Setelah membacakan ayat ini kepada Bilal bin Rabah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Celakalah bagi orang yang membaca ayat-ayat ini, lalu ia tidak memikirkan apa yang terkandung di dalamnya.” Ayat inilah yang membuat Nabi menangis semalam suntuk dalam Tahajjudnya.
Dikisahkan oleh ‘Aisyah binti Abu Bakar, malam itu adalah gilirannya. Rasulullah sudah berada di rumahnya. Dan sudah berada di tempat tidur. Berdua. Bunda ‘Aisyah mengatakan, “Kulitnya sudah menyentuh dengan kulitku.”
Tak lama setelah itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berpamit, beliau hendak mendirikan Shalat Malam. Duhai, betapa mulianya akhlak beliau? Bahkan untuk ‘sekadar’ mendirikan ibadah unggulan berupa Shalat Malam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam meminta izin kepada istrinya. Lantas, bagaimana dengan kita sebagai suami yang sering pergi tanpa berita dan pulang seenaknya sendiri?
Atas pamitan Sang Nabi, anak Abu Bakar ash-Shiddiq ini menjawab, “Aku suka berdekatan denganmu. Tapi, aku pun suka jika kau beribadah kepada Rabb semesta alam.” Duhai, bukankah ini kalimat yang amat mesra dan romantis? Sebuah kalimat mulia yang timbul lantaran cinta yang besar dan agung kepada Allah Ta’ala.
Maka Nabi pun menuju tempat wudhu, mengambilnya dengan sempurna, lalu mendirikan Shalat Malam dengan berdiri dan bacaan yang amat panjang. Hingga disebutkan, “Kaki beliau bengkak karenanya.”
Dalam shalatnya itu, Nabi menangis hingga ‘Aisyah melihat tetesan air mata suaminya itu. Terus menangis dalam berdiri, hingga duduk, dan memanjatkan doa. Kata ‘Aisyah, “Aku melihat air matanya jatuh sampai di tenggorokannya.”
Selesai munajat dalam berdiri, rukuk, duduk, dan sujud, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pun berbaring menunggu Subuh yang tak lama lagi akan menyapa. Rupanya, dalam berbaringnya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam masih menangis.
Masuk waktu Subuh. Bilal bin Rabah mengumandangkan adzan. Seusainya, ia berkata kepada kekasihnya itu, “Shalat, ya Rasulullah…” Sahabat yang terjamin surga meski bekas budak ini pun melihat Nabi meneteskan air mata. Maka, ia bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau meneteskan air mata? Padahal Allah Ta’ala telah mengampuni semua dosa yang telah maupun belum engkau kerjakan.”
“Wahai Bilal, tidak bolekah jika aku menjadi hamba yang bersyukur?” demikian jawaban Nabi. Lalu beliau berkata, “Bagaimana aku tidak menangis? Malam ini Allah Ta’ala menurunkan ayat ini kepadaku,
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِّأُولِي الْأَلْبَابِ (190)الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ(191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 190-191)
Setelah itu, beliau bersabada, “Celakalah bagi orang yang membaca ayat-ayat ini, lalu ia tidak memikirkan apa yang terkandung di dalamnya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar