Kita pasti menginginkan agar cita-cita menjadi kenyataan. Hanya
saja, tidak semua harapan selalu terpenuhi. Kerap ada kekurangan dalam
kehidupan, sebuah fakta bahwa kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Ketika rencana dan harapan yang ditetapkan tidak tercapai, apakah itu
kegagalan? Dalam sudut pandang sebagai manusia yang memiliki keinginan,
mungkin ya. Sesal, kecewa, sedih, dan marah bercampur aduk.
Sadari dan tanamkan dalam hati dan pikiran, di balik sesuatu yang
dinilai gagal itu sesungguhnya ada hikmah. Bukankah yang terbaik selalu
diminta kepada Allah Yang Maha Rahman dan Rahim? Allah SWT selalu
memberikan yang terbaik, bukan yang selalu diinginkan. Hanya saja,
manusia dengan hawa nafsunya tidak dapat membedakan apakah yang
dialaminya sebagai pelajaran, ujian, dan memberikan kebaikan.
Tugas kita sebagai manusia untuk menangkap hikmah di balik setiap yang dialami. Teruslah berdoa meminta yang terbaik dalam kehidupan. Percayalah, doa akan selalu dikabulkan. Di sinilah maksud dari firman-Nya dalam QS al-Mu'’min [40]: 60, "Berdoalah kepada-Ku maka akan Aku menerima doa kalian."
Allah SWT pasti akan memenuhi doa, baik langsung atau tidak langsung dan memberikan yang terbaik bagi makhluk-Nya, bukan karena keinginan makhluk-Nya. Karena keinginan itu belum tentu sesuai dengan kadar, kemampuan, atau kondisi terbaik makhluk-Nya.
Inilah yang dimaksud takdir. Secara etimologis, takdir (taqdir) berasal dari kata qaddara. Akar katan qaddara yang diartikan ukuran memberi kadar atau mengukur. Dengan demikian, sebagai pencipta (khaliq), Allah Yang Mahakuasa telah menetapkan ukuran, batas tertentu dalam ciptaan-Nya.
Dalam Alquran al-Karim ada banyak ayat yang berbicara tentang takdir, antara lain, dalam QS al-Furqan [25]: 2, Yaasin [36]: 38-39, al-Shaffat [37]: 96, al-A’la [87]: 1-3, dan seterusnya. Dalam QS al-A’la [87] : 1-3 disebutkan, "Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi; Yang menciptakan semua makhluk dan menyempurnakannya; Yang memberi takdir kemudian mengarahkannya."
Keyakinan akan takdir bukan berarti membuat kita pasrah apalagi putus asa. Putus asa sangat dibenci Allah SWT. Allah Yang Mahakuasa hanya menetapkan batas kemampuan dan ukuran makhluknya saja. Berusaha keras sampai darah tinggal satu aliran, nafas satu helaan merupakan wajib hukumnya.
Setelah seluruh daya upaya terbaik dilakukan, bertawakal dan memohonlah kepada Allah SWTyang terbaik. Terimalah dengan senyum apa pun hasilnya, berusaha keraslah untuk meraihnya kembali jika dianggap masih belum maksimal. Jangan-jangan karena strategi, situasi dan kondisi yang belum pas.
Bukankah dalam banyak hal kita tidak tahu di mana batas kemampuan? Sedangkan, kemampuan itu tumbuh seiring dengan bertambahnya pengalaman, ilmu, dan kapasitas diri. Bila hari ini tidak mampu dilakukan, mungkin esok lusa bisa. Semuanya berproses, jadikan semuanya proses pembelajaran.
Bersabar, pantang menyerah, dan tawakal atas semua proses yang dijalani. Inilah hidup maka berbuatlah yang terbaik dan bermanfaat bagi diri, manusia, dan lingkungan sekitar. Yakinlah, dengan berbagi dan bermanfaat bagi seluruh makhluk, Allah Yang Maharahman dan Rahim memberi kita yang terbaik. Wallahu’alam.
Tugas kita sebagai manusia untuk menangkap hikmah di balik setiap yang dialami. Teruslah berdoa meminta yang terbaik dalam kehidupan. Percayalah, doa akan selalu dikabulkan. Di sinilah maksud dari firman-Nya dalam QS al-Mu'’min [40]: 60, "Berdoalah kepada-Ku maka akan Aku menerima doa kalian."
Allah SWT pasti akan memenuhi doa, baik langsung atau tidak langsung dan memberikan yang terbaik bagi makhluk-Nya, bukan karena keinginan makhluk-Nya. Karena keinginan itu belum tentu sesuai dengan kadar, kemampuan, atau kondisi terbaik makhluk-Nya.
Inilah yang dimaksud takdir. Secara etimologis, takdir (taqdir) berasal dari kata qaddara. Akar katan qaddara yang diartikan ukuran memberi kadar atau mengukur. Dengan demikian, sebagai pencipta (khaliq), Allah Yang Mahakuasa telah menetapkan ukuran, batas tertentu dalam ciptaan-Nya.
Dalam Alquran al-Karim ada banyak ayat yang berbicara tentang takdir, antara lain, dalam QS al-Furqan [25]: 2, Yaasin [36]: 38-39, al-Shaffat [37]: 96, al-A’la [87]: 1-3, dan seterusnya. Dalam QS al-A’la [87] : 1-3 disebutkan, "Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi; Yang menciptakan semua makhluk dan menyempurnakannya; Yang memberi takdir kemudian mengarahkannya."
Keyakinan akan takdir bukan berarti membuat kita pasrah apalagi putus asa. Putus asa sangat dibenci Allah SWT. Allah Yang Mahakuasa hanya menetapkan batas kemampuan dan ukuran makhluknya saja. Berusaha keras sampai darah tinggal satu aliran, nafas satu helaan merupakan wajib hukumnya.
Setelah seluruh daya upaya terbaik dilakukan, bertawakal dan memohonlah kepada Allah SWTyang terbaik. Terimalah dengan senyum apa pun hasilnya, berusaha keraslah untuk meraihnya kembali jika dianggap masih belum maksimal. Jangan-jangan karena strategi, situasi dan kondisi yang belum pas.
Bukankah dalam banyak hal kita tidak tahu di mana batas kemampuan? Sedangkan, kemampuan itu tumbuh seiring dengan bertambahnya pengalaman, ilmu, dan kapasitas diri. Bila hari ini tidak mampu dilakukan, mungkin esok lusa bisa. Semuanya berproses, jadikan semuanya proses pembelajaran.
Bersabar, pantang menyerah, dan tawakal atas semua proses yang dijalani. Inilah hidup maka berbuatlah yang terbaik dan bermanfaat bagi diri, manusia, dan lingkungan sekitar. Yakinlah, dengan berbagi dan bermanfaat bagi seluruh makhluk, Allah Yang Maharahman dan Rahim memberi kita yang terbaik. Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar