“Loe tau kalo seekor ikan itu busuk dari bagian tubuh mananya dulu?” Jawab: “Ya, benar dan insang berada di bagian kepala.”
Ternyata ini adalah sebuah analogi kepemimpinan. Sebuah organisasi atau perusahaan atau bagaimana pun Anda menyebutnya, apabila mengalami sebuah kekacauan, demonstrasi, pemberontakan, mogok, buruh demo, meningkatnya jumlah karyawan resign, anak buah ‘nilep’ uang, bawahan berbohong, dan masih banyak lagi, bisa jadi, dan mostly, disebabkan oleh kepalanya terlebih dahulu.
Sama seperti ikan. Sebuah ikan akan diketahui kalau busuk dari kepalanya. Dan itulah asal muasal kebusukan itu. Mulai dari kepala lalu jatuh ke hati.
Kata "kebusukan" (asal dari kata "busuk"), seringkali berhubungan dengan soal buah-buahan, ikan, daging, dan lain sejenisnya. Namun di sisi lain, kita pun sudah sangat akrab dengan istilah "kutu busuk". Bahkan perilaku seseorang yang dinilai tidak terpuji, ujung-ujung nya akan berakhir dengan kata kebusukan.
Betul, kata kebusukan ini cenderung berkonotasi negatif. Kita tentu tidak akan merasa bangga kalau di lemari kita tersimpan mangga busuk. Kita juga akan merasa tidak nyaman bila di lemari es tersimpan ikan busuk. Dan tentu saja kita pun tidak akan pernah memesan daging busuk bila para pramusaji menyuguhkan menu makanan di sebuah restoran.
Pendek kata, kata busuk atau kebusukan, bukanlah sebuah kondisi yang kita inginkan dan patut dibanggakan. Malah kalau mungkin kita harus selalu terhindar dari suasana hidup yang penuh dengan kata-kata tersebut. Hal ini penting kita hayati, karena sangatlah tidak baik, jika dalam melakoni hidup ini, ternyata kita berusaha untuk menutupi sebuah kebusukan. Banyak yang berpendapat, sepandai-pandai nya orang menutupi kebusukan, akhirnya pasti akan terungkap juga.
Ada sebuah pertanyaan yang menarik untuk jadi bahan perenungan kita bersama : mengapa kalau proses pembusukan ikan dimulai dari kepala nya ? Lalu ada juga sebuah ungkapan yang menyatakan : "tidak ada anak buah yang salah, pemimpinlah yang harus bertanggungjawab".
Kedua pernyataan diatas memberi kesan bahwa yang nama nya "pemimpin" memang memiliki tanggungjawab yang berbeda dengan yang dipimpinnya. Tugas dan tanggungjawab seorang suami sebagai pemimpin rumah tangga, tentu akan berbeda dengan sang istri atau menantunya.
Beda pula dengan tugas dan tanggungjawab sang supir atau pembantu rumah tangganya. Itulah sebabnya mengapa yang namanya "standing posision" pemimpin cenderung memiliki tempat dan kedudukan tersendiri dalam sebuah proses kehidupan di dunia ini.
Mengingat betapa pentingnya keberadaan pemimpin dalam sebuah kehidupan, baik itu di skala rumah tangga hingga skala bangsa, Nabi Muhammad SAW, telah memberi teladan soal kepemimpinan ini.
Seorang pemimpin itu harus sidiq, amanah, tablig dan fathonah (=jujur, dapat dipercaya, transparansi dan profesional). Hanya, bila kita berkenan untuk berbicara jujur, maka menjadi seorang pemimpin yang benar-benar mampu mewujudkan keteladanan Rosulullah diatas, bukanlah hal yang cukup mudah untuk diwujudkan.
Dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat sekarang ini, memang ada fenomena-fenomena yang menarik untuk kita cermati, termasuk banyaknya "kebusukan-kebusukan" yang terungkap yang selama dilakukan oleh para pemimpin. Mulai dari terbongkarnya sebuah perselingkuhan yang dilakukan oleh pemimpin rumah tangga. Terbongkarnya pemangkiran membayar pajak oleh sekelompok pemimpin perusahaan. Terungkapnya kelemahan dan ketidakmampuan sebuah organisasi olah raga karena ketidakpiawaian pimpinan organisasi olah raga tersebut dalam mengembangkan manajemen kepemimpinannya. Terbongkarnya mafia hukum, mafia kasus, mafia proyek, dan lain sebagainya. Dan macam-macam perilaku lain yang sangat tidak terpuji dan kini mulai terbongkar satu demi satu.
Kebusukan memang tidak mungkin akan terus tertutupi, walau dengan teknologi secanggih apa pun. Dengan semakin seriusnya Pemerintah mengungkap perilaku-perilaku yang menyimpang dan jauh dari norma-norma kehidupan yang baik, kita berharap agar yang namanya kebusukan sedikit demi sedikit akan terselesaikan. Ini penting kita catat, karena betapa wangi nya aura kehidupan jika negeri dan bangsa ini bebas dari "bau busuk", yang kini masih tercium dalam kehidupan sehari-hari.
REVOLUSI MENTAL Jawabannya....!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar