Sejak
 dari dulu kecongkakan, kekejaman dan kebencian Mantan Perdana Menteri 
Israel Ariel  Sharon  terhadap orang Arab dan Palestina sudah 
mendarah-daging dalam dirinya,  Pada suatu kesempatan dalam wawancaranya
 dengan Jenderal Ouze Merham pada 1956, Sharon berkata :
“Saya tidak tahu ada yang namanya prinsip-prinsip internasional. Saya bersumpah, akan saya bakar setiap anak yang dilahirkan di daerah ini. Perempuan dan anak-anak Palestina lebih berbahaya dibandingkan para pria dewasa, sebab keberadaan anak-anak Palestina menunjukkan bahwa generasi itu akan berlanjut. … Saya bersumpah, jika saya sebagai seorang Israel bertemu dengan seorang Palestina, maka saya akan bakar dia. Dan saya akan membuatnya menderita sebelum membunuhnya. Dengan satu pukulan saya pernah membunuh 750 orang Palestina (di Rafah tahun 1956). Saya ingin menyemangati prajurit saya agar memperkosa gadis-gadis Arab, karena perempuan Palestina adalah budak untuk Yahudi dan kami dapat berbuat apa saja yang kami inginkan kepadanya. Tidak ada yang boleh menyuruh kami apa yang harus kami lakukan, justru kami yang memerintah mereka apa yang harus mereka lakukan.” [Ariel Sharon, 1956]
Diimuka bumi ini siapa yang tak kenal sang jagal Ariel Sharon dari Israel, Mantan perdana menteri Israel ini dalam pemerintahannya banyak melakukan kerusakan dan kezaliman di atas bumi Allah Palestina. Pembunuhan, penyembelihan, penindasan dan bermacam macam lagi kekejaman tentera Israel Laknatullah dibawah pimpinan sang jagal ini. Dan saat ini Ariel Sharon menerima akibatnya. Allah menunjukkan bahwa kekuasaannya tidak dapat ditandingi oleh siapapun. Sudah tujuh tahun Ariel Sharon koma , mati tidak karena masih bernapas hiduppun tidak karena hanya tergolek diatas pembaringan sedang menunggu ajal alias Syakaratul maut . .

Ariel Sharon menjadi  Perdana Menteri Israel dari 7 Maret 2001 hingga 14
 April 2006. Selama memangku jabatannya  Ariel Sharon telah banyak 
menghancurkan bumi  Palestin. Banyak air mata yang tumpah dan darah 
yang  mengalir  karena  kezalimannya.
Sabtu pekan lalu menandai tujuh tahun mantan Perdana Menteri Israel 
Ariel Sharon terbaring koma sejak diserang stroke 5 Januari 2006. Dia 
kini tergolek tak berdaya dengan bantuan pelbagai alat medis, termasuk 
respirator, dalam ruangan khusus di Rumah sakit Tel Hashomer, sebelah 
timur Ibu Kota Tel Aviv.
Awal petaka bagi  Mantan Perdana Israel  Menteri  Ariel Sharon  sang 
jagal , saat itu sedang menikmati liburan tahun baru   2006 di kawasan 
peternakan di Gurun negev, selatan Israel . Ariel Sharon  tengah rehat 
bersama istri, dua putra, menantu dan cucu-cucunya. tiba tiba 
dia mengeluh sakit. Insiden itu berlangsung Rabu malam, setelah matahari
 baru lima kali terbit pada 2006.
Ini yang menjadi pertanyaan, bukannya diangkut dengan helikopter, tim 
dokter malah membawa dia ke rumah sakit menggunakan ambulans. Bukannya 
ke Rumah Sakit Soroka di Kota Beersheva yang terdekat, malah diangkut 
menuju Rumah Sakit Hadassah-Ein Kerem di Yerusalem. Perlu lebih dari 
sejam menggunakan mobil. Dia masih sadar saat itu.Barangkali ini 
jawabannya. Sharon menurut rencana besok pagi harus dirawat lagi di 
Hadassah buat memperbaiki lubang di jantungnya. Kelainan itu diduga 
memicu stroke pertama membuat dia tidak mampu berbicara. Serangan 
stroker hebat muncul ketika tiba di rumah sakit.Setelah stroke pertama 
pada pertengahan Desember 2005, dokter menemukan lubang di jantung 
bagian atas sedalam dua milimeter. Untuk mencegah serangan serupa 
terjadi lagi, dokter menutup lubang jantung itu dengan alat yang disebut
 payung. Sharon juga wajib menenggak pil antipembeku darah dan menjalani
 diet lantaran kelebihan berat badan.Boleh jadi, stres menjadi penyebab 
stroke pertama itu. Maklum saja, dia harus bersiap buat kampanye 
pemilihan umum dan persoalan keluarga. Dia sudah dua kali kehilangan 
istri dan satu putranya meninggal. Putranya yang lain, Omri (kakak dari 
Gilad) tersangkut kasus dugaan suap buat membiayai kampanye Sharon pada 
pemilu 1999.Setelah dokter memeriksa otak Sharon, pasien istimewa ini 
langsung menjalani operasi enam jam. Karena masih ada kelainan di 
otaknya, operasi dilanjutkan lagi dua jam berikut hingga Kamis pukul 
09.30 pagi. “Sharon menderita stroke berat dan bisa dibilang kondisinya 
benar-benar kritis,” kata Dr. Shlomo Mor-Yosef, Direktur Rumah Sakit 
Hadassah-Ein Kerem, dalam jumpa pers pukul tujuh pagi. Dia menjelaskan 
Sharon menderita pendarah luar biasa di otaknya.Selepas operasi kedua, 
Dr. Mor-Yosef memberikan keterangan pers lagi. Kondisi Sharon masih 
kritis dan dirawat intensif. Tim dojter berhasil menghentikan pendarahan
 dalam otaknya serta menormalkan kembali tekanan darah dan denyut 
jantungnya. “Namun kondisinya sangat parah,” Dr. Mor-Yosef, seperti 
dilansir surat kabarthe New York Times. Ketua tim operasi, Felix 
Umansky, menjelaskan kepada sebuah radio Spanyol perlu beberapa hari 
buat menyimpulkan sejauh mana kerusakan otak Sharon akibat stroke itu. 
“Saya pikir pekan depan, pertengahan atau akhir, kami sudah bisa 
mengambil kesimpulan,” ujarnya dalam jumpa pers bersama itu. Dr. 
Mor-Yosef menambahkan konbdisi Sharon hanya bisa dievaluasi setelah dia 
berangsur membaik.
Hidup atau Mati
Dua hari setelah Sharon, yang akrab dipanggil Arik, terkena stroke berat
 sehingga otaknya dibanjiri darah, berbagai media internasional 
mengabarkan bahwa ia sudah mati, “ya” Mati.
Hal itu wajar saja, karena setelah dinyatakan stabil pada 5 Januari 2006
 oleh tim dokter di Rumah Sakit Haddasah, keesokan harinya Sharon 
dimasukkan lagi ke ruang operasi. Bahkan wakilnya, Ehud Olmert, telah 
ditunjuk sebagai pejabat sementara perdana menteri menggantikan tugas 
yang diemban Sharon.
Pada hari keenam, dokter berupaya membangunkannya dari keadaan tidak 
sadar, dengan cara mengurangi dosis obat anastesi. Ia pun kemudian bisa 
bernapas sendiri dengan bantuan respirator dan sedikit memberikan respon
 terhadap stimulus rasa sakit di lengan dan kakinya.
Tetapi, Sharon yang sudah berpindah rumah sakit tidak juga bangun, 
meskipun keluarga sudah memperdengarkan alunan musik klasik karya 
komposer Mozart kesukaannya –seperti yang disarankan oleh dokter. Ia 
tidak pernah membuka matanya, meskipun hasil tes CT scan menunjukkan 
otaknya tidak lagi mengeluarkan darah.
Hari berganti pekan, pekan berganti bulan. Sharon tidak lagi dikabarkan 
menderita pendarahan pada otaknya. Hanya saja, berbagai infeksi 
menyerang organ-organ tubuhnya yang lain secara bergantian.Dari otak, 
infeksi pindah ke paru-paru, ke ginjal, ke dalam darah, begitu 
seterusnya. Jantungnya yang diketahui bocor sejak sebelum koma, ikut 
memperburuk keadaan.
Bulan September 2008, dalam wawancara yang termasuk langka, profesor 
Zeev Rothstein yang merawat Sharon menceritakan keadaan pasiennya kepada
 Radio Angkatan Bersenjata Israel.
| Ariel Sharon, 2008 | Inilah gambar terakhir yang dimiliki media massa | 
“Dia bisa menggerakkan matanya, atau satu jari atau beberapa jari… Dia 
dapat beraksi terhadap rasa sakit, terhadap suara anggota keluarga yang 
didengarnya. Reaksi-reaksi ini menunjukkan ia tidak sepenuhnya tidak 
sadar,“ jelas Rothstein.
“Seorang pasien yang terbaring di ranjang rumah sakit begitu lama, tidak
 akan pernah terlihat sama seperti saat ia sadar dan bisa berlari. Jadi,
 ia terlihat sangat berbeda,” kata Rochstein lagi.
Sejak itu, tim dokter yang merawatnya hanya menyampaikan dua kabar 
tentang Sharon. Yaitu, kondisinya memburuk karena ada gangguan pada 
organnya atau stabil, tapi tetap dalam keadaan koma.
Sepanjang sejarah upaya Zionis Yahudi mewujudkan ‘Eretz Yisrael’ 
di atas tanah Palestina, Ariel Sharon termasuk salah satu tokoh yang 
“tidak ada matinya.” Ia kerap muncul di setiap sejarah penting Israel.
Sharon dilahirkan di Kfar Maalal, sebuah daerah pertanian di Palestina 
bagian barat, pada tahun 1928. Wilayah itu dulu di bawah kekuasaan 
Inggris. Keluarga orangtuanya adalah imigran dari Rusia, pendukung kuat 
Zionis Israel. Dalam otobiografinya disebutkan, nama kecil Sharon adalah
 ‘Buldozer’.
Pada masa kanak-kanak ia telah bergabung dengan gerakan pemuda Zionis. 
Saat remaja belasan tahun ia menjadi anggota paramiliter Zionis. Sharon 
bergabung dalam dinas militer Israel sebelum genap usia 20 tahun dan 
ditunjuk menjadi komandan pleton. Ia ikut perang pertama antara pasukan 
Zionis dengan Arab tahun 1948.
Saat berkarir di militer maupun politik, Sharon dikenal sebagai seorang ‘hawkish‘. Seseorang yang tidak sungkan menggunakan kekerasan dan kekuatan bersenjata untuk menghajar semua lawannya.
Namun di kemiliteran, ia paling dikenal dengan aksinya dalam Perang 
Arab-Israel tahun 1967 dan peperangan Yom Kippur Oktober 1973. Ia salah 
satu komandan pasukan Zionis yang berhasil meraih kemenangan dari 
pasukan Arab dalam waktu singkat. Keberhasilannya itu menjadi salah satu
 legasi Sharon, yang hingga kini terus diajarkan dan ditularkan kepada 
para kadet angkatan bersenjata Israel.
Di dunia politik, ia mendirikan Partai Likud pada tahun 1973, yang 
hingga kini dikenal sebagai partai paling kejam dan keras terhadap 
rakyat Palestina. Lawan-lawan politiknya di Israel pun mengakui 
ke-hawkish-annya.
Setelah
 keluar dari Likud, ia membentuk Partai Kadima pada akhir 2005. Partai 
ini juga mendapat warisan sifat keras dari Sharon. Salah satunya bisa 
dilihat dari sepak terjang Tzipi Livni.
Meskipun perempuan, pemimpin Kadima itu adalah otak dan pengambil 
keputusan penting saat pasukan Zionis Israel menyerang Jalur Gaza akhir 
2008 hingga pertengahan Januari 2009, yang dikenal dengan Operation Cast
 Lead.
Tidak kurang dari 1.500 orang –kebanyakan anak kecil, wanita dan 
orangtua– menjadi korban tewas dalam serangan 22 hari tersebut. Serangan
 pasukan udara, darat dan laut Israel itu baru dihentikan hanya satu 
hari sebelum Amerika Serikat melantik Presiden Barack Obama.
Dalam urusan pemukiman Yahudi, Sharon yang pernah menjabat sebagai 
Menteri Perumahan dan Pembangunan Israel tahun 1990-1992 dan Menteri 
Infrastruktur Nasional Israel tahun 1996-1999, tidak mengenal kata 
ilegal dalam kamusnya.
Semua pemukiman Yahudi yang dibangun, termasuk dengan cara merampas tanah milik warga Palestina, adalah sah.“Setiap orang harus bergerak, lari dan ambillah sebanyak mungkin 
puncak bukit sebisanya, untuk memperluas pemukiman (Yahudi). Sebab, 
semua yang kita bisa ambil akan tetap menjadi milik kita… Apa saja yang 
tidak bisa kita ambil, akan jatuh ke tangan mereka,” Kutipan perkata 
Sharon, saat berbicara di hadapan militan dari kelompok ekstrim sayap 
kanan Partai Tsomet, ketika menjabat sebagai Menteri Luar Negeri, 15 
Nopember 1998.
Congkak dan Kejam Kecongkakan Sharon dan kebenciannya terhadap orang 
Arab dan Palestina sudah mendarah-daging dalam dirinya sejak dulu.
Dalam wawancaranya dengan Jenderal Ouze Merham pada 1956, Sharon berkata ;“Saya tidak tahu ada yang namanya prinsip-prinsip internasional. Saya
 bersumpah, akan saya bakar setiap anak yang dilahirkan di daerah ini. 
Perempuan dan anak-anak Palestina lebih berbahaya dibandingkan para pria
 dewasa, sebab keberadaan anak-anak Palestina menunjukkan bahwa generasi
 itu akan berlanjut. … Saya bersumpah, jika saya sebagai seorang Israel 
bertemu dengan seorang Palestina, maka saya akan bakar dia. Dan saya 
akan membuatnya menderita sebelum membunuhnya. Dengan satu pukulan saya 
pernah membunuh 750 orang Palestina (di Rafah tahun 1956). Saya ingin 
menyemangati prajurit saya agar memperkosa gadis-gadis Arab, karena 
perempuan Palestina adalah budak untuk Yahudi dan kami dapat berbuat apa
 saja yang kami inginkan kepadanya. Tidak ada yang boleh menyuruh kami 
apa yang harus kami lakukan, justru kami yang memerintah mereka apa yang
 harus mereka lakukan.”
Bicara tentang kekejaman Sharon dalam sejarah Zionis Israel, tidak akan 
lepas dari peristiwa pembantaian warga Palestina di pengungsian 
Sabra-Shatilla dan invasi pasukan Israel ke Beirut, Libanon, pada 1982 
saat Sharon menjabat menteri pertahanan.
Dr. Ang Swee Chai, seorang perempuan warga China Kristen, yang 
dibesarkan dengan nilai-nilai anti-Islam dan Arab, serta mendukung penuh
 Yahudi dan Israel, bercerita cukup lengkap tentang kekejaman Israel di 
Sabra-Shatilla dalam bukunya “From Beirut to Jerussalem“.Pembantaian
 Sabra-Shatilla terjadi pada September 1982, hanya beberapa hari setelah
 para pejuang Palestina menyerahkan senjata mereka dibawah perjanjian 
damai internasional. Mereka kemudian dideportasi dari Beirut, 
meninggalkan keluarganya ke perlindungan pasukan perdamaian 
internasional. Pasukan Israel kemudian menginvasi Beirut. Tidak kurang 
dari 3.000 wanita dan anak-anak yang tidak berdaya dikumpulkan di kamp 
pengungsian Sabra-Shatilla. Kemudian secara sistematis mereka dibantai 
begitu saja.
Pendudukan Beirut oleh pasukan Zionis berlangsung selama 70 hari. Lebih 
dari 30.000 orang kehilangan nyawanya. Pasukan Zionis menyerang secara 
membabi-buta. Makanan, air dan listrik seketika lenyap. Lebih dari 
500.000 orang dipaksa meninggalkan rumahnya.
Berdasarkan perhitungan tentara Israel IDF, mereka menggunakan tidak 
kurang dari 960 ton amunisi untuk menghancurkan kota Beirut. Dalam 
serangan ke Libanon tersebut, untuk pertama kalinya Israel menguji 
cobakan senjata baru, yaitu bom fosfor dan bom vakum.
Jika seseorang terkena bom fosfor maka tubuhnya akan terbakar selama 
beberapa hari. Apabila tubuhnya disiram air, maka pembakarannya akan 
bertambah parah dan berlangsung lebih lama.
Bom vakum tidak kalah mengerikan. Bom itu terbuat dari TNT yang 
berkekuatan besar. Jika dijatuhkan ke sebuah gedung, maka bangunan itu 
akan tersedot ke bawah, rontok menjadi puing. Ang Swee Chai melihat 
sebuah bangunan 11 lantai mengubur hidup-hidup sekitar 200 orang di 
Beirut.
Sumber : http://www.jelajahunik.us/2013/03/ariel-sharon-sang-jagal-tujuh-tahun.html




Tidak ada komentar:
Posting Komentar