Jumat, 13 September 2019

AGAMA ALLAH

Bagaimana Agama Allah Itu Dan Apakah Agama Islam Itu Agama Allah?

 Tilmidzi Mudariszi


Tilmidzi: “Apakah Allah SWT menetapkan agama bagi manusia ketika menjalani hidupnya di dunia?”



Mudariszi: “Allah SWT menciptakan makhluk-makhluk di semesta alam (langit dan bumi) dengan menetapkan agama-Nya bagi mereka untuk diikuti dan dijalankan ketika mereka menjalani hidupnya di dunia. Allah SWT menjelaskan itu sebagai berikut:



Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa. (Ali ‘Imran 83)



Manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan-Nya yang hidup di bumi dan memiliki fitrahnya sendiri. Sehingga Allah SWT menetapkan pula agama-Nya dan syariat agama-Nya bagi manusia untuk diikuti dan dijalankannya ketika menjalani hidupnya di dunia. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:



Kemudian Kami jadikan kamu berada diatas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui. (Al Jaatsiyah 18)



Allah SWT melarang manusia mengikuti selain agama-Nya ketika menjalani hidupnya di dunia, dan hal itu dijelaskan firman-Nya ini:



Atau adakah kamu mempunyai sebuah Kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu? (Al Qalam 37-38)



Tilmidzi: “Bagaimana agama-Nya itu?”



Mudariszi: “Agama Allah itu seperti yang dijelaskan firman-Nya ini:



Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). (Az Zumar 3)



Agama Allah yang bersih dari syirik itu adalah agama tauhid, yaitu agama yang lurus, seperti firman-Nya ini:



Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku. (Al Anbiyaa’ 92)



Sesungguhnya (agama tauhid) ini, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (Al Mu’minuun 52)



Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Yusuf 40)



Karena kebanyakan manusia tidak mengetahui agama Allah, Dia lalu menjelaskan hal itu kepada manusia melalui ayat-ayat-Nya dan Dia lalu memerintahkannya sebagai berikut:



Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah (ciptaan) Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. (Ar Ruum 30-31)



Tilmidzi: “Apakah agama Islam itu merupakan agama Allah?”



Mudariszi: “Agama Allah itu agama Islam, karena Dia menjelaskan agama-Nya tersebut sebagai berikut:



Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (Ali ‘Imran 19)



Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.(Ali ‘Imran 85)



Demikian pula ketika Allah SWT menyeru (mengajak) manusia melalui ayat-ayat-Nya agar mengikuti agama-Nya, agama Islam, sebagai berikut:



Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? (Ash Shaff 7)



Demikian pula dengan seruan-Nya kepada manusia untuk mengikuti agama-Nya yang lurus, yaitu agama Islam, sebagai berikut:



Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam) sebelum datang dari Allah suatu hari yang tak dapat ditolak (kedatangannya); pada hari itu mereka terpisah-pisah. (Ar Ruum 43)



Dengan demikian, agama Allah itu adalah agama Islam, atau agama Islam itu merupakan agama Allah.”



Tilmidzi: “Jika demikian, apakah agama Allah yang dijelaskan (disampaikan) oleh Nabi-Nabi (Rasul-Rasul) kepada umatnya masing-masing itu adalah agama Islam?”



Mudariszi: “Ketika Rasul-Rasul menyampaikan ayat-ayat-Nya kepada umatnya masing-masing, mereka menyeru umatnya sebagai berikut:



Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Thaghut (syaitan atau lain-lain selain Allah) itu.” (An Nahl 36)



Firman-Nya di atas menunjukkan bahwa Rasul-Rasul ketika menyampaikan ayat-ayat-Nya (kitab-Nya) kepada umat Rasul itu termasuk menjelaskan agama-Nya yang hanya menyembah Dia saja, yaitu agama Islam. Selanjutnya Allah SWT menjelaskan melalui firman-Nya dan sunnah Rasulullah berikut ini:



Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini. (Al Hajj 78)



Dari ‘Iyaadl bin Himar Al Mujasyi’iy, bahwa suatu hari Rasulullah SAW bersabda dalam khutbahnya: “Ingat, sesungguhnya pada hari ini Tuhanku memerintahkan aku agar mengajarkan kepadamu sebagian apa yang aku ketahui tetapi tidak kamu ketahui. Dia berfirman: “Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-hamba–Ku dalam ke­adaan muslim semuanya.” (HR Muslim)



Firman-Nya dan sunnah Rasulullah di atas menunjukkan bahwa semua orang yang lahir di bumi yang dimulai dari Nabi Adam hingga sekarang adalah muslim. Muslim adalah orang yang mengikuti (memeluk) agama Islam, sehingga semua Rasul (Nabi) yang menjelaskan ayat-ayat-Nya dan agama-Nya (agama Islam) adalah muslim semua. Contoh, Nabi Ibrahim dan Nabi Ya’qub yang mewasiatkan kepada anak-anaknya sebelum keduanya wafat, sebagai berikut:



Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.”Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa, dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (Al Baqarah 132-133)



Dan Nabi Yusuf, salah satu putera Nabi Ya’qub, meminta kepada-Nya agar diwafatkan sebagai muslim atau dalam keadaan beragama Islam. Allah SWT menjelaskan itu sebagai berikut:



Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian tabir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf 101)



Dengan demikian, semua agama yang disampaikan dan dijelaskan oleh Rasul-Rasul (Nabi-Nabi) itu adalah agama Allah, yaitu agama Islam.”



Tilmidzi: “Tapi bukankah agama yang disampaikan dan dijelaskan oleh Nabi Musa dan Nabi ‘Isa itu adalah agama Yahudi dan agama Nasrani?”



Mudariszi: “Allah SWT mengutus Nabi Musa dan Nabi ‘Isa kepada umatnya untuk menyampaikan dan menjelaskan ayat-ayat-Nya (Taurat dan Injil) dan agama-Nya. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:



Maka ketika ia datang ke tempat api itu, ia dipanggil: “Hai Musa. Sesungguhnya Aku inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Thaahaa 11-14)



Dan tatkala ‘Isa datang membawa keterangan dia berkata: “Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa hikmah dan untuk menjelaskan kepadamu sebagian dari apa yang kamu berselisih tentangnya, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah (kepada)ku.Sesungguhnya Allah Dia-lah Tuhanku dan Tuhan kamu, maka sembahlah Dia, ini adalah jalan yang lurus.” (Az Zukhruf 63-64)



Firman-Nya di atas menunjukkan bahwa kedua Rasul-Nya itu mengajarkan agama-Nya dengan Taurat dan Injil yang hanya menyembah Dia saja, yaitu agama tauhid, agama Islam. Nabi Musa dan Nabi ‘Isa tidak mengajarkan agama Yahudi atau agama Nasrani kepada umatnya. Agama Yahudi dan agama Nasrani adalah salah satu agama (golongan) yang timbul akibat dari terpecahnya agama Allah yang diajarkan (dijelaskan) oleh Nabi Musa dan oleh Nabi ‘Isa. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:



Sesungguhnya (agama tauhid) ini, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). Maka biarkanlah mereka dalam kesesatan sampai suatu waktu. (Al Mu’minuun 52-53)



Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk.” Katakanlah: “Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik.” (Al Baqarah 135)



Orang-orang (penganut agama) Yahudi dan orang-orang (penganut agama) Nasrani dalam firman-Nya di atas itu menunjukkan bahwa mereka bukanlah penganut agama Allah. Keduanya (orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani) saling berselisih tentang petunjuk-Nya, padahal keduanya memiliki Taurat dan Injil dari Allah SWT yang diturunkan kepada Rasul dari kaum yang sama, yaitu Bani Israil. Keduanya saling mengatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah orang (penganut agama) Yahudi atau orang (penganut agama) Nasrani, padahal Nabi Ibrahim hidup jauh sebelum mereka dan Nabi Ibrahim tidak mengetahui Taurat dan Injil. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:



Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai suatu pegangan”, padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. (Al Baqarah 113)



Hai Ahli Kitab, mengapa kamu bantah membantah tentang hal Ibrahim, padahal Taurat dan Injil tidak diturunkan melainkan sesudah Ibrahim. Apakah kamu tidak berfikir? Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (Ali ‘Imran 65-67)



Justru orang-orang yang paling dekat dengan Nabi Ibrahim dan dengan agama yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim, yaitu orang-orang yang dijelaskan dalam firman-Nya ini:



Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Ali ‘Imran 68)



Semua penjelasan di atas menunjukkan bahwa agama Yahudi atau agama Nasrani bukan agama yang diajarkan (dijelaskan) oleh Nabi Musa dan oleh Nabi ‘Isa kepada mereka (Ahli Kitab), kedua Rasul itu menjelaskan dan mengajarkan agama Allah, yaitu agama Islam. Orang-orang (penganut) agama Yahudi dan orang-orang (penganut) agama Nasrani itulah Ahli Kitab (umat Nabi Musa dan umat Nabi ‘Isa) yang dijelaskan dalam firman-Nya berikut ini:



Dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka. (At Taubah 29)



Tilmidzi: “Apakah agama yang dibawa (diajarkan) oleh Rasulullah SAW kepada umatnya itu agama Islam?”



Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:



Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (Al Maa-idah 3)



Agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dengan Al Qur’an itu adalah agama yang hanya menyembah Dia saja, yaitu agama tauhid. Allah SWT berfirman:



Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (Kitab-Kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk.” (Al A’raaf 158)



Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk menyampaikan Al Qur’an dan menjelaskan agama Islam (agama-Nya) dengan Al Qur’an tersebut. Allah SWT berfirman:



Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. (Al Maa-idah 67)



Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa khabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (Al Ahzab 45-46)



Tilmidzi: “Apakah agama-Nya yang dijelaskan oleh Nabi Musa, Nabi ‘Isa dan Rasulullah SAW itu memiliki syariat (peraturan) agama-Nya?”



Mudariszi: “Ya! Allah SWT memberikan syariat agama-Nya kepada Nabi Musa dan Nabi ‘Isa untuk disampaikan kepada umatnya, dan hal itu dijelaskan sebagai berikut:



Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezeki-rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya). Dan Kami berikan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata tentang urusan (agama). (Al Jaatsiyah 16-17)



Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada Ibu Bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. (Al Baqarah 83)



Dan (aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu. (Ali ‘Imran 50)



Allah SWT juga memberikan syariat agama-Nya kepada Rasulullah SAW melalui Al Qur’an untuk disampaikan kepada umatnya, sebagai berikut:



Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Qur’an itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.(Ar Ra’d 37)



Demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya (hukum-hukum-Nya) supaya kamu memahaminya. (Al Baqarah 242)



Allah hendak menerangkan (hukum syari’at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para Nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An Nisaa’ 26)



Ahli Kitab, yaitu umat Nabi Musa dan umat Nabi ‘Isa sebelum terpecah, tidak berbeda dengan umat Rasulullah dalam menjalani pokok-pokok syariat agama-Nya, yaitu shalat menyembah-Nya dan menunaikan zakat. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:



Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al Bayyinah 4-5)



Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dia-lah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. (Al Hajj 78)



Tilmidzi: “Apakah syariat agama-Nya yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap Rasul dan umatnya itu berbeda dengan Rasul yang lainnya?”



Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:



(Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. (An Nisaa’ 24)



Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan. (Al Hajj 67)



Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. (Al Maa-idah 48)



Contoh kiblat shalat bagi umat Rasulullah SAW yaitu ke arah Masjidil Haram di Mekkah, sedangkan kiblat shalat bagi umat Nabi Musa dan umat Nabi ‘Isa (Ahli Kitab) ke arah Masjidil Aqsha di Jerusalem. Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:



Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. (Al Baqarah 148)



Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan) mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. (Al Baqarah 145)



Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.(Al Baqarah 144)



Contoh lain, kewajiban shalat lima waktu sehari semalam bagi umat Rasulullah. Kewajiban shalat bagi umat Nabi Musa bisa jadi bukan lima waktu sehari semalam. Ketika Rasulullah SAW mendapat perintah shalat lima waktu sehari semalam, Nabi Musa menyarankan beliau agar meminta kepada Allah SWT supaya diringankan jumlah waktu shalat sehari semalam tersebut, karena umat Rasulullah tidak akan sanggup untuk menjalankannya. Itu menunjukkan kewajiban shalat bagi umat Nabi Musa adalah kurang dari lima waktu sehari semalam. Rasulullah SAW menjelaskan hal itu sebagai berikut:



Dari Anas bin Malik, menceritakan tentang malam dimana Rasulullah SAW di Israa’kan dari Ka’bah: “Tiga malaikat datang kepada beliau sebelum diwahyukan kepada beliau. Ketika itu beliau sedang tidur di Masjidil Haram, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Lalu Allah memberikan wahyu kepadaku. Dia wajibkan kepadaku lima puluh shalat dalam setiap sehari semalam. Tatkala aku turun dan bertemu Musa, dia bertanya: “Apa yang telah difardhukan oleh Tuhanmu kepada umatmu?” Aku menjawab: “Lima puluh shalat.” Musa berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Karena umatmu tidak akan kuat melaksanakannya. Aku telah pernah mencobanya pada Bani Israil.” Akupun kembali kepada Tuhanku dan berkata: “Wahai Tuhanku, berilah keringanan atas umatku.” Lalu Allah memotong lima shalat dariku. Aku kembali kepada Musa dan berkata: “Allah memotong lima shalat dariku.” Musa berkata: “Umatmu masih tidak sanggup melaksanakan itu. Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan lagi.” Tak henti-hentinya aku bolak balik antara Tuhanku dan Musa, sampai Allah berfirman: “Hai Muhammad! Sesungguhnya yang Aku fardhukan adalah lima shalat setiap sehari semalam. Setiap shalat mempunyai nilai sepuluh. Dengan demikian, lima shalat sama dengan lima puluh shalat. Dan barangsiapa yang meniatkan kebaikan, tetapi tidak melaksanakannya, maka dicatat satu kebaikan padanya. Jika dia melaksanakannya, maka dicatat sepuluh kebaikan baginya. Sebaliknya barangsiapa meniatkan kejahatan tetapi tidak jadi melaksanakannya, maka tidak sesuatupun dicatat. Kalau dia jadi mengerjakannya, maka dicatat sebagai satu kejahatan.” Aku turun hingga sampai kepada Musa, lalu aku beritahukan kepadanya. Dia masih saja berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan.” Aku menyahut: “Aku telah bolak balik kepada Tuhan, hingga aku merasa malu kepada–Nya.” (HR Bukhari)



Tilmidzi: “Jika agama-Nya yang diajarkan oleh setiap Rasul memiliki syariat agama-Nya, apakah umat Rasul harus memutuskan perkaranya mengikuti syariat agama-Nya itu?”



Mudariszi: “Ya! Dan Allah SWT menjelaskan hal itu sebagai berikut:



Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-Nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maa-idah 44)



Dan Kami iringkan jejak mereka (Nabi-Nabi Bani Israil) dengan ‘Isa putra Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa. Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (Al Maa-idah 46-47)



Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. (Al Maa-idah 48)



Dan jika Rasulullah SAW atau umat Islam diminta oleh Ahli Kitab (umat Nabi Musa atau umat Nabi ‘Isa) untuk memutuskan perkara mereka, maka umat Islam diwajibkan untuk memutuskannya dengan mengikuti Taurat atau Injil, dan tidak boleh memutuskan dengan mengikuti Al Qur’an. Allah SWT berfirman:



Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (Al Maa-idah 49)



Contohnya Rasulullah SAW ketika diminta oleh orang-orang Yahudi untuk memutuskan perkaranya seperti yang dijelaskan sebagai berikut:



Dari Abdullah bin Umar, bahwasanya ia berkata: “Sesungguhnya orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah SAW, mereka lalu menyebutkan kepada beliau bahwa seorang lelaki dari mereka (orang Yahudi) dan seorang perempuan dari pihak mereka juga berzina. Rasulullah SAW lalu berkata kepada mereka: “Apa yang kalian temukan di dalam kitab Taurat dalam urusan rajam?” Mereka menjawab: “Kami mempermalukan mereka dan menderanya.” Abdullah bin Salam berkata: “Kalian bohong, sesungguhnya di dalam Taurat terdapat hukum rajam.” Maka bawalah Taurat, lalu mereka membukanya, lantas salah seorang dari mereka meletakkan tangannya di atas ayat rajam, namun ia membaca ayat yang sebelum dan sesudahnya. Abdullah bin Salam berkata kepadanya: “Angkatlah tanganmu.” Lelaki itu lalu mengangkat tangannya, tiba-tiba di dalamnya terdapat ayat rajam. Mereka berkata: “Ia benar, hai Muhammad, di dalamnya terdapat ayat rajam.” Rasulullah SAW lalu perintah kepada dua orang yang berzina untuk dirajam, lalu keduanya dirajam. Saya lalu melihat seorang lelaki yang membungkuk menjaga (melindungi) wanita itu dari batu.” (HR Bukhari)



Abdullah bin Salam dalam sunnah Rasulullah di atas yaitu ulama Yahudi yang telah memeluk agama Islam. Rasulullah SAW memutuskan perkara orang Yahudi itu mengikuti firman-Nya di atas dan juga firman-Nya ini:



Dan bagaimanakah mereka mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah. (Al Maa-idah 43)



Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Al Maa-idah 42)



Wallahu a’lam.