MELIHAT seorang sahabatnya sedang naik kuda, Nabi saw menegur, ”Hai, mengapa kaunaiki seekor anak kuda?
Sahabatnya itu terkejut dan menyanggah, “Bukan ya Rasulullah. Kuda saya sudah dewasa. Ini induk kuda, bukan anak kuda.”
Nabi tertawa, “Bagaimana mungkin? Induk kuda pun anak kuda juga bukan? Apakah anak kucing?”
Sahabat itu terpingkal-pingkal setelah menyadari kebodohannya.
Pada hari yang berbeda beliau melihat seorang sahabat sedang makan kurma dalam keadaan matanya yang sebelah sakit. Nabi bertanya kaget, “Hai, sungguh mengherankan. Bagaimana caranya engkau memakan kurma, padahal matamu yang sebelah sedang sakit?”
Sahabat itu tahu Nabi sedang bercanda. Dengan nada yang sama ia menjawab, “Saya makan dengan mata yang sebelahnya lagi, ya Rasulullah.”
Nabi saw memang suka berkelakar untuk menghidupkan suasana ceria dengan para sahabatnya. Sehingga hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin berlangsung wajar dan tidak kaku.
Pernah Rasulullah terlambat tiba di masjid ketika para sahabat sudah ramai berkumpul. Biasanya Rasulullah sudah berada lebih dahulu di mesjid sebelum para sahabat berdatangan.
Melihat Nabi saw muncul dipintu mesjid, para sahabat langsung berdiri untuk menghormati kehadirannya.
Beliau segera mencegah seraya berkata, “Janganlah kalian berdiri menyambut kedatanganku. Aku bukan raja. Aku cuma seorang hamba Allah yang makan dan minum seperti kalian juga.”
Abu Hurairah pernah pagi-pagi bercerita kepada para sahabatnya, “Aku baru saja ditengok Rasulullah, padahal aku hanya sakit gigi.”
Ketika Rasulullah tidak melihat orang tua yang biasa membersihkan mesjid, beliau bertanya kepada para sahabatnya, “Kenapa orang tua itu tidak datang? Sakitkah dia, atau ada halangan yang lainya?”
Seorang sahabat menerangkan, “Orang tua itu meninggal dunia kemarin dan telah dikebumikan dengan baik.”
Nabi terperanjat. Beliau bertanya, “Mengapa tidak ada seorangpun yang memberitahukan hal itu kepadaku?”
Para sahabat berdalih, bahwa kematian seorang tua adalah soal biasa. Sedangkan Rasululah nampak selau sibuk. Jadi mereka berpendapat tidak perlu mengabarkan hal itu kepada beliau.
Nabi menyesal sekali dan wajahnya berubah muram. Beliau lantas menanyakan dimana kuburannya. Seorang sahabat menyahut, “Jauh sekali Rasulullah.”
Nabi tetap bersikeras untuk menziarahi kuburannya. Beliau memperingatkan bahwa semua manusia memiliki derajat yang sejajar. Manusia berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Jangan memperdayakan seseorang dari yang lainnya. Tidak ada kelebihan orang kulit putih dibanding dengan orang kulit hitam. Tidak ada kelebihan bangsa Arab daripada bangsa Ajam. Semua dinilai dari kadar takwa masing-masing.
Seperti yang dikatakan, akhirnya Nabi berziarah ke makam orang tua itu walaupun tempatnya jauh sekali dan amat terpencil. Matahari panas terik, sampai Nabi menderita sakit kepala. Pada waktu kembali ke Madinah dari luar kota tempat dikuburkannya orang tua itu, pakaiannya basah kuyup oleh keringat, matanya pedih dan merah, namun wajahnya berseri-seri karena merasa lega. [sumber: 30 Kisah Teladan, Aburrahman Ar-Raisi, Penerbit Rosda Karya]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar