Selasa, 17 Februari 2015

BAHAYA RIYA’

Pada dasarnya, sifat manusia sangatlah senang untuk ingin dipuji, ingin dihormati dan dihargai. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu Fatawamengatakan bahwa sifat ingin dipuji merupakan syahwat khofiyyah manusia, sebagaimana seseorang jika lapar dia akan bersyahwat dengan makanan, jika melihat wanita akan bersyahwat dengan wanita tersebut, maka demikian juga jika ada kesempatan untuk menonjolkan kebaikan atau kelebihan yang ada pada dirinya maka dia akan lakukan apapun untuk memenuhi syahwat ingin dipujinya tersebut. Maka tak heran jika ada seseorang yang rela berkorban besar untuk memuaskan syahwat ingin mendapat ketenaran, sanjungan dan penghormatan tersebut.

Betapa banyak para dermawan yang ingin disanjung yang kemudian dia rela mengerluarkan uangnya hanya agar mendapat pujian. Tak peduli seberapa banyak uang yang dia keluarkan yang terpenting dia mendapat sanjungan. Betapa banyak juga para ustadz yang ingin dikenal memiliki ilmu yang tinggi, dia rela menghabiskan banyak waktu menghafal dalil ini itu hanya untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain. Jangankan waktu, jangankan harta, bahkan nyawa pun tak segan ia pertaruhkan untuk meraih pujian. Dalam sebuah hadist shahih riwayat muslim dikatakan bahwa seorang mujahid rela mempertaruhkan nyawanya hanya agar mendapat julukan sang pemberani dari manusia. Seakan dia mujahid pemburu pujian itu tak peduli walaupun harus mati yang terpenting dia bisa merasakan kelezatan dipuji-puji dihadapan manusia. Naudzubillah min dzalik.

Sifat ingin dipuji, ingin dihargai, dan ingin dihormati oleh manusia itulah pangkal dari penyakit riya’. Maka sungguh riya’ inilah penyakit hati yang sangat berbahaya. Samar namun mematikan. Riya’ mengakibatkan amalan ibadah tak diterima oleh Allah swt. Bahkan Rasullullah shollallahu’alaihi wasallammengatakan bahwa riya’ adalah syirik kecil.

“Sesungguhnya riya adalah syirik kecil”
(HR. Ahmad & Al-Hakim)

Begitu berbahayanya penyakit riya’ ini maka banyak orang berbondong-bondong mencari ilmu dan pelajaran tentangnya, apa saja kerugiannya, dalil-dalil yang melarangnya dan bagaimana cara agar terhindar dari penyakit riya’ ini. Meski demikian, manusia tetaplah manusia yang tak luput dari tipu daya syaitan.

Sebagai ilustrasi, mungkin pernah kita mendengar seseorang berkata,

“bukannya saya riya’, tapi kesuksesan ini adalah hasil dari kerja keras saya”

“bukannya saya riya’, tapi sejak saya rajin bersedekah saya merasa lebih tenang”

“bukannya saya riya’, tapi memang saya merasa ada yang kurang jika tidak bangun sholat malam”

Kalimat pembuka ‘bukannya saya riya’ inilah yang sesungguhnya membuka pintu riya’ tanpa sadar. Sebelum dirinya dituduh riya’ dia berupaya membela diri dengan mengatakan kata-kata ini. Dia ingin menutup-nutupi riya’-nya tersebut dengan mengatakan ‘bukannya saya riya’.

Tanpa disadari seseorang yang merasa aman dengan kalimat-kalimat seperti ini sesungguhnya dia telah terjebak oleh talbis (perangkap) syaitan. Walaupun dia telah berusaha menutup dan mencegah riya’ dengan kata-kata itu namun hati manusia sangatlah lemah. Bahkan tidak menutup kemungkinan seseorang bisa menjadi lebih leluasa mengatakan kebaikan-kebaikan yang telah dilakukannya karena merasa telah mendapat perlindungan dari kata-kata itu. Dan tentu ini berbahaya karena semakin membuka peluang munculnya riya’.

Oleh karena itu saudaraku, hendaklah seorang beriman itu hati-hati terhadap jebakan syaitan yang memang dibuat indah di mata manusia. Jangan sampai karena kita ingin terhindar dari riya’ kita mengatakan ‘bukannya saya riya’. Jangan sampai karena kita tak ingin berbuat sombong kemudian kita mengatakan ‘bukannya saya sombong’ dan berbagai jenis kata basa basi lainnya yang sejatinya malah menegaskan bahwa seseorang itu hendak melakukan riya’ atau kesombongan.

Meskipun demikian, hal ini bukan berarti kita menuduh saudara kita yang mengatakan ‘bukannya saya riya’ dia pasti riya’. Namun ini hanyalah sebagai renungan sekaligus pengingat bagi diri kita bahwa sangat mungkin hati kita tergelincir pada perkara-perkara halus yang mengantar kepada riya’. Terkadang kita mengucapkan ‘bukannya saya riya’, tapi ternyata itu hanyalah sebagai muqoddimah untuk diri kita melakukan riya’. Terkadang kita mengatakan ‘bukannya saya sombong’ ternyata itu hanyalah sebagai pengantar dari diri kita untuk kemudian menyombongkan diri. Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari jebakan penyakit hati dan memberikan kita hati yang bersih. Wallahu a’lam

**********

Riya, sesungguhnya penyakit yang paling besar serta mematikan yang menimpa hati manusia, serta dapat menjadikan amalan-amalan sia-sia, juga merusak seluruh perbuatan manusia serta melahirkan kekerasan dan kekejian adalah ; Riya dan Ujub.

Betapa bahayanya memiliki sifat riya’, Karena, alangkah banyak orang yang memperbanyak amalan, namun hal itu tidak memberikan manfaat kepadanya kecuali rasa capai dan keletihan semata di dunia dan siksaan di akhirat.
Ini diakibatkan karena tidak diterimanya amal yang telah dilakukannya. Untuk itu kita perlu tahu apa syarat diterimanya suatu amal.
Syarat diterimanya suatu amal adalah :
Yaitu harus terpenuhi dua perkara penting pada setiap amalan. Jika salah satu tidak tercapai, akibatnya amalan seseorang tidak ada harapan untuk diterima. Pertama : Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kedua : Amalan itu telah diperintahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an, atau dijelaskan oleh Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sunnahnya, dan mengikuti Rasulullah dalam pelaksanaannya.

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabb-nya” [Al-Kahfi : 110]

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar amal yang dikerjakan ialah amalan shalih, yaitu amal perbuatan yang sesuai dengan aturan syari’at. Selanjutnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang yang menjalankannya supaya mengikhlaskan amalan itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, tidak mencari pahala atau pamrih dari selain-Nya dengan amalan itu.

PERINTAH IKHLAS, LARANGAN BERBUAT RIYA DAN SYIRIK [3]
Ketahuilah, wahai saudara-saudara, bahwa semua amalan pasti terjadi dengan niat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sesungguhnya semua amalan ini terjadi dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa yang dia niatkan”

Dan dalam amal itu harus mengikhlaskan niat untuk Allah Ta’ala berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat ; dan yang demikian itulah agama yang lurus” [Al-Bayyinah : 5]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman.

“Katakanlah : ‘Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atas kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui” [Ali-Imran : 29]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah memperingatkan bahaya dari berbuat riya’, dalam firman-Nya.

“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu” [Az-Zumar : 65]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa mempelajari ilmu yang dengannya dicari wajah Allah Azza wa Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk meraih kesenangan dunia dengan ilmu itu, ia tidak akan mendapat aroma surga pada hari kiamat” [5]

Di antara jenis riya’ ialah sebagi berikut.

1). Riya Yang Berkaitan Dengan Badan
Misalnya dengan menampakkan kekurusan dan wajah pucat, untuk menampakkan bahwa ia rajin berpuasa.

2). Riya Dari Sisi Pakaian
Misalnya, mengenakan pakaian jenis tertentu agar dikatakan sebagai orang alim atau seorang ulama.

3). Riya Dengan Perkataan
Umumnya, riya’ seperti ini dilakukan oleh orang-orang yang menjalankan agama. Yaitu dengan memberi nasihat, memberi peringatan, menghafalkan hadits-hadits dan riwayat-riwayat, dengan tujuan untuk berdiskusi dan melakukan perdebatan, menampakkan kelebihan ilmu, berdzikir dengan menggerakkan dua bibir di hadapan orang banyak, menampakkan kemarahan terhadap kemungkaran di hadapan manusia, membaca Al-Qur’an dengan merendahkan dan melembutkan suara. Semua itu untuk menunjukkan rasa takut, sedih, dan khusyu’ (kepada Allah, pent).

4). Riya’ Dengan Perbuatan
Seperti riya’nya seseorang yang shalat dengan berdiri sedemikian lama, memanjangkan ruku, sujud dan menampakkan kekhusyu’an, riya’ dengan memperlihatkan puasa, perang (jihad), haji, shadaqah dan semacamnya.

***********

Dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya : 'Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?' Ia menjawab : 'Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.' Allah berfirman : 'Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: 'Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?' Ia menjawab: 'Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.' Allah berkata : 'Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari' (pembaca al Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya : 'Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?' Dia menjawab : 'Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.' Allah berfirman : 'Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).' Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’”

BAHAYA RIYA[1]
Di dalam al Qur`an dan as Sunah banyak sekali ancaman tentang bahaya riya'. Riya' termasuk kedurhakaan hati yang sangat berbahaya terhadap diri, amal, masyarakat dan umat. Dan ia juga termasuk dosa besar yang merusak. Di antara bahaya riya' adalah sebagai berikut :

1. Riya' Lebih Berbahaya Bagi Kaum Muslimin Daripada Fitnah Masiih Ad Dajjal.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ قَالَ قُلْنَا بَلَى فَقَالَ الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

"Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,”Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya". [HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa'id al Khudri. Hadits ini hasan-Shahih at Targhib wat Tarhib, no. 30]

2. Riya' Lebih Sangat Merusak Daripada Serigala Menyergap Domba

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِيْ غَنَمٍ بِأَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَ الشَّرَفِ لِدِيْنِهِ

"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salalm bersabda : “Tidaklah dua ekor serigala yang lapar dan dilepaskan di tengah sekumpulan domba lebih merusak daripada ketamakan seorang kepada harta dan kedudukan bagi agamanya". [HSR Ahmad, III/456; Tirmidzi, no. 2376; Darimi, II/304, dan yang lainnya dari Ka'ab bin Malik].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan permisalan rusaknya agama seorang muslim karena tamaknya kepada harta, kemuliaan, pangkat dan kedudukan. Semua ini menggerakkan riya' di dalam diri seseorang.

3. Amal Shalih Akan Hilang Pengaruh Baiknya Dan Tujuannya Yang Besar Bila Disertai Riya'.
Allah berfirman :

"Maka celakalah bagi orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya' dan mencegah (menolong dengan) barang yang berguna". [al Ma’uun : 4-7]
.
Orang yang berbuat riya' dan tidak mau menolong orang lain, karena shalat mereka tidak mempunyai pengaruh dalam hati mereka, sehingga mencegah kebaikan dari hamba-hamba Allah. Mereka hanyalah menunaikan gerakan-gerakan shalat dan memperindahnya, karena semua mata memandangnya, padahal hati mereka tidak memahami, tidak tahu hakikatnya dan tidak mengagungkan Allah. Karena itu, shalat mereka tidak berpengaruh terhadap hati dan amal. Riya' menjadikan amal itu kosong tidak ada nilainya.

4. Riya' Akan Menghapus Dan Membatalkan Amal Shalih.
Allah berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya' kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadikan ia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunujuk kepada orang-orang kafir". [al Baqarah : 264].

Hati yang tertutup riya' ibarat batu licin yang tertutup tanah. Orang yang berbuat riya' tidak akan membuahkan kebaikan, bahkan ia telah berbuat dosa yang akan dia peroleh akibatnya pada hari Kiamat. Riya' menghapuskan amal shalih, dan seseorang tidak mendapatkan apa-apa karenanya di akhirat nanti dari amal-amal yang pernah ia lakukan di dunia. Sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ الرِّيَاءُ ، يَقُوْلُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جَزَى النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ : اذْهَبُوْا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاؤُوْنَ فِيْ الدُّنْيَا ، فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ عِنْدَهُمْ جَزاَءً ؟!

"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, yaitu riya'. Allah akan mengatakan kepada mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-amal manusia “Pergilah kepada orang-orang yang kalian berbuat riya' kepada mereka di dunia. Apakah kalian akan mendapat balasan dari sisi mereka?" [HR Ahmad, V/428-429 dan al Baghawi dalam Syarhus Sunnah, XIV/324, no. 4135 dari Mahmud bin Labid. Lihat Silsilah Ahaadits Shahiihah, no. 951]

Pelaku riya' akan memamerkan amalnya agar dipuji, disanjung dan mendapatkan kedudukan di hati manusia. Dia tidak akan mendapat ganjaran kebaikan dari Allah, dan tidak pula dari orang-orang yang memujinya, karena yang berhak memberi balasan hanya Allah saja. Allah berfirman dalam hadits Qudsi :

أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ ، مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِيْ ، تَرَكْتُهُ وَ شِرْكَهُ

"Aku adalah sekutu yang Maha Cukup, sangat menolak perbuatan syirik. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang dicampuri dengan perbuatan syirik kepadaKu, maka Aku tinggalkan dia dan (Aku tidak terima) amal kesyirikannya" [HR Muslim, no. 2985 dan Ibnu Majah, no. 4202 dari sahabat Abu Hurairah)]

5. Riya' Adalah Syirik Khafi (Tersembunyi).
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِيْ مِنَ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ ، قَالَ قُلْنَا بَلَى ، فَقَالَ : الشِّرْكُ الْخَفِيُّ أَنْ يَقُوْمَ الرَّجُلُ يُصَلِّيْ فَيُزَيِّنُ صَلاَتَهُ لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

"Maukah aku kabarkan kepada kalian sesuatu yang lebih tersembunyi di sisiku atas kalian daripada Masih ad Dajjal?” Dia berkata,“Kami mau,” maka Rasulullah berkata, yaitu syirkul khafi; yaitu seseorang shalat, lalu ia menghiasi (memperindah) shalatnya, karena ada orang yang memperhatikan shalatnya".[HR Ibnu Majah, no. 4204, dari hadits Abu Sa'id al Khudri, hadits ini hasan-Shahih Ibnu Majah, no. 3389]

6. Riya' Mewariskan Kehinaan Dan Kerendahan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ سَمَّعَ النَّاسَ بِعَمَلِهِ ، سَمَّعَ اللهُ بِهِ مَسَامِعَ خَلْقِهِ ، وَصَغَّرَهُ وَحَقَّرَهُ

"Barangsiapa memperdengarkan amalnya kepada orang lain (agar orang tahu amalnya), maka Allah akan menyiarkan aibnya di telinga-telinga hambaNya, Allah rendahkan dia dan menghinakannya". [HR Thabrani dalam al Mu’jamul Kabiir; al Baihaqi dan Ahmad, no. 6509. Dishahihkan oleh Ahmad Muhammad Syakir. Lihat Shahiih at Targhiib wat Tarhiib, I/117, no. 25].

7. Pelaku Riya' Tidak Akan Mendapatkan Ganjaran Di Akhirat.
Dari Ubay bin Ka'ab, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

بَشِّرْ هَذِهِ الأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ وَالرِّفْعَةِ ، وَالدِّيْنِ ، وَ النَّصْرِ ، وَ التَّمْكِيْنِ فِي الأَرْضِ ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الأَخِرَةِ لِلدُّنْيَا ، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الأَخِرَةِ نَصِيْبٌ

"Sampaikan kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, kedudukan yang tinggi (keunggulan), agama, pertolongan dan kekuasaan di muka bumi. Barangsiapa di antara mereka melakukan amal akhirat untuk dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat". [HR Ahmad, V/134; dan Hakim, IV/318. Shahih, lihat Shahih Jami’ush Shaghiir, no. 2825]

8. Riya' Akan Menambah Kesesatan Seseorang.
Allah Ta'ala berfirman :

"Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedangkan mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta". [al Baqarah : 9-10].

9. Riya' Merupakan Sebab Kekalahan Ummat Islam.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذِهِ الأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَ صَلاَتِهِمْ , وَ إِخْلاَصِهِمْ

"Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan orang-orang yang lemah, yaitu dengan doa, shalat, dan keikhlasan mereka" [HSR an Nasa-i, VI/45, dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash][2]

Ikhlas karena Allah menjadi sebab ditolongnya umat ini dari musuh-musuh mereka. Allah melarang kita keluar berperang dengan sombong dan riya', karena hal ini akan membawa kepada kekalahan. Allah berfirman :

"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan". [al Anfaal : 47].

BEBERAPA PERKARA YANG TIDAK TERMASUK RIYA'[3]
Ada beberapa perkara yang disangka oleh sebagian orang sebagai perbuatan riya', padahal sesungguhnya tidak demikian. Perkara-perkara tersebut adalah.

1. Pujian Manusia Atas Seorang Hamba Atas Amal Baik Yang Ia Lakukan Tetapi Bukan Tujuannya Ingin Dipuji.

Apabila seseorang mengamalkan sesuatu perbuatan dengan ikhlas dan sampai selesai amal itu pun dilakukan dengan ikhlas, kemudian ada yang mengetahui amal tersebut lalu memujinya, namun ia tidak menghendaki yang demikian itu, maka hal itu tidak termasuk riya'. Seperti dalam hadits Abu Dzar:

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ ، قَالَ : قِيْلَ لِرَسُولِ اللهِ : أَرَأَيْتَ الرَّجُلَ يَعْمَلُ الْعَمَلَ مِنَ الْخَيْرِ ، وَ يَحْمَدُهُ النَّاسُ عَلَيْهِ ؟ قَالَ: تِلْكَ عَاجِلُ بُشْرَى الْمُؤْمِنِ

Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang seseorang yang mengerjakan satu amal kebaikan, lalu orang memujinya?” Beliau menjawab,”Itu merupakan kabar gembira bagi orang mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia." [HSR Muslim, 2642; Ibnu Majah, no. 4225 dan Ahmad, V/156, 157; dari sahabat Abu Dzar].

Namun ia tidak berlaku 'ujub, dan tidak pula sengaja agar orang mengetahui kebaikannya.

2. Giatnya Seorang Hamba Dalam Berbuat Kebaikan Ketika Ada Orang Yang Melihatnya Dan Ketika Menemani Orang-Orang Yang Ikhlas Dan Orang Shalih.

Ibnu Qudamah al Maqdisi rahimahullah (wafat tahun 689 H) menjelaskan dalam kitabnya, Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 288: "Adakalanya seseorang berada di tengah orang-orang yang tekun beribadah. Ia melakukan shalat hampir sebagian besar malam karena kebiasaan mereka adalah bangun malam. Dia pun mengikuti mereka melaksanakan shalat dan puasa. Andaikata mereka tidak melaksanakan shalat malam, maka iapun tidak tergugah untuk melakukan kegiatan itu. Mungkin ada yang menganggap bahwa kegiatan orang itu termasuk riya', padahal tidak demikian sebenarnya, bahkan hal itu perlu dirinci. Setiap orang mukmin tentunya ingin banyak beribadah kepada Allah, tetapi kadang-kadang ada satu dua hal yang menghambat atau yang melalaikannya. Maka boleh jadi dengan melihat orang lain yang aktif dalam melakukan kegiatan ibadah, membuatnya mampu menyingkirkan hambatan dan kelalaian itu. Bila seseorang berada di rumahnya, lebih mudah baginya untuk tidur di atas kasur yang empuk dan bercumbu dengan istrinya. Tetapi bila dia berada di tempat yang jauh, ia tidak disibukkan oleh hal-hal itu. Kemudian ada beberapa faktor pendorong yang membangkitkannya untuk berbuat kebajikan, di antaranya keberadaannya di tengah orang yang beribadah atau disaksikan oleh mereka. Boleh jadi dia merasa berat berpuasa ketika berada di rumah, karena di dalamnya ada banyak makanan. Dalam keadaaan seperti itu, setan terus menggoda untuk menghalanginya dari ketaatan sambil berkata ‘jika engkau berbuat di luar kebiasannmu, berarti engkau adalah orang yang berbuat riya',’ maka dia tidak boleh memperdulikan bisikan setan ini. Dia harus melihat pada tujuan batinnya dan jangan sekali-sekali ia menoleh kepada bisikan setan”.

3. Menyembunyikan Dosa
Wajib bagi seorang mukmin atas mukmin lainnya, apabila berbuat suatu kesalahan, hendaklah ia tutupi dan jangan ia tampakkan dosanya. Kemudian ia wajib segera bertobat kepada Allah. Karena, menceritakan maksiat yang telah terlanjur dilakukan, berarti menyiarkan kekejian di antara kaum mukminin dan akan membuat dia meremehkan batas-batas Allah. Allah berfirman :

"Sesungguhnya orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu disiarkan di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui". [an Nuur : 19].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ أُمَّتِيْ مُعَافىً إِلاَّ الْمُجَاهِرِيْنَ ، وَ إِنَّ مِنَ الْمُجَاهِرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَ قَدْ سَتَرَهُ اللهُ فَيَقُوْلَ : يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كذَا وَ كَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَ يُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللهِ عَنْهُ

"Setiap umatku akan dimaafkan, kecuali orang-orang yang terang-terangan. Sesungguhnya termasuk terang-terangan ialah, jika seseorang melakukan suatu amal (dosa) pada malam hari, kemudian pagi harinya ia bercerita. Padahal pada malamnya Allah sudah menutupi dosanya. Ia katakana, hai Fulan, tadi malam aku berbuat begini dan begitu, padahal malam itu Allah sudah menutupi dosanya, namun pagi harinya ia justru menyingkap tutupan Allah pada dirinya". [HSR Bukhari, no. 6069 dan Muslim, no. 2990 dari Abu Hurairah].

4. Mengenakan Pakaian Indah Dan Bagus
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِيْ قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ ،قَالَ رَجُلٌ : إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَناً وَ نَعْلُهُ حَسَنَةً، قَالَ : إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَ غَمْطُ النَّاسِ

"Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat dzarrah (biji atom)”. Seseorang berkata: “Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang menyukai pakaiannya bagus dan sandalnya bagus,” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,”Sesungguhnya Allah indah dan menyukai keindahan; sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia". [HR Muslim, no. 91; Abu Dawud, no. 4091; at Tirmidzi, no. 1999 dan al Baghawi, no. 3587 dari hadits Abdullah bin Mas’ud].

5. Menampakkan Syiar-Syiar Agama Islam
Di dalam Islam ada beberapa ibadah yang tidak mungkin disembunyikan dalam pelaksanaannya, seperti haji, umrah, shalat Jum’at, shalat berjama'ah yang lima waktu dan lainnya.

Seorang muslim tidak dikatakan berbuat riya', bila ia menampakkan amal-amal ini. Karena termasuk amal-amal yang wajib ditampakkan dan dimasyhurkan serta melaksanakannya adalah termasuk syiar-syiar Islam. Orang yang meninggalkannya akan terkena celaan dan kutukan. Akan tetapi, jika amal-amal ibadah sunnah, hendaknya disembunyikan, karena tidak tercela bagi orang yang meninggalkannya. Tetapi jika ia menampakkan amal itu dengan tujuan supaya orang lain mengikuti sunnah itu, maka hal itu adalah baik. Sesungguhnya yang dikatakan riya', yaitu apabila tujuannya menampakkan amal tersebut supaya dilihat, dipuji dan disanjung manusia.

[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Puwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183, Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Ar Riya' , hlm. 39-52.
[2]. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, no. 2896 dan lainnya tanpa menyebutkan lafazh ikhlas. Lihat Shahih at Targhib wat Tarhiib (I/105 no. 6). Hadits ini terdapat syahidnya dari Abu Darda’, diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an Nasa-i (VI/45), Fathul Bari (VI/89).
[3]. Ar Riya', hlm. 53-59.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar