berdaya, orang-orang yang menderita dipelosok negeri ini, dan lain sebagainya.”

Sang Khalifah melanjutkan kesedihannya, “Aku sadar dan memahami sepenuh hati, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti akan meminta pertanggungjawaban dariku, sebab hal ini adalah amanah yang terpikul di pundakku. Namun aku bimbang dan ragu, apakah aku mampu dan sanggup memberikan bukti kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala , bahwa aku telah melaksanakan amanah itu dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan Tuhanku. Atas dasar itulah, wahai istri dan anakku, sehingga aku menangis.”

Khalifah Umar kemudian membaca Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, dalam surat Yunus (10) ayat 15,
“Sesungguhnya aku benar-benar takut akan adzab hari yang besar (kiamat) jika mendurhakai Tuhanku.”

Persoalannya sekarang adalah seberapa banyakkah pemimpin kita pada masa ini yang mempunyai semangat, roh dan motivasi seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz?
Sebab, fakta menunjukkan, justru banyak di antara pemimpin kita yang hanya bijak menjadikan Khalifah Umar sebagai alat, simbol dan slogan politik, tetapi dari cara berfikir, kebijakan yang ditekankan dan tindakan yang dilakukan, justru sangat jauh dengan apa yang dilakukan oleh sang khalifah.

Sang Khalifah mengucapkan,“Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun,” ketika terpilih dan diangkat jadi khalifah. Pemimpin hari ini, justru bersyukur dan pesta pora besar-besaran ketika terpilih dan diangkat menjadi pemimpin. Seolah tak ada beban berat dan tanggungjawab di atas pundaknya.

Semangat menjadi pemimpin serta gairah merebut jabatan dan kedudukan, tidak sebanding dan sejalan dengan apa yang dia lakukan, setelah terpilih jadi pemimpin. Dia bahkan lupa, bahwa sesungguhnya jabatan dan kedudukan yang diraih oleh seseorang hamba, selain harus dipertanggungjawabkan di dunia ini di hadapan makhluq, juga harus dipertanggungjawabkan kelak di akhirat, di hadapan Sang Khaliq Azza wa Jalla. Tetapi begitulah dunia, kegairahan untuk berkuasa dan meraih kekusaan, menyebabkan seseorang lupa daratan, lupa tujuan hakiki dari kekuasaan itu, dan bahkan lupa terhadap hari pembalasan nanti.

Kuasa, jabatan dan kedudukan bukan lagi dipandang sebagai suatu amanah mulia yang harus dipertanggungjawabkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi lebih banyak dipergunakan dan diperalatkan untuk kepentingan diri, keluarga dan kelompok masing-masing.

Adalah sesuatu yang malang dan nestapa, akibat dari nafsu ingin berkuasa dan berkedudukan ini, justru yang menjadi mangsa dan korbannya adalah rakyat kecil yang tidak mengerti apa-apa dan butuh pertolongan dari pemimpinnya. Sebahagian di antara mereka, ada yang cari makan pagi untuk dimakan pagi, dan cari makan petang untuk dimakan petang.

Mereka tidak tahu dan atau tidak peduli dengan kekuasaan, jabatan dan kedudukan. Yang mereka tahu ialah mencari rezeki bagi meneruskan kehidupan di dunia fana ini. Kondisi mereka bukanlah dalam kategori, hari ini makan dimana sebagaimana orang-orang kaya, tetapi bagi mereka hari ini mau makan apa. Sementara pemimpin mereka berfikir, hari ini makan dimana dan bila perlu makan siapa.

Sungguh malang nian nasib bangsa ini, sebahagian diantara pemimpinnya, ada yang hidup dalam kemewahan, tanpa mau merenung nasib rakyat jelata. Bandingkan dengan sikap Khalifah Umar bin Abdul Aziz, selepas dilantik menjadi Khalifah, menyadari dengan sepenuh hati, jiwa dan raga, bahwa masih banyak rakyat yang miskin, menderita, sengsara, terlunta-lunta, dan hidup dibawah garis kemiskinan.

Sungguh sikap luar biasa yang dilakukan oleh Sang Khalifah. Khalifah Umar membuat keputusan tidak tinggal di istana, tapi hanya menempati rumah sederhana tanpa pengawal pribadi, istana dan pengawal keselamatan. Sang Khalifah juga bersikap di luar kebiasaan sikap pemimpin pada umumnya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menolak menggunakan fasilitas Negara, termasuk berbagai perhiasan yang diwariskan pendahulunya, untuk istrinya.

Sungguh suatu sikap yang berbeda dengan sikap yang ditempuh para pemimpin kita saat ini, banyak pemimpin yang lupa daratan dan mabuk lautan. Mereka mengambil sikap, apabila sudah dilantik menjadi pemimpin, segala janji yang diumbar dan kontrak kinerja yang ditandatangani ketika berkampanye untuk mendapatkan kedudukan, kini hanya janji tinggal janji, tiada satupun yang ditunaikan.

Terkadang, jangankan untuk membantu dan memenuhi janji kampanye, untuk bertemu sajapun susahnya bukan kepayang. Sungguh sifat yang jauh bertolak belakang dengan sikap yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz. Umar bersikap, ingin dekat dan mendengar keluhan akan kebutuhan rakyatnya dan ingin secepatnya mengatasi persoalan yang dihadapinya.

Umar bin Abdul Aziz, memiliki konsep yang jelas untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh rakyatnya, khususnya dalam hal pengentasan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Umar menerapkan konsep zakat secara tepat dan cermat. Rakyatnya yang kaya dan juga para pegawai pemerintahan, bergegas membayar zakat dan shadaqah kepada fakir miskin.

Hasilnya, hanya dalam rentang waktu dua setengah tahun atau tiga puluh bulan masa kepemimpinannya, seseorang yang kaya raya, merasa kesulitan mendapatkan orang yang berhak (mustahiq) menerima zakat, sebab fakir miskin yang selama ini berhak menerima zakat, kini telah berubah menjadi orang yang berkewajiban membayar zakat (muzakki). Semua rakyatnya, hidup dalam kesejahteraan yang memadai.

Demikianlah Umar bin Abdul Aziz yang digelar sebagai Khulafaur Rasyidin Kelima, memenuhi tanggungjawab dan amanah yang dibebankan di pundaknya. Umar tidak lari dari tanggungjawab, tetapi justru berlari memenuhi tanggungjawab.

Janganlah karena gairah dan semangat yang menggebu-gebu untuk berkuasa, menyebabkan kita sanggup memperdayakan dan membinasakan rakyat, tetapi hendaknya dapat memberdayakan dan membina rakyat.

Sejatinya kita harus ingat, bahwa kekuasaan, jabatan dan kedudukan tidaklah kekal abadi, tetapi sebaliknya, ia adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat nanti.

Barokalloh fiik.

Jumat, 02 Desember 2016

Kisah Nabi Ibrahim dan Semut

Ketika Namrud memutuskan untuk melemparkan Ibrahim ke dalam api, seekor semut mendengar kabar itu. Si semut lantas berpikir, "Apa yang harus kuperbuat? Bagaimana mungkin aku sanggup menolong khalilullah? Tak boleh bagiku untuk berdiam diri dan membiarkan itu terjadi karena Allah akan mempertanyakanku pada hari kiamat."

Si semut pun membuat bejana dari kayu kecil, lalu pergi ke danau dan memenuhi bejana yang dibuatnya itu dengan air. Ia memikul bejana air itu dengan susah payah di atas punggungnya. Langkahnya pasti menuju tempat api yang telah dinyalakan oleh Namrud. Dalam perjalanan ke sana, si semut bertemu dengan seekor gagak, lalu si gagak bertanya dengan perasaan aneh,

Gagak : "Mau ke mana kau semut?"

Semut : "Aku mau ke kota raja."

Gagak : "Apa yang kamu pikul itu sampai-sampai kau begitu payah membawanya?"

Semut : "Aku membawa bejana berisi air."

Gagak : "Untuk apa air itu?"

Semut : "Tidakkah kau mendengar bahwa Namrud laknatullah telah menyalakan api untuk membakar Khalilullah Ibrahim ‘alaihis salam?"

Gagak : "Tidak, aku belum mendengar kabar itu. Namun, aku tak mengerti hubungan itu dengan air yang kau bawa ini?"

Semut : "Aku ingin turut ambil bagian untuk memadamkan api si Namrud."

Gagak (seraya mencemooh) : "Hai semut bodoh, apakah kau merasa yakin bahwa dirimu bisa memadamkan api besar Namrud dengan sedikit air dalam bejana kecil ini?"

Semut : "Aku tahu bahwa aku takkan mampu memadamkan api besar itu karena hal itu memang berada di luar kemampuanku. Akan tetapi aku melakukan ini karena dua alasan."

Gagak : "Apa kedua alasan itu?"

Semut : "Aku memastikan (di posisi mana aku berdiri) dan mengetahui sasaranku sehingga aku tahu apa yang kutuju. Dengan demikian aku bukanlah jenis makhluk yang tak peduli sehingga rela dengan keburukan yang terjadi. Aku harus punya andil untuk memberikan pertolongan meskipun itu di luar kemampuanku."

Gagak: "Apa alasan kedua?"

Semut : "Agar aku punya alasan yang benar di depan Rabb-ku. Aku mengetahui khalilullah akan dibakar tapi aku tak melakukan apa-apa? Oleh karena itu aku bangkit memberikan bantuan sebesar kemampuanku. Aku tak mau membiasakan diri hidup tanpa kepedulian."

Gagak pun mencemooh seraya meneruskan perjalanannya sambil tertawa. Adapun si semut yang tulus, ia berjalan terus menuju api Namrud dengan hati yang dipenuhi tekad kuat dan iman.

Faidah-Faidah Yang Terkandung

(1) Berbuatlah (berkontribusilah) meskipun kemampuan dan kesanggupanmu lemah. Yang penting itu berbuat.

(2) Janganlah rela dengan hal yang buruk, bahkan senantiasalah berusaha untuk pertambahan kebaikan dan meminimalisir keburukan.

(3) Tetapkan (titik keberpihakanmu) dan arah-arah tujuanmu, jangan hidup terombang-ambing tanpa arah tujuan dan tak berbuat dengan pasti.

(4) Jangan pedulikan orang yang menghalangi semangatmu, tetaplah teguh menjalani. Tak usah kau hiraukan mereka karena mereka itu orang pengecut yang gagal dan menginginkanmu seperti mereka.

(5) Ketahuilah bahwa Allah akan mempertanyakanmu atas apa yang telah kau perbuat di dunia dan pengejawantahannya dalam kehidupanmu. Apakah kau berbuat untuk menyeru kepada-Nya.

Senin, 28 November 2016

Doa Dalam Sujud

KETIKA kita bersujud, itu adalah dimana ketika hampir tidak ada hijab dengan Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Maka tidak heran, kita dianjurkan untuk banyak berdoa setiap kali kita bersujud.

Nah, dari semua itu, ada tiga doa yang janganlah kita lupakan dalam sujud.

1. Mintalah diwafatkan dalam keadaan khusnul khotimah

١. اللهم إني أسألك حسن الخاتمة

Allahumma inni as’aluka husnal khotimah

Artinya : “Ya Allah aku meminta kepada-MU husnul khotimah.”

2. Mintalah agar kita diberikan kesempatan taubat sebelum wafat

٢. اللهم ارزقني توبتا نصوحا قبل الموت

Allahummarzuqni taubatan nasuha qoblal maut

Artinya: “Ya Allah berilah aku rezeki taubat nasuha (atau sebenar-benarnya taubat) sebelum wafat.”

3. Mintalah agar hati kita ditetapkan di atas agamaNya.

٣. اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك

Allahumma yaa muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘ala diinika

Artinya: “Ya Allah wahai sang pembolak balik hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu.”

Selasa, 22 November 2016

KETAHANAN NASIONAL DAN BELA NEGARA

KETAHANAN NASIONAL DAN BELA NEGARA

1.1  Latar Belakang
Sejak kemerdekaan Indonesia pada proklamasi 17 Agustus 1945 , kehidupan bangsa Indonesia tidak luput dari tidak luput dari gejolak dan ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa seperti:
a)      Agresi Militer Belanda.
b)      Gerakan Separatis : PKI, DI/TII dan lain-lain.
c)      Ditinjau dari geopolitik dan geostrategis dengan posisi geografis, potensi Sumber
      Daya Alam serta jumlah dan kemampuan penduduk, telah menempatkan bangsa Indonesia menjadi ajang persaingan dan perebutan negara-negara besar, sehingga menimbulkan dampak negatif yang dapat membahayakan kelangsungan dan eksistensi negara Indonesia
Tetapi bangsa Indonesia mampu mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya dari agresi Belana dan mampu menegakkan wibawa pemerintahan Republik Indonesia pada saat itu juga. hal itu menunjukan bangsa Indonesia mempunyai keuletan dan kemampuan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, sehingga dapat menghadapi Ancaman, Gangguan , Hambatan dan Tantangan.
Posisi geografis Indinesia menjadikan Indonesia sebagai negara untuk ajang persaingan. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak negatif bagi segala aspek kehidupan dan membahayakan eksistensi NKRI. Untuk itu bangsa Indonesia harus memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional sehingga berhasil mengatasi setiap bentuk tantangan ancaman hambatan dan gangguan dari manapun datangnya.
Negara Indonesia adalah negara yang mempunyai UUD 1945 sebagai konsutitusinya, dimana system pemerintahan negara tertuang di dalamnya.
Sehingga kondisi kehidupan nasional merupakan pencerminan ketahanan Nasional yang didasari oleh :
a)      Pancasila sebagai landasan idiil.
b)      UUD 1945 sebagai landasan konstitusionil.
c)      Wawasan Nusantara sebagai landasan visional

2.1 Latar Belakang dan Konsep Ketahanan Nasional
a.      Latar Belakang Ketahanan Nasional
Negara Indonesia sebagai suatu negara memiliki letak geografis yang sangat strategis di Asia Tenggara. Oleh karena itu di kawasan Asia Tenggara Indonesia memiliki posisi yang sangat penting, sehingga tidak menutup kemungkinan di era global dewasa ini menjadi perhatian banyak negara di dunia. Berdasarkan peranan dan posisi negara Indonesia, maka tidak menutup kemungkinan akan merupakan ajang perebutan kepentingan kekuatan transnasional. Oleh karena itu sebagai suatu negara, indonesia harus memperhatikan dan mengembangkan ketahanan nasional.(Kaelan : 2010 : 145)
Ketahanan nasional sebagai istilah sebenarnya belum lama dikenal. Istilah ketahanan nasional mulai dikenal dan dipergunakan pada pemulaan tahun 1960-an. Istilah katahanan nasional untuk pertama kali dikemukakan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia Soekarno. Kemudian pada tahun 1962 mulai dupayakan secara khusus untuk mengembangkan gagasan ketahanan nasional di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat Bandung. (Kaelan : 2010 : 145)
Pengertian Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, baik yang datang dari luar maupun dalm negeri, yang langsung maupun tidak langsung membahayakan intergritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia. (Kaelan : 2010 : 146)
Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya harus memiliki suatu ketahanan nasional. Dalam hubungan ini cara mengembangkan dan mewujudkan ketahanan nasional, setiap bangsa berbeda-beda, sesuai dengan falsafah, budaya dan pengalaman sejarah masing-masing. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia ketahanan nasional dibangun diatas dasar falsafah bangsa dan negara Indonesia yaitu Pancasila. Sebagai dasar falsafah bangsa dan negara, Pancasila tidak hanya merupakan hasil pemikiran seseorang saja, melainkan nilai-nilai Pancasila telah hidup dan berkembang dalam kehidupan objektif bangsa Indonesia sebelum membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Hal inilah yang menurut Notonagoro disebut sebagai kausa materialis pancasila. Kemudian dalam proses pembentukan negara, nilai-nilai Pancasila dirumuskan oleh para pendiri negara Indonesia, dan secara formal yuridis Pancasila ditetapkan sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia, dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu dalam pengertian ini Pancasila sebagai suatu dasar filsafat dan sekaligus sebagai landasan ideologis ketahanan nasional Indonesia. (Kaelan : 2010 : 146)
Sifat-sifat Ketahanan Nasional
Beberapa sifat ketahanan nasional yang ada mingkin akan kami jabarkan seperti dibawah ini :
a)       Mandiri
Maksudnya adalah percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri dan tidak mudah menyerah. Sifat ini merupakan prasyarat untuk menjalin suatu kerjasama. Kerjasama perlu dilandasi oleh sifat kemandirian, bukan semata-mata tergantung oleh pihak lain
b)      Dinamis
Artinya tidak tetap, naik turun tergantung situasi dan kondisi bangsa dan negara serta lingkungan strategisnya. Dinamika ini selalu diorientasikan kemasa depan dan diarahkan pada kondisi yang lebih baik.
c)      Wibawa
Keberhasilan pembinaan ketahanan nasional yang berlanjut dan berkesinambungan tetap dalam rangka meningkatkan kekuatan dan kemampuan bangsa. Dengan ini diharapkan agar bangsa Indonesia mempunyai harga diri dan diperhatikan oleh bangsa lain sesuai dengan kualitas yang melekat padanya. Atas dasar pemikiran diatas, maka berlaku logika, semakin tinggi tingkat ketahanan nasional, maka akan semakin tinggi wibawa negara dan pemerintah sebagai penyelenggara kehidupan nasional.
d)     Konsultasi dan kerjasama
Hal ini dimaksudkan adanya saling menghargai dengan mengandalkan pada moral dan kepribadian bangsa. Hubungan kedua belah pihak perlu diselenggarakan secara komunikatif sehingga ada keterbukaan dalam melihat kondisi masing-masing didalam rangka hubungan ini diharapkan tidak ada usaha mengutamakan konfrontasi serta tidak ada hasrat mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik semata.

Kedudukan dan Fungsi Ketahanan Nasional
Kedudukan dan fungsi ketahanan nasional dapat dijelaskan sebagai berikut :
a). Kedudukan :
Ketahanan nasional merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia serta merupakan cara terbaik yang perlu di implementasikan secara berlanjut dalam rangka membina kondisi kehidupan nasional yang ingin diwujudkan, wawasan nusantara dan ketahanan nasional berkedudukan sebagai landasan konseptual, yang didasari oleh Pancasil sebagai landasan ideal dan UUD sebagai landasan konstisional dalam paradigma pembangunan nasional.
b). Fungsi :
Ketahanan nasional nasional dalam fungsinya sebagai doktrin dasar nasional perlu dipahami untuk menjamin tetap terjadinya pola pikir, pola sikap, pola tindak dan pola kerja dalam menyatukan langkah bangsa yang bersifat inter – regional (wilayah), inter – sektoral maupun multi disiplin. Konsep doktriner ini perlu supaya tidak ada cara berfikir yang terkotak-kotak (sektoral). Satu alasan adalah bahwa bila penyimpangan terjadi, maka akan timbul pemborosan waktu, tenaga dan sarana, yang bahkan berpotensi dalam cita-cita nasional. Ketahanan nasional juga berfungsi sebagai pola dasar pembangunan nasional. Pada hakikatnya merupakan arah dan pedoman dalam pelaksanaan pembangunman nasional disegala bidang dan sektor pembangunan secara terpadu, yang dilaksanakan sesuai dengan rancangan program.

Sejarah Lahirnya Ketahanan Negara
Gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun 1960-an pada kalangan militer angkatan darat di SSKAD yg sekarang bernama SESKOAD (Sunardi, 1997). Masa itu sedang meluasnya pengaruh komunisme yg berasal dari Uni Sovyet dan Cina dalam menguasai daerah-daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang ditandai dengan G 30 S PKI. Berdasarkan pengalaman tersebut, maka SSKAD mulai memikirkan suatu rencana dalam meningkatkan keamanan di Indonesia. Pada tahun 1968, pemikiran yang ada di SSKAD tersebut dilanjutkan oleh Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional). 
Tantangan dan ancaman terhadap bangsa harus diwujudkan dalam bentuk ketahanan bangsa yg dimanifestasikan dalam bentuk tameng yang terdiri dari unsur-unsur ideologi, ekonomi, social, dan militer. Dalam pemikiran Lemhanas tahun 1968 telah ada kemajuan konseptual  berupa ditemukannya unsur-unsur dari tata kehidupan nasional yg berupa ideologi, politik, ekonomi, social, dan militer.
 Pada tahun 1969, lahirlah istilah ketahanan nasional yang menjadi  pertanda ditinggalkannya konsep kekuatan, walaupun di ketahanan nasional sendiri memakai konsep kekuatan. Konsepsi ketahanan nasional tahun 1972 dirumuskan sebagai kondisi dinamis satu bangsa yg mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi atau mengatasi tantangan, ancaman, dan hambatan dari luar maupun dalam yang dapat menghancurkan kelangsungan hidup bangsa dan Negara.

b.      Konsep Ketahanan Nasional
Secara konseptual, ketahanan nasional suatu bangsa dilatarbelakangi oleh :
a)      Kekuatan apa yang ada pada suatu bangsa dan negara sehingga ia mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya.
b)      Kekuatan apa yang harus dimiliki oleh suatu bangsa dan negara sehingga ia selalu mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, meskipun mengalami berbagai gangguan, hambatan dan ancaman baik dari dalam maupun dari luar.
c)      Ketahanan atau kemampuan bangsa untuk tetap jaya, mengandung makna keteraturan (regular) dan stabilitas, yang di dalamnya terkandung potensi untuk terjadinya perubahan (the stability idea of changes). (Kaelan : 2010 : 147)
Konsepi ketahanan nasional dapat juga dipandang sebagai suatu pilihan atau alternatif dan konsepsi tentang kekuatan nasional (national power), yang biasanya dianut oleh negara-negara besar di dunia. Kosepsi tentang kekuatan nasional bertumpu pada kekuatan, terutama bertumpu pada kekuatan fisik militer dengan politik kekuasannya (power politics), sedangkan ketahanan nasional tidak semata-mata menggunakan kekuatan fisik, melainkan memanfaatkan daya dan kekuatan lainnya pada suatu bangsa. Ketahanan nasional pada hakikatnya merupakan suatu konsepsi dalam pengaturan dan penyelenggaraan kesejahtraan dan kemakmuran serta pertahanan dan keamanan di dalam kehidupan nasional. Untuk dapat mencapai suatu tujuan nasional suatu bangsa harus mempunyai kekuatan, akemampuan, daya tahan, dan keuletan. Dengan demikian jelaslah bahwa ketahanan nasional harus diwujudkan dengan mempergunakan baik pndekatan kesejahtraan, maupun pendekatan keamanan.(Kaelan : 2010 : 147)
2.2  Asas-asas Ketahanan Nasional
Asas ketahanan nasional Indonesia adalah tata laku yang didasari nilai-nilai yang tersusun berlandaskan pancasila, UUD 1945 dan wawasan nusantara. Ini merupakan kondisi sebagai prasyaratan utama bagi negara berkembang yang memfokuskan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan kehidupan negaranya. Tidak hanya untuk pertahanan, tetapi juga untuk menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Asas kesejahteraan dan keamanan
Kesejahteraan dan keamanan dapat dibedakan tapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar dan esensial, baik sebagai perorangan maupun kelompok dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian kesejahteraan dan keamanan merupakan asas dalam system kehidupan nasional dan merupakan nilai intrinsic yang ada padanya. Dalam kehidupan nyatanya kondisi kesejahteraan dan keamanan dapat dicapai dengan menitik beratkan pada kesejahteraan, namun tidak mengabaikan keamanan yang ada. Sebaliknya memberikan prioritas terhadap keamanan tidak harus selalu ada, berdampingan pada apapun sebab keduanya merupakan salah satu parameter tingkat ketahanan nasional sebuah bangsa dan Negara.
2)      Asas komperensif integral atau meyeluruh terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup  seluruh aspek kehidupan suatu bangsa secara utuh dan menyuluruh dan juga terpadu atau tersusun dalam bentuk berwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi, dan selaras dari seluruh aspek kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, ketahanan nasional mencakup ketahanan segenap aspek kehidupan suatu bangsa secara utuh, menyeluruh dan terpadu (komprehensif integral). 
3)      Asas mawas kedalam dan mawas keluar.
Suatu sistem kehidupan nasional merupakan suatu perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa yang saling berinteraksi disamping itu, system kehidupan nasional juga berinteraksi dari berbagai lingkungan yang ada disekelilingnya. Dalam prosesnya dapat timbul berbagai dampak baik yang bersifat positif maupun negatif. Untuk itu diperlukan sikap mawas kedalam dan keluar.


a)      Mawas kedalam
Mawas kedalam bertujuan untuk menumbuhkan hakikat, sifar-sifat dan kondisi kehidupan nasional itu sendiri berdasarkan suatu nilai-nilai kemandirian yang proporsional untuk meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa yang ulet dan tangguh. Hal itu tidak berarti bahwa ketahanan nasioanal mengandung sikap isolasi (tertutup) atau nasionalisme sempit (chauvinisme).
b)      Mawas keluar
Mawas keluar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan ikut berperan serta menghadapi dan mengatasi dampak lingkungan yang strategis luar negeri, dan dapat meneria kenyataan adanya saling interaksi dan ketergantungan dengan dunia globalisasi datau dunia internasional. Untuk menjaminnya kepentingan nasional, kehidupan nasional harus mampu mengembangkan kekuatan nasional agar memberikan dampak keluar dalam bentuk daya tangkal dan daya tawar. Namun demikian, interaksi dengan pihak lain diutamakan dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan bagi bebagai pihak.

4)      Asas kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan, gotong royong, tenggang rasa, dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Dalam asas ini diakui adanya suatu perbedaan ayng seharusnya dikembangkan secara serasi dalam hubungan kemitraan serta dijaga agar tidak berkembang menjadi konflik yang bersifat antagonistik yang saling menghancurkan. Bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan asas kekeluargaan untuk pertahanan negara menganut prinsip berikut:
a)      Bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta memperthankan kemerdekaan dan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
b)      Pembelaan negara diwujudkan dengan keikutsertaan dalam upaya pertahanan negara merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap warga negara.
c)      Bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan dan kedaulatannya.
d)     Bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan dan menganut politik bebas aktif.
e)      Bentuk pertahanan negara bersifat semesta dalam arti melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya nasional, sarana dan prasarana nasional, serta seluruh wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan.
f)       Perthanan negara disusun bedasarkan prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional, dan kebiasaan internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

2.3  Bela Negara dan Sistem Pertahanan Ketahanan Negara
1.      Pengertian Bela Negara
Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya. (Hadi Wiyono, Isworo : 2007 : 3)
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang. 
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara. 
UnsurDasar Bela Negara
a)      Cinta Tanah Air
b)      Kesadaran Berbangsa & bernegara
c)      Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
d)     Rela berkorban untuk bangsa & negara
e)      Memiliki kemampuan awal bela negara

Contoh-Contoh Bela Negara :
a)      Melestarikan budaya
b)      Belajar dengan rajin bagi para pelajar
c)      Taat akan hukum dan aturan-aturan negara
d)     Mencintai produk-produk dalam negeri

2.      Sistem Pertahanan Ketahanan Negara
Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendiri.


      Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan sistem pertahanan negara. Pertahanan nasional merupakan kekuatan bersama (sipil dan militer) diselenggarakan oleh suatu Negara untuk menjamin integritas wilayahnya, perlindungan dari orang dan/atau menjaga kepentingan-kepentingannya. Pertahanan nasional dikelola oleh Kementerian Pertahanan. Angkatan bersenjata disebut sebagai kekuatan pertahanan dan, di beberapa negara (misalnya Jepang), Angkatan Bela Diri.

Dalam bahasa militer, pertahanan adalah cara-cara untuk menjamin perlindungan dari satu unit yang sensitif dan jika sumber daya ini jelas, misalnya tentang cara-cara membela diri sesuai dengan spesialisasi mereka,pertahanan udara (sebelumnya pertahanan terhadap pesawat: DCA), pertahanan rudal, dll. Tindakan, taktikoperasi atau strategi pertahananadalah untuk menentang/membalas serangan.

2.4  Landasan dan Motivasi dalam Pembelaan dan Pertahanan Keamanan Negara
a)      Landasan dalam Pembelaan dan Pertahanan Keamanan Negara
         Landasan konsep bela negara adanya wajib militer. Subjek dari konsep ini adalah tentara atau perangkat pertahanan negara lainnya, baik sebagai pekerjaan yang dipilih atau sebagai akibat dari rancangan tanpa sadar (wajib militer).

         Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang. Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan bekorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas dari yang paling halus hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata.

b)     Motivasi dalam Pembelaan dan Pertahanan Keamanan Negara
Usaha pembelaan Negara bertumpu pada kesadaran setiap warganegara akan hak dan kewajibannya. Kesadarannya demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan Negara. Proses motivasi untuk membela Negara dan bansa akan berhasil jika setiap warga memahami keunggulan dan kelebihan Negara dan bangsanya. Di samping itu setiap warga hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan Negara Indonesia. Dalam hal ini ada bebeapa dasar pemikiran yang dapat dijadikan sebagai paham motivasi setiap warga Negara untuk ikut serta membela Negara Indonesia. 
1.      Pengalaman sejarah perjuangan RI
2.      Kedua wilayah geografis nusantara yang strategis
3.      Keadaan produk (demografis) yang besar
4.      Kekayaan sumber daya alam
5.      Perkembangan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan
6.      Kemungkinan timbulnya bencana perang

2.5  Kewajiban Warga Negara dalam Bela Negara
a)      Bela Negara secara Fisik
Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, keikutsertaan warga negara dalam bela negara secara fisik dapat dilakukan dengan menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Pelatihan Dasar Kemiliteran. Sekarang ini pelatihan dasar kemiliteran diselenggarakan melalui program Rakyat Terlatih (Ratih), meskipun konsep Rakyat Terlatih (Ratih) adalah amanat dari Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara. (Winarno : 2007 : 185)
Rakyat Terlatih (Ratih) terdiri dari berbagai unsur, seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), Perlawanan Rakyat (Wanra), Pertahanan Sipi (Hansip), mengikuti Pendidikan Dasar Militer dan lainnya. Rakyat Terlatih mempunyai empat fungsi yaitu Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat dan Perlawanan Rakyat. Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya dilakukan dalam masa damai atau pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah dalam menangani Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, sementara fungsi perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana Rakyat Terlatih merupakan unsur bantuan tempur bagi pasukan reguler TNI dan terlibat langsung di medan perang. (Winarno : 2007 : 185)
Bila keadaan ekonomi dan keuangan negara memungkinkan, dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhji syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah mengikuti pendidikan dasar militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun untuk mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat perang, mereka dapar dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas tempur maupun tugas-tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara selektif, teratur, dan berkesinambungan. Penempatan tugas dapat disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam kehidupan sipil, misislnya dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, Pengacara di Dinas Hukum, akuntan di Bagian Keuangan, penerbangan di Skuandron Angkutan, dan sebagainya. Gagasan ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil, tetapi memperkenalkan ”dwifungsi sipil”. Maksudnya sebagai upaya sosialisasi “konsep bela negara” dimana tugas pertahanan keamanan negara bukanlah semata-mata tanggung jawab TNI, tetapi adalah hak dan kewajiban seluruh warga negara Indonesia. (Winarno : 2007 : 185)
b)     Bela Negara Secara Non Fisik
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa bela negara tidak selalu harus berarti “memanggul senjata menghadapi musuh” atau bela negara yang militeristik. (Winarno : 2007 : 186)
Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2002, keikut sertaan warga negara dalam bela negara secara non fisik dapat diselenggarakan melalui pendidikan kewarganegaraan dan pengabdian sesuai dengan profesi. Berdasarkan hal itu, keterlibatan warga negara dalam bela negara secara non fisik dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, sepanjang masa dan dalam segala situasi, misalnya dengan cara :
1.      Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati arti demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak.
2.      Menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat.
3.      Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya nyata (bukan retorika).
4.      Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
5.      Pembekalan mental spiritual dikalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh-pengaruh budaya asingyang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih bertakwa kepada Allah SWT, melalui ibadah sesuai agama/ kepercayaan masing-masing. (Winarno : 2007 : 186)
Sampai saat ini belum ada undang-undang tersendiri yang mengatur mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, dan pengabdian sesuai dengan profesi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002. Apabila nantinya telah keluar undang-undang mengenai pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib dan pengabdian sesuai dengan profesi maka akan semakin jelas bentuk keikut sertaan warga negara dalam upaya bela negara. (Winarno : 2007 : 186)


BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1.      Pengertian Ketahanan Nasional adalah suatu kondisi dinamis suatu bangsa, yang berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan dalam mengejar tujuan nasional Indonesia.
2.      Asas-asas Ketahanan Nasional terdiri dari : Asas kesejahteraan dan keamanan, Asas komperensif integral atau meyeluruh terpadu, Asas mawas kedalam dan mawas keluar, asas kekeluargaan.
3.      Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya sedangkan Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
4.      Landasan dalam Pembelaan dan Pertahanan Keamanan Negara adalah Wajib Militer sedangkan Motivasi dalam Pembelaan dan Pertahanan Keamanan Negara yaitu Pengalaman sejarah perjuangan RI , Kedua wilayah geografis nusantara yang strategis, Keadaan produk (demografis) yang besar, Kekayaan sumber daya alam, Perkembangan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan , dan Kemungkinan timbulnya bencana perang
5.      Kewajiban warga negara dalam bela negara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu bela negara secara fisik dan bela negara secara non fisik.