Ungkapan tidurnya orang berpuasa
merupakan ibadah memang sudah seringkali kita dengar, baik di pengajian
atau pun di berbagai kesempatan. Dan paling sering kita dengar di bulan Ramadhan
Di antara lafadznya yg paling populer adl demikian:
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَة وَصَمْتُهُ تَسْبِيح وَعَمَلُه مُضَاعَف وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَاب وَذَنْبُهُ مَغْفُور
Tidurnya orang puasa merupakan ibadah, diamnya merupakan tasbih, amalnya dilipat-gandakan (pahalanya), doanya dikabulkan & dosanya diampuni.
Meski
di dalam kandungan hadits ini ada beberapa hal yg sesuai dgn
hadits-hadits yg shahih, seperti masalah dosa yg diampuni serta pahala
yg dilipat-gandakan, namun khusus lafadz ini, para ulama sepakat
mengatakan status kepalsuannya.
Adalah Al-Imam Al-Baihaqi
yg menuliskan lafadz itu di dalam kitabnya, Asy-Syu’ab Al-Iman. Lalu
dinukil oleh As-Suyuti di dalam kitabnya, Al-Jamiush-Shaghir, seraya
menyebutkan bahwa status hadits ini dhaif (lemah).
Namun status
dhaif yg diberikan oleh As-Suyuti justru dikritik oleh para muhaddits yg
lain. Menurut kebanyakan mereka, status hadits ini bukan hanya dhaif
tetapi sudah sampai derajat hadits maudhu’ (palsu).
Hadits Palsu
Al-Imam
Al-Baihaqi telah menyebutkan bahwa ungkapan ini bukan merupakan hadits
nabawi. Karena di dalam jalur periwayatan hadits itu terdapat perawi yg
bernama Sulaiman bin Amr An-Nakhahi, yg kedudukannya adl pemalsu hadits.
Hal senada disampaikan oleh Al-Iraqi, yaitu bahwa Sulaiman bin Amr ini
termasuk ke dalam daftar para pendusta, dimana pekerjaannya adl pemalsu
hadits.
Komentar Al-Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah juga semakin menguatkan kepalsuan hadits ini. Beliau
mengatakan bahwa si Sulaiman bin Amr ini memang benar-benar seorang pemalsu hadits.
Bahkan
lbh keras lagi adl ungkapan Yahya bin Ma’in, beliau bukan hanya
mengatakan bahwa Sulaiman bin Amr ini pemasu hadits, tetapi beliau
menambahkan bahwa Sulaiman ini adl “manusia paling pendusta di muka bumi
ini!”
Selanjutnya, kita juga mendengar komentar Al-Imam
Al-Bukhari tentang tokoh kita yg satu ini. Beliau mengatakan bahwa
Sulaiman bin Amr adl matruk, yaitu haditsnya semi palsu lantaran dia
seorang pendusta.
Saking tercelanya perawi hadits ini, sampai-sampai Yazid bin Harun mengatakan bahwa siapapun tdk halal meriwayatkan hadits dari Sulaiman bin Amr.
Iman
Ibnu Hibban juga ikut mengomentari, “Sulaiman bin Amr An-Nakha’i adl
orang Baghdad yg secara lahiriyah merupakan orang shalih, sayangnya dia
memalsu hadits”. Keterangan ini bisa kita dpt di dalam kitab Al-Majruhin
minal muhadditsin wadhdhu’afa wal-matrukin. Juga bisa kita dapati di
dalam kitab Mizanul I’tidal.
Rasanya keterangan tegas dari para
ahli hadits senior tentang kepalsuan hadits ini sudah cukup lengkap,
maka kita tdk perlu lagi ragu-ragu utk segera membuang ungkapan ini dari
dalil-dalil kita. Dan tdk benar bahwa tidurnya orang puasa itu
merupakan ibadah.
Oleh karena itu, tindakan sebagian saudara kita utk byk -banyak tidur di tengah hari bulan Ramadhan dengan
alasan bahwa tidur itu ibadah, jelas-jelas tdk ada dasarnya. Apalagi
mengingat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tdk pernah
mencontohkan utk menghabiskan waktu siang hari utk tidur.
Kalau pun ada istilah qailulah, maka prakteknya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya sejenak memejamkan mata. Dan yg namanya sejenak, paling-paling hanya sekitar 5 sampai 10 menit saja. Tidak berjam-jam sampai meninggalkan tugas & pekerjaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar