Jumat, 18 September 2015

KAJIAN YURIDIS TENTANG KEWENANGAN POLRI DALAM MENERBITKAN SIM, STNK DAN BPKB

KAJIAN YURIDIS TENTANG KEWENANGAN POLRI DALAM MENERBITKAN SIM, STNK DAN BPKB

Oleh: Brigjen Pol. Dr. Bambang Usadi, MM

Kewenangan Polri dalam bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta penerbitan Surat Ijin Mengemudi sebagaimana diatur dalam Pasal15 ayat (2) huruf b dan c UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), pasal 67 ayat (3), pasal 68 ayat (6), pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), pasal 75, pasal 85 ayat (5), pasal 87 ayat (2), dan pasal 88 UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan dipersoalkan secara hukum dengan mengajukan permohonan pengujian peraturan perundang-undangan (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai bertentangan dengan pasal 30 ayat (4) UUD Negara RI 1945.

Pemohon menilai kewenangan Polri di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta penerbitan Surat Ijin Mengemudi sebagai perluasan dan penyimpangan kewenangan Polri di bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat sebagaimana diamanahkan dalam pasal 30 ayat (4) UUD Negara RI 1945, yang menyebabkan berkurangnya perhatian atau tidak maksimalnya Polri dalam melaksanakan kewenangan di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga timbul kerugian bagi masyarakat, khususnya bagi diri para pemohon.

Pasal 30 ayat (4) UUD Negara RI 1945 yang menegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Patut diketahui bahwa pada dasarnya, fungsi kepolisian menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat tersebut mencakup fungsi penangkalan (preemptif), pencegahan (preventif) dan penegakan hukum (represif). Itulah sebabnya dalam penjelasan UU No 2 Tahun 2002 ditegaskan bahwa tindakan pencegahan tetap diutamakan melalui pengembangan asas preventif dan asas kewajiban umum kepolisian, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Sebagaimana Prof. Awaloedin Djamin MA dalam bukunya “Kedudukan Kepolisian Negara RI dalam Sistem Ketatanegaraan: Dulu, Kini dan Esok”, yang mengemukakan bahwa, “sedemikian rinci fungsi dan kewenangan Polri menjadikan Polri memiliki tugas mulai dari proses pre-emtif, preventif sampai represif. Keseluruhan fungsi tersebut merupakan fungsi kepolisian yang bersifat universal”.

Tujuan penerbitan SIM adalah untuk memastikan pengguna jalan memiliki kesiapan jasmani dan rohani, serta memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Tujuan tersebut jelas merupakan bagian dari upaya dan tindakan nyata fungsi preventif kepolisian sebagai bagian integral fungsi Kamtibmas untuk menekan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang mengancam dan membahayakan keselamatan, harta dan jiwa pengguna jalan dan masyarakat secara umum yang merupakan tugas utama Polri sebagaimana ditegaskan pada UU No 2 Tahun 2002 pasal 14 ayat (1) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas: (i) melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tanpa fungsi preventif kepolisian yang diterapkan secara menyeluruh (holistik) dan menyatu (integral), maka praktis fungsi kepolisian dalam menjaga kamtibmas tidak akan mampu berjalan secara efektif, mengingat sedemikian kuatnya dorongan Polri untuk mengkedepankan aspek fungsi preventif dalam menjalankan fungsi menjaga kamtibmas dibandingkan dengan mengandalkan fungsi represif kepolisan semata.

Demikian halnya dengan penerbitan STNK dan BPKB, yang di dalamnya berisi data yang sangat dibutuhkan oleh bagian forensik kepolisan untuk keperluan identifikasi alat bukti pada penanganan tindak pidana yang melibatkan kendaraan bermotor, baik menyangkut pelanggaran lalu lintas maupun tindak pidana umum, bahkan tindak pidana luar biasa (extraordinary crime) seperti kasus terorisme, dimana dibutuhkan juga kemudahan akses data yang terintegrasi dengan fungsi represif kepolisian dalam menjalankan fungsi menjaga kamtibmas, sehingga kewenangan penerbitan BPKB dan STNK nyata merupakan bagian untuk menguatkan fungsi represif Kepolisian. Hal ini dibuktikan dengan pengungkapan kasus Bom Bali, dimana identifikasi terhadap bukti-bukti forensik yang diperoleh dari nomor rangka kendaraan dan data-data forensik lainnya dari kendaraan, turut memberikan andil besar mengungkap pelaku teror peledakan bom Bali, pengungkapan kasus pencurian kendaraan bermotor, kejahatan dengan menggunakan kendaraan bermotor, kecelakaan dan pelanggaran lalu lintas, termasuk kasus tabrak lari.

Penghimpunan data kendaraan pada saat penerbitan BPKB dan STNK di bawah kewenangan Polri sangat mendukung fungsi represif kepolisian dalam menjalankan fungsi kamtibmas disebabkan BPKB dan STNK berisi semua data identifikasi kendaraan bermotor seperti nomor polisi, merk dan tipe, tahun pembuatan, nomor mesin, nomor rangka, dan juga asal usul kendaraan seperti negara pembuat, cara impor, nama perusaahaan penjual atau dealer, dan nama pembeli atau pemilik. BPKB juga memuat data mutasi yakni apabila kendaraan berganti pemilik, nomor polisi, atau apabila kendaraan tersebut mengalami modifikasi ataupun diubah cirinya. STNK berisi identitas kepemilikan (nomor polisi, nama pemilik, alamat pemilik) dan identitas kendaraan bermotor (merk/tipe, jenis/model, tahun pembuatan, tahun perakitan, isi silinder, warna, nomor rangka/NIK, nomor mesin, nomor BPKB, warna TNKB, bahan bakar, kode lokasi, dsb). Nomor polisi dan masa berlaku yang tertera dalam STNK kemudian dicetak pada plat nomor untuk dipasang pada kendaraan bermotor bersangkutan.

UUD Negara RI 1945 pasal 34 ayat (3) menegaskan Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Konsideran UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menegaskan bahwa negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dimana pada UU yang sama, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan administratif penerbitan SIM, STNK dan BPKB merupakan pelaksanaan dari amanah UUD Negara RI 1945 menyangkut kewajiban pemerintah memberikan pelayanan publik, sehingga pelayanan publik adalah bagian dari penyelenggaraan negara. Polri adalah bagian dari institusi penyelenggara negara sesuai dengan Pasal 30 ayat (4) UUD Negara RI 1945 yang menegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara, yang dipertegas juga dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 2 Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara. Sehingga, sebagai alat negara dan penyelenggara fungsi pemerintahan negara, Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada ketentuan Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara.

Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara sebagaimana ditegaskan dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, BAB III Asas Umum Penyelenggaraan Negara: Pasal 3 menyebutkan asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas, dimana asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian Penyelenggara Negara, sedangkan asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Bagian Kedua: Asas Penyelenggaraan Pemerintahan, Pasal 20 menambahkan asas Asas Umum Penyelenggaraan Negara mencakup juga asas efisiensi dan asas efektivitas.

Merujuk pada asas-asas penyelenggaraan negara tersebut, maka sudah sangat tepat menetapkan Polri sebagai satu-satunya institusi yang memiliki kewenangan menerbitkan SIM, STNK dan BPKB, mengingat kewenangan tersebut mampu mengefektifkan dan mengefisienkan kinerja fungsi preventif dan represif kepolisian dalam menjalankan fungsi menjaga Kamtibmas. Kewenangan tersebut juga menegaskan dan memperhatikan profesionalitas petugas polisi lalu lintas yang paling memahami ketentuan dan praktek fungsi kepolisian dalam lalu lintas (fungsi lantas) dan fungsi reskrim, serta memastikan asas tertib penyelenggaraan negara dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk tujuan melayani kepentingan umum masyarakat.

Dengan demikian, Polri yang dalam hal ini korps lalu lintas merupakan satu-satunya lembaga yang paling tepat mengelola Penerbitan SIM, STNK dan BPKB disebabkan kewenangan tersebut adalah bagian dari fungsi preventif dan fungsi represif kepolisian yang merupakan bagian tak terpisahkan dari fungsi kepolisian dalam menjaga kamtibmas. Apalagi dipertegas dengan fungsi pelayanan publik yang menjadi kewajiban penyelenggaraan pemerintahan, dan Polri adalah bagian dari penyelenggara pemerintahan negara dimana dalam hal pelayanan penerbitan SIM, STNK dan BPKB, asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan negara seperti asas profesionalitas, asas efektif, asas efisien, asas tertib penyelenggaraan negara dan kepentingan umum meletakkan Polri sebagai institusi yang paling mampu dan paling tepat memenuhi seluruh aspek dari asas-asas penyelenggaraan negara dalam memberikan pelayanan penerbitan SIM, STNK dan BPKB.

Meletakkan kewenangan pelayanan penerbitan SIM, STNK dan BPKB di bawah Polri sudah sejalan dengan semangat amanah Pasal 30 ayat (4) dan pasal 34 ayat (3) UUD Negara RI 1945, sehingga di samping terjadi kesesuaian norma antara UU No 2 Tahun 2002 dan UU No UU No 22 Tahun 2009 dengan Pasal 30 ayat (4) UUD Negara RI 1945, juga penyelenggaraan kewenangan tersebut membuktikan terjadinya harmonisasi antar pasal dalam UUD Negara RI 1945, yakni antara pasal 30 dan pasal 34 UUD Negara RI 1945, yang juga diperkuat dengan optimalnya pemenuhan penyelenggaraan pemerintah negara yang selaras dengan asas-asas penyelenggaraan pemerintahan/negara sebagaimana ditegaskan dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN dan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam pemberian pelayanan publik sebagaimana ditegaskan dalam UU No 25 Tahun 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar