Senin, 25 Maret 2019

ANATOMI AL QUR'AN

ANATOMI AL-QUR’AN

Oleh: Julianda Boangmanalu

Meminjam istilah ilmu kedokteran, Al-Qur’an bisa dibedah layaknya sebuah anatomi untuk melihat dan berusaha memahami isi kandungannya. Terutama yang berkaitan dengan penciptaam alam semesta dan makhluk di dalamnya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.

Setiap muslim disyariatkan untuk selalu membaca, mempelajari, dan memahami isi kandungan Al-Qur’an, tanpa memandang latar belakang seorang muslim itu sendiri. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan hal ini, seperti Surah Al Ankabut (surah ke-29) ayat 45 (selanjutnya, penyebutan surat Al-Qur’an dituliskan hanya nomor surat dan nomor ayat, seperti: QS.29:45). Dalam surat tersebut berbunyi yang artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an)….”

Ayat lain dengan makna perintah memahami Al-Qur’an, yaitu: QS.2:121, QS.3:101 dan 113, QS.4:20 dan 82, QS.7:204, QS.8:2 dan 31, QS.12:111, QS.16:98, QS.17:45,46, dan 107, QS.18:27, QS.19:58 dan 73, QS.20:123, QS.22:72, QS.25:73, QS.27:91-92, QS.31:7, QS.35:29, QS.37:3 dan 73, QS.47:24, QS.82:21, dan QS.96:1 dan 3.

Baik muslim maupun non-muslim sepakat bahwa Al-Qur’an adalah literatur berbahasa Arab bernilai tinggi. Al-Qur’an juga telah menduduki posisi sebagai sastra Arab terbaik di muka bumi. Al-Qur’an diyakini oleh seluruh umat Islam sebagai kitab suci yang harus dipegang teguh. Kebenarannya berlaku sepanjang zaman, dan didalamnya terdapat aturan serta petunjuk yang berasal dari Allah swt.

Al-Qur’an juga diyakini dan diakui oleh umat Islam sebagai satu-satunya Kitab Suci yang belum dan tidak akan pernah mengalami perubahan sejak diturunkan. Al-Qur’an adalah inti sari dari semua pengetahuan. Tetapi, pengetahuan ini terkandung di dalam Al-Qur’an sebagai benih dan prinsip. Al-Qur’an memuat prinsip dari segala pengetahuan, termasuk kosmologi dan pengetahuan tentang alam semesta.

Al-Qur’an bukan hanya sumber pengetahuan metafisis dan religius, melainkan juga sumber dari segala pengetahuan. Al-Qur’an menerangkan seluruh kehidupan dialam semesta, termasuk penciptaan manusia mulai didalam kandungan, lahir, masa perkembangannya sampai pada kematiannya termasuk etika dan tingkah laku baik dalam hubungannya kepada sesama manusia dan hubungannya dengan Allah swt sang pencipta.

Dunia Islam yang diterangi oleh cahaya Al-Qur’an pernah mencapai masa keemasan di bidang sains, tekhnologi, dan filsafat tepatnya dibawah Dinasti Abbasyiah yang berkuasa sekitar abad ke-8 sampai ke-15.

Perkembangan tersebut melahirkan berbagai bidang ilmu dan munculnya ratusan bahkan ribuan sarjana-sarjana Muslim, seperti al-Kindī (801-873 M), al-Farabī (870-950 M), al-Rāzī (864930 M atau 251-313 H), Ibn Tufail (1105-1185 M), Ibn Bajjah (1085-1138 M), dan sejumlah pakar pada bidangknya masing-masing, seperti Ibn Rushd (11261198 M), Ibn al-Haytham (965-1040 M atau 354-430 H), dan Jabir ibn Hayyan (721-815 M) serta pakar etika muslim, Ibn Maskawaih (932-1030 M atau 330 - 421 H).

Dewasa ini, sains dalam dunia Islam mengalami kemunduran dan sains saat ini identik dengan barat. Dalam ilmu pengetahuan dan sains saat ini lebih didominasi oleh barat yang betul-betul menggeluti dan mengembangkan berbagai macam ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Kejayaan umat Islam sekarang tinggal kenangan karena negeri-negeri muslim umumnya masih terbelakang dan miskin.

Selain itu, menurut Agus Purwanto, Fisikawan Teoretik, Pencinta dan Pengkaji Al-Qur’an, kondisi saat ini, umat dan ulama banyak menghabiskan waktu, pikiran, tenaga, dan dana untuk membahas persoalan fiqih, dan sering berseteru serta bertengkar karenanya.

Mereka lalai atas fenomena terbitnya matahari, beredarnya bulan, dan kelap-kelipnya bintang. Mereka abaikan gerak awan di langit, kilat yang menyambar, listrik yang membakar, malam yang gelap gulita, dan mutiara yang gemerlap. Mereka juga tak tertarik pada aneka tumbuhan disekitarnya, binatang ternak maupun binatang buas yang bertebaran di muka bumi, dan aneka fenomena serta keajaiban alam lainnya.

Seiring dengan itu, menurut Syaikh Jauhari Thanthawi, guru besar Universitas Kairo, dalam tafsirnya Al-Jawair, sebagaimana dikutip oleh Purwanto, Syaikh Thanthawi menulis bahwa di dalam Kitab Suci Al-Qur’an terdapat lebih dari 750 ayat kauniyah, ayat tentang alam semesta, dan hanya sekitar 150 ayat fiqih.

Anehnya, para ulama telah menulis ribuan kitab fiqih, tetapi nyaris tidak memerhatikan serta menulis kitab tentang alam raya dan isinya. Pada prinsipnya, semua ciptaan Allah yang dipahami sebagai ayat-ayat Allah, menurut Al-Qur’an menjadi objek ilmu.

Maka Allah menciptakan langit dan Bumi dan apa yang ada diantara keduanya (sebagai ayat-ayat-Nya) dengan hak (QS.46:3). Allah swt akan menunjukkan tanda-tanda kebesaran-Nya yang terlihat di cakrawala (al-afaq) dan dalam diri manusia sendiri (fi anfusihim) (QS.41:53) sebagai objek Ilmu atau perenungan manusia.

Kita juga dihimbau untuk memperhatikan langit, bagaimana ia tinggikan (QS.88:17), diciptakan dan ditinggikan tanpa tiang (QS.31-10 dan QS. 13:2).

Banyak ayat dalam Al-Qur’an, Allah mengajak manusia untuk berfikir dan melihat tanda-tanda kebesaran-Nya mengenai fenomena alam dan diri sendiri (QS.41:53), tanda-tanda keagungan Allah hanya bagi orang yang berfikir (QS.39:42).

Al-Qur’an mengkisahkan bagaimana penciptaan alam semesta terjadi, dimana pada awalnya seluruh alam semesta berbentuk satu massa yang besar (Nebula Primer) yang kemudian terjadi “Big Bang” (Ledakan Pemisah Skunder) yang mengakibatkan pembentukan galaksi. Kemudian, terbentuk dan terbagi dalam bentuk bintang, planet, matahari, bulan, dan lain sebagainya (QS.21:3), bagi para ahli astrofisika dikenal dengan Teori Big Bang. Al-Qur’an menerangkan bahwa sebelum pembentukan galaksi, pada awalnya berbentuk gas/asap (QS.41:11), bumi bulat seperti telur burung unta (geo-spherical) (QS.31:29, QS.39:5, QS.79:30). Cahaya rembulan adalah pantulan sinar matahari (QS.25:61, QS.71:15-16), matahari berputar pada sumbunya (QS.21:33).

Tentang bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, bumi ditegakkan, bumi dihamparkan (QS. 88:17-20), dan bagaimana manusia diciptakan (QS. 51:21). Al-Qur’an sudah menerangkan tentang perumpamaan dunia (QS. 10:24), tentang fenommena alam (QS.2:164 dan QS.13:3), hujan dan tanaman (QS.16:11), fenoma lebah (QS.16:69), fenomena tidur (QS.39:42), alam ditundukkan bagi manusia (QS.16:12 dan QS.45:13), orbit matahari dan bulan (QS.10:15), buah beraneka rasa (QS.13:4), buah kurma dan anggur (QS.16:67), tentang kilat dan hujan (QS.30:24).

Allah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan (QS.51:49 dan QS.36:36), bukan cuma manusia dan hewan saja yang berpasang-pasangan, buah-buahan juga berpasang-pasangan (QS.13:3). Al-Qur’an menganjurkan kita untuk menggunakan akal kita untuk mengamati, berfikir dan merenungi (QS. 24:61).

Beberapa gaya Al-Qur’an untuk mengajak kita mengamati, memikirkan dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah swt adalah dengan pertanyaan retoris: afala ta’qilun (tidakkah kamu menggunakan akal) (QS.2:44 dan QS.12:109), afala ya’qilun (tidakkah kamu menggunakan akal) (QS.36:68), afala tatafakkarun (tidakkah kamu berfikir) (QS.6:50), awalam yanzhuru (tidakkah kamu perhatikan) (QS.7:185), afalam yanzhuru (tidakkah kamu perhatikan) (QS.50:6), hal yanzhuruna (tidakkah kamu amati) (QS.2:250, QS.6:158, dan QS.16:33), afala yanzhuruna (tidakkah kamu cermati) (QS.88:17).

Disyariatkan bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan membawa kebenaran, membenarkan kitab-kitab terdahulu. Syari'at bagi setiap umat berbeda-beda sesuai kondisi zaman dan keadaan pada waktu itu, dan semua syari'at itu merujuk kepada keadilan yang memang layak diterapkan pada zaman itu (QS.5:48). Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia dan tidak ada keraguan baginya (QS.2:2).

Bahkan Al-Qur’an menantang manusia yang masih meragukannya, untuk membuat surah yang paling tidak mirip dengan keindahan, kefasihan, kedalaman makna dengan surah-surah yang ada di dalam Al-Qur’an (QS.2:23-24).

Tapi, ternyata tantangan itu sampai detik ini tidak pernah terpenuhi karena tidak ada manusia yang mampu menandinginya. Dalam Al-Qur’an diatur mengenai seluk beluk penciptaan manusia, dari sebelum lahir sampai wafat. Sebelum terlahir (QS.96:1-2, QS.86:5-7, QS.32:8, QS.76:2, QS.53:45-46, QS.75:37-39), diterangkan bagaimana manusia dalam kandungan supaya nyaman (janin yang terlindungi) (QS.39:6 dan QS.23:12-14), tentram dan terlahir sebagai anak yang saleh (QS.7:189).

Ketika sudah lahir, diterangkan bagaimana memohon agar Air Susu Ibu (ASI) dilancarkan, diatur mengenai pembagian tugas ibu dan ayah agar berjalan dengan baik, diatur tentang ibu menyusui hingga dua tahun, ayahnya kemudian menyiapkan perlengkapan-perlengkapannya (QS.2:233).

Dari usia dua tahun sampai menjelang baligh mulai belajar, pendidikan pertama apa yang diberikan supaya dekat dengan Allah taat kepada kedua orang tuanya, baik akhlaknya dan gemar ibadahnya ada di (QS.31:13-31).

Pada saat mulai belajar, supaya cepat memahami pelajarannya, apa yang harus dia berikan dan dia lakukan ada dalam (QS.9:122). Diatur bagaimana menghadiri majelis yang meningkatkan iman dan taqwanya, bukan sekedar tambah ilmunya tapi imannya menguat (QS.58:11).

Kemudian tata cara pergaulan, mencari teman yang baik dan bagaimana meningkatkan taqwa (QS.49:13). Sampai ia temukan pasangannya dan mulai muncul sifat cintanya, cara melamar terbaik, cari mahar terbaik (QS.4:4).

Terjadi pernikahan (QS.30:21), membagi tugas dalam rumah tangga (QS.4:34). Laki-laki mulai mencari nafkah (QS.2:168), agar rizkinya cepat mendatangi anda (QS.2:172). Agar dibukakan pintu keberkahan langit dan bumi (QS.7:96).

Tantangan dalam hidup, ada yang iri, dengki, ingin menyingkirkan, laksanakan amalan bangun malam lalu shalat dan mohon kebaikan kepada Allah (QS.17:79-81). Istri yang merawat anak-anak tentu tidak mudah tidak segampang laki-laki yang bekerja di luar rumah, kadang ada anak yang sulit diatur, maka merawatnya sesuai dengan (QS.17:23-27).

Bila sakit, Allah akan menyembuhkannya (QS.26:80). Bagi yang mengalami sakit kronis dan mustahil ada obatnya, seperti yang dialami Nabi Ayub, Allah berjanji akan menyembuhkannya (QS.21:83-84).

Bagi yang mengalami kesulitan bagai dalam kegelapan, lakukan amalan seperti Nabi Yunus, maka akan dibebaskan dari kegelapan (QS.21:87-88).

Bagi rumah tangga yang tidak punya keturunan tidak usah mengeluh karena ada yang lebih lama tidak punya keturunan seperti Nabi Zakaria sampai tua dan akhirnya doanya dikabulkan dan mempunyai anak (QS.19:2-15), berdoa agar mendapat keturunan yang baik (QS.3:38-39).

Tentang belajar bersabar dan mengatasi masalah (QS.2:214), cara mengatasinya (QS.3:142), apa jenis masalahnya (QS.2:155), bila mengalami musibah dan cara mengatasinya (QS.2:156-157).

Ketika sudah sukses dan cara mensyukurinya (QS.14:7) Tentang cara berbakti kepada orang tua (QS.46:15), ketika sudah tua renta dan pikun (QS.22:5), ketika berada diujung fase kehidupan dan menjelang maut (QS.3:185), dibawa malaikat maut (QS.32:11), ketika tiba ajal (QS.7:34). Kalau ingin dipanggil dengan tenang maka perbanyak amal saleh (QS.89:27-30). Bagi yang disiksa oleh malaikat (QS.8:50), bila ingin mendapat kenikmatan dalam kubur (QS.3:169-171), bagi yang banyak dosa akan ditampakkan neraka dari pagi sampai petang (QS.40:46-47). Tentang datangnya hari kiamat (QS.75:1-40). Melihat Allah tanpa hijab (QS.75:22-23), masuk surga tanpa hisab (QS.2:25), juga adanya masuk neraka tanpa hisab (QS.18:100-101).

Bagi yang masuk surga, surga ada 4 tingkatan. Tingkatan pertama bertetangga dengan para nabi, orang soleh, para syuhada, orang jujur (QS.4:69). Di taman surga dan bisa melihat Allah dan dilayani dengan penuh keindahan (QS.51:15-23). Tentang surga seluas langit dan bumi (QS.3:133-134), serendah-rendahnya surga yang dapatkan (QS.2:25), masing-masing surga yang paling rendah sampai yang paling tinggi yaitu surga firdaus (QS.23:1-9).

Ada yang masuk neraka, maka neraka yang paling ringan ada di (QS.4:56). Begitu manusia dicelupkan maka hancur tubuhnya lepas dengan kulitnya. Yang paling duluan masuk negara jahannam adalah orang munafik lalu orang kafir (QS.4:140).

Tentang Shalat dan zakat (QS.2:43,45, dan 153), dikerjakan lima waktu (QS.11:114) lalu ditegaskan dalam (QS.17:78). Waktu shalat (QS.4:103) menjaga waktu shalat (QS.2:238).

Mengerjakan fungsi mata untuk laki-laki (QS.24:30) dan untuk perempuan (QS.24:31). Mulut dilarang berbicara yang kotor (QS.49:11-12). Menggunakan fungsi tangan dan kaki (QS.25:63). Tentang larangan berlaku sombong (QS.31:18).

Dengan demikian, sudah saatnya kita kembali memperbanyak amalan untuk meningkatkan keimanan kita serta kembali kepada mempelajari dan memahami kembali makna ayat dalam Al-Qur’an.

Padahal, Allah berjanji mengangkat derajat orang yang berilmu pengetahuan beberapa derajat (QS.58:11). Karena kalau tidak, Allah swt mengingatkan bahwa hati manusia akan keras bagai batu (QS.5:13). Sehingga manusia tidak akan bisa menggunakan akal/hatinya untuk memikirkan kebenaran ayat-ayat Allah, menggunakan telinganya untuk mendengar ayat-ayat Allah, dan menggunakan matanya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah (QS.7:179).

Sehingga manusia menutup mata dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah (QS.18:101). Allah juga menyebutkan bahwa hati manusia akan berpenyakit (QS.2:10, QS.5:52, dan QS.22:53), hati mengeras (QS.2:74, QS.6:43, dan QS.39:22), dan terkunci rapat (QS.4:155, QS.47:24, QS.2:7, QS.40:35, QS.10:74, QS.7:101, QS.9:93, QS.6:46, QS.7:179, QS.9:87, dan QS.17:46), telinga tersumbat (QS.6:25, QS.17:46, QS.18:57, QS.31:7, QS.41:5, dan QS.41:44).

Ancaman bagi orang kafir, sama saja apakah mereka diberi peringatan atau tidak (QS.2:6 dan QS.36:10), bahkan sama saja apakah Rasulullah saw memohon ampun bagi mereka atau tidak (QS.63:6).

Mari buka hati, mata, dan telinga kita (QS.40:35). Karena orang yang terkunci hatinya adalah orang yang tidak mau menggunakan akalnya/hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah, matanya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan telinganya untuk mendengarkan ayat-ayat Allah. Mereka serupa, bahkan lebih rendah, daripada binatang (QS.7:179). Mereka itu ibarat tuli, bisu, dan buta karena tidak mau menggunakan akalnya (QS.2:171 dan QS.8:22). Allah menjelaskan bahwa bukan mata fisik itu yang buta tetapi mata hati yang ada dalam dada (QS.22.46).

Wallahu a’lam bishawab.

Jumat, 15 Maret 2019

Berkawan dengan orang Shalih

BERKAWAN DENGAN ORANG SHALIH

Oleh Ustadz Abu Isma’il Muslim al-Atsari

Manusia itu laksana sekawanan burung, memiliki naluri untuk berkumpul dengan sejenisnya. Oleh karena itu, jika kita ingin menjadi orang shalih, hendaklah berusaha berkawan dan berkumpul dengan orang-orang shalih.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allâh, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar (jujur).” [At-Taubah/9:119]

Bersabar Dalam Berkawan Dengan Orang Shalih Ini berlaku bagi laki-laki dan wanita. Seorang Muslim hendaknya mencari, bergaul, dan menjadikan laki-laki yang shalih sebagai kawan-kawannya. Dan wanita Muslimah hendaknya mencari, bergaul, dan menjadikan wanita-wanita shalihah sebagai kawan-kawannya. Jangan  merasa rendah bergaul dengan orang-orang yang taat, walaupun mereka orang-orang yang kekurangan secara duniawi, namun mereka memiliki derajat di sisi Allâh Yang Maha Tinggi.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا

Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya. Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini. Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas” [Al-Kahfi/18: 28]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah mengatakan bahwa Allâh Azza wa Jalla memerintahkan Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar beliau bersabar bersama orang-orang Mukmin, orang-orang yang beribadah, orang-orang yang banyak kembali (bertaubat) kepada Allâh. Yaitu orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari, yaitu di awal dan akhir siang, mereka mengharap keridhaan-Nya. Allâh Azza wa Jalla menyifati mereka dengan ibadah dan ikhlas dalam beribadah.

Di dalam ayat ini terdapat perintah untuk berkawan dengan orang-orang baik, menundukkan jiwa untuk berkawan dan bergaul dengan mereka, walaupun mereka adalah orang-orang miskin, karena sesungguhnya berkawan dengan mereka terdapat faedah-faedah yang tidak terbatas”.[1]

Ibrâhim al-Khawwâsh rahimahullah berkata:

 دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ: قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ، وَخَلَاءُ الْبَطْنِ، وَقِيَامُ اللَّيْلِ، وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحَرِ، وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْنَ

Penawar hati itu ada lima : membaca al-Qur’an dengan tadabbur (perenungan), kosongnya perut (dengan puasa-pen), qiyâmul lail (shalat malam), berdoa di waktu sahar (waktu akhir malam sebelum Shubuh), dan duduk bersama orang-orang shalih”. [2]

Namun hal ini bukan berarti kita tidak boleh mengenal semua orang. Mengenal semua orang dibolehkan, namun kita jangan menjadikan kawan dekat kecuali orang-orang yang shalih atau shalihah. Kita harus memilih kawan-kawan yang baik untuk keselamatan kita.

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu mengikuti din (agama; tabiat; akhlaq) kawan dekatnya. Oleh karena itu, hendaknya seseorang di antara kalian memperhatikan siapa yang dia jadikan kawan dekat.[3] 

Perumpamaan Kawan Baik Dan Kawan Buruk Berkawan dengan orang shalih membawa dampak yang baik, karena kawan itu akan mempengaruhi kawannya. Jika kawan itu shalih akan membawa kepada kebaikan, sebaliknya jika kawan itu buruk akan membawa kepada keburukan.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hal ini di dalam hadits shahih sebagaimana riwayat berikut ini:

 عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ، كَحَامِلِ المِسْكِ وَنَافِخِ الكِيرِ، فَحَامِلُ المِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“ Dari Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Perumpamaan kawan yang baik dan kawan yang buruk seperti seorang penjual minyak wangi dan seorang peniup alat untuk menyalakan api (pandai besi). Adapun penjual minyak wangi, mungkin dia akan memberikan hadiah kepadamu, atau engkau membeli darinya, atau engkau  mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, mungkin dia akan membakar  pakaianmu, atau engkau mendapatkan bau yang buruk”.[4]

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menjelaskan hadits ini dengan penjelasan yang gamblang dan panjang lebar. Beliau rahimahullah berkata, “Hadits ini memuat anjuran untuk memilih kawan-kawan yang shalih dan memperingatkan dari kebalikan mereka (yakni kawan-kawan yang buruk). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat perumpamaan dengan dua perumpamaan ini. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa seluruh keadaanmu dengan kawan yang shalih senantiasa dalam keberuntungan dan kebaikan. 

(Kawan shalih adalah) seperti penjual minyak wangi yang engkau dapat manfaat dari minyak wanginya. Mungkin dengan cara hadiah (gratis) atau dengan ganti (membeli darinya), atau minimal dengan duduk bersamanya, engkau akan mendapat ketenangan dengan bau harum minyak wangi. Kebaikan yang akan diperoleh seorang hamba yang berteman dengan orang yang shalih itu jauh lebih besar dan lebih utama daripada minyak wangi yang semerbak aromanya. Karena sesungguhnya, kawan yang shalih akan mengajarkan kepadamu hal-hal yang bermanfaat bagimu dalam (urusan) agama dan duniamu.

Atau dia akan memberikan nasihat kepadamu. Atau dia akan memperingatkanmu dari perkara yang akan mencelakakanmu. Kawan yang shalih akan mendorongmu untuk mentaati Allâh Azza wa Jalla , berbakti kepada kedua orangtua, menyambung silaturahmi, dan menunjukkan kekurangan-kekuranganmu. Dia juga mengajakmu untuk berakhlak mulia, baik dengan perkataannya, perbuatannya, dan keadaannya.

Karena manusia itu memiliki tabiat mengikuti kawan atau teman dekatnya. Tabiat dan ruh itu seperti tentara yang berkumpul dengan sesamanya. Sebagian akan menggiring lainnya menuju kebaikan atau keburukan. Manfaat minimal yang akan didapatkan dari kawan yang shalih, dan ini adalah manfaat yang tidak boleh diremehkan, yaitu dengan sebab (berteman dengan orang shalih-red) dia akan tercegah dari perbuatan buruk dan kemaksiatan. Karena menjaga persahabatan,  berlomba dalam kebaikan, serta meninggalkan keburukan.

Kawan yang shalih akan menjagamu, baik disaat engkau ada di hadapannya atau ketika engkau tidak ada di hadapannya. Kecintaan dan doanya akan memberikan manfaat kepadamu, baik di saat hidupmu maupun setelah matimu. Dia juga akan membelamu karena hubungannya denganmu dan kecintaannya kepadamu (berkaitan dengan) perkara-perkara yang engkau tidak bisa membelanya sendiri.

Demikian juga kawan yang shalih akan menghubungkanmu dengan pekerjaan-pekerjaan atau orang-orang yang akan memberi manfaat kepadamu. Manfaat-manfaat kawan yang shalih tidak terhitung dan tidak terbatas. Di antaranya adalah seseorang itu akan dinilai dengan kawannya, dan dia akan mengikuti din (agama; tabiat; akhlak) kawan dekatnya.

Adapun berkawan dengan orang-orang yang buruk, maka itu kebalikan dari seluruh apa yang telah kami sebutkan. Kawan-kawan yang buruk akan mendatangkan bahaya kepada orang yang berkawan dengan mereka, mendatangkan keburukan kepada orang-orang yang bergaul dengan mereka dari segala sisi.

Betapa banyak orang-orang yang hancur dengan sebab mereka, dan betapa banyak mereka menggiring kawan-kawan mereka menuju kehancuran, dari arah yang mereka sadari maupun tidak mereka sadari.

Oleh karena itu, termasuk nikmat Allâh Azza wa Jalla yang paling besar bagi seorang Mukmin adalah bimbingan-Nya untuk berkawan dengan orang-orang shalih. Dan termasuk hukuman dari Allâh Azza wa Jalla adalah menjadikannya berkawan dengan orang-orang yang buruk.

Berkawan dengan orang-orang shalih akan menghantarkan hamba menuju puncak derajat yang tinggi, dan berkawan dengan orang-orang buruk akan menghantarkan hamba menuju tingkatan paling rendah dari neraka.

Berkawan dengan orang-orang shalih akan menghasilkan ilmu-ilmu yang bermanfaat, akhlak-akhlak yang mulia, dan amal-amal yang shalih. Sedangkan berkawan dengan orang-orang yang buruk akan menghalangi semua itu.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

 وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَىٰ يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلًا ﴿٢٧﴾ يَا وَيْلَتَىٰ لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيلًا ﴿٢٨﴾ لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءَنِي ۗ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنْسَانِ خَذُولًا

Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zhalim menggigit dua tangannya (yakni: sangat menyesal), seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.” Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia. [Al-Furqan/25: 27-29] [5]

Inilah ajaran agama kita, ajaran mulia dari Allâh Azza wa Jalla , dan dari Rasul yang utama, untuk keselamatan kita bersama. Adakah orang-orang yang menginginkan keselamatan mau menerimanya?

Hanya Allâh Tempat memohon dan meminta. Semoga Allâh senantiasa membimbing kita semua di atas jalan keselamatan dunia dan akhirat.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIX/1437H/2016M.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta,
Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183

Footnote

[1] Taisir Karimir Rahman, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’adi, Tafsir surat Al-Kahfi ayat 28 
[2] Al-Adzkar karya Al-Imam an-Nawawi, hal. 107; Tahqiq: Syu’aib al-Arnauth
[3] HR. Abu Dâwud, no.4833;Tirmidzi, no.2378. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani di dalam Silsilah ash-Shahîhah no. 927
[4] HR. Bukhari, no.5534; Muslim, no.2628
[5] Bahjah Quluubil Abrar, hal. 139-141, penerbit: Wizarah asy-Syu’un al-Islamiyah KSA. Cet: 4, th: 1423 H

Read more https://almanhaj.or.id/6786-berkawan-dengan-orang-shalih.html

Jumat, 01 Maret 2019

MAKNA KAFIR DALAM AL QURAN

Makna Kafir Dalam Al-Quran

Kata kafir dan turunannya terulang ratusan kali dalam al Quran, Abu Hilal al Askary mengatakan bahwa secara bahasa al kufr bermakna menutupi, orang Arab bisa mengatakan:

 الليل كافِر
“Malam adalah Kafir” karena malam menutupi segala sesuatu dengan kegelapannya.

 كَفَر الغمامُ النجومَ
“Mendung menutupi bintang”.

 Orang yang menanam disebut Kafir, karena ia menyembunyikan/menutup benih di dalam tanah, Kufur nikmat disebut kufur karena menutupinya. (al Wujuuh wa an Nadhaair fi al Quran)

Diantara beberapa makna dari kata kafir dalam al Quran, adalah:

1- Makna yang paling terkenal yaitu lawan dari keimanan, ini nampak dalam firman Allah QS at Taghoobun 2 berikut:

 هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنكُمْ كَافِرٌ وَمِنكُم مُّؤْمِنٌ( التغابن ٢)
Dialah yang menciptakan kamu, lalu diantara kamu ada yang kafir dan ada yang mukmin. atau dalam firman Allah berikut:

فَمَن شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ (الكهف ٢٩) .
Barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.

2- Lawan dari ketaqwaan, ini bisa dilihat dalam firman Allah dalam QS az Zumar 71-73:

 وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَىٰ جَهَنَّمَ زُمَرًا (الزمر ٧١)
Orang-orang kafir digiring ke neraka jahannam secara berombongan… yang diikuti oleh firman Allah berikut:

 وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا (الزمر ٧٣) .
Dan orang-orang yang bertaqwa kepada Tuhannya diantar ke dalam surga secara berombongan… Kekafiran dalam makna kedua ini bukan termasuk kafir aqidah, ia lebih dekat dengan makna “Pelanggaran/kejahatan”(الإجرام), ini dikuatkan dengan ayat ayat yang senada seperti:

  يَوْمَ نَحْشُرُ الْمُتَّقِينَ إِلَى الرَّحْمَنِ وَفْدًا * وَنَسُوقُ الْمُجْرِمِينَ إِلَى جَهَنَّمَ وِرْدًا (مريم ٨٥ـ٨٦)
Pada hari Kami mengumpulkan orang orang yang bertaqwa kepada Yang Maha Pengasih bagaikan kafilah yang terhormat.

Dan Kami akan menggiring orang yang durhaka ke neraka jahannam dalam keadaan dahaga. Atau dalam ayat berikut:

 أَمْ نَجْعَلُ الْمُتَّقِينَ كَالْفُجَّارِ (ص ٢٨)
Atau pantaskah Kami mengganggap orang orang yang bertaqwa sama dengan orang orang jahat. 

3-Lawan dari syukur atau ingkar kenikmatan, ini bisa dilihat dalam ayat berikut:

 لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (إبراهيم ٧)
Jika kamu bersyukur,  niscaya Aku akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari, maka pasti azab-Ku sangat berat. Juga dalam firman Allah:

 وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (لقمان ١٢)
Dan barang siapa bersyukur, sesungguhnya ia bersyukur kepada dirinya sendiri, dan barang siapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. dan dalam ayat berikut:

 إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا (الإنسان ٧٦)
Ada yang bersyukur dan ada pula yang kufur. Kafir dalam makna ini bukan termasuk kafir aqidah.

4- Lawan dari amal sholih, yakni berbuat kerusakan,  ini bisa dilihat dari firman Allah dalam ar Ruum 44:

 مَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْره وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِأَنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ (الروم ٤٤) .
Barangsiapa kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya, dan barangsiapa beramal sholih maka mereka menyiapkan untuk diri mereka sendiri (tempat yang menyenangkan). Kafir dalam ayat ini bukan bermakna kafir aqidah, melainkan bermakna berbuat kerusakan, karena lawan beramal sholih adalah merusak (الفساد) sebagaimana dalam ayat berikut:

 أَمْ نَجْعَلُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَالْمُفْسِدِينَ فِي الْأَرْضِ (ص ٢٨) . 
Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang beriman dan beramal sholih sama dengan orang yang berbuat kerusakan di bumi?.

5- Bebas atau tidak ada keterkaitan, ini bisa dilihat dalam firman Allah berikut:

 كَفَرْنا بِكُمْ (الممتحنة ٤)
Kami mengingkarimu.

juga dalam ayat:

 يكفُرُ بَعضُكم ببَعضٍ (العنكبوت ٢٥)
Sebagian kamu akan saling mengingkari…

dan dalam ayat:

 إنِّي كفَرْتُ بما أَشْركتُمُونِ (إبراهيم ٢٢)
Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah). 

Kesimpulan dari paparan singkat di atas adalah: Makna kafir dalam al Quran, bermacam-macam, ia bisa berarti kafir dalam aqidah, berbuat pelanggaran, mengingkari kenikmatan Allah,  berbuat kerusakan dan pengingkaran keterkaitan/hubungan…

Pemaknaan ini bisa diamati melalui konteks ayat dan kaitannya dengan ayat yang lain.
 Wallahu A’lam.