RIBA, PENGERTIAN DAN MACAM-MACAMNYA
Oleh
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy
Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy
Pengertian Riba
Dalam kamus Lisaanul ‘Arab, kata riba diambil dari kata رَبَا. Jika seseorang berkata رَبَا الشَّيْئُ يَرْبُوْ رَبْوًا وَرَبًا artinya sesuatu itu bertambah dan tumbuh. Jika orang menyatakan أَرْبَيـْتُهُ artinya aku telah menambahnya dan menumbuhkannya.
Dalam kamus Lisaanul ‘Arab, kata riba diambil dari kata رَبَا. Jika seseorang berkata رَبَا الشَّيْئُ يَرْبُوْ رَبْوًا وَرَبًا artinya sesuatu itu bertambah dan tumbuh. Jika orang menyatakan أَرْبَيـْتُهُ artinya aku telah menambahnya dan menumbuhkannya.
Dalam al-Qur-an disebutkan:
وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
“…Dan menyuburkan sedekah…” [Al-Ba-qarah/2: 276]
Dari kata itu diambillah istilah riba yang hukumnya haram, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah…” [Ar-Ruum/30: 39]
Maka dikatakan, رَبَا الْمَالُ (Harta itu telah bertambah).
Adapun definisi riba menurut istilah fuqaha’ (ahli fiqih) ialah memberi tambahan pada hal-hal yang khusus.
Dalam kitab Mughnil Muhtaaj disebutkan bahwa riba adalah akad pertukaran barang tertentu dengan tidak diketahui (bahwa kedua barang yang ditukar) itu sama dalam pandangan syari’at, baik dilakukan saat akad ataupun dengan menangguhkan (mengakhirkan) dua barang yang ditukarkan atau salah satunya.
Riba hukumnya haram baik dalam al-Qur-an, as-Sunnah maupun ijma’.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” [Al-Baqarah/2: 278]
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“…Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” [Al-Baqarah/2: 275]
Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba…” [Ali ‘Imran/3: 130]
Dalam as-Sunnah banyak sekali didapatkan hadits-hadits yang mengharamkan riba. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ. وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat pemakan riba, yang memberi riba, penulisnya dan dua saksinya,” dan beliau bersabda, “mereka semua sama.”
Dalam hadits yang sudah disepakati keshahihannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوْبِقَاتِ! وَذَكَرَ مِنْهُنَّ: آكِلَ الرِّبَا.
“Jauhilah tujuh perkara yang membawa kehancuran,” dan beliau menyebutkan di antaranya, “Memakan riba.”
Dan telah datang ijma’ atas haramnya riba.
Imam ‘Ali bin Husain bin Muhammad atau yang lebih dikenal dengan sebutan as-Saghadi, menyebutkan dalam kitab an-Nutf bahwa riba menjadi tiga bentuk yaitu:
1. Riba dalam hal peminjaman.
2. Riba dalam hal hutang.
3. Riba dalam hal gadaian.
2. Riba dalam hal hutang.
3. Riba dalam hal gadaian.
A. Riba Dalam Hal Pinjaman
Bentuk riba dalam hal pinjaman ada dua sifat (gambaran):
Bentuk riba dalam hal pinjaman ada dua sifat (gambaran):
1. Seseorang meminjam uang 10 dirham tetapi harus mengembalikan 11 atau 12 dirham dan lain sebagainya.
2. Ia mengambil manfaat (keuntungan) pribadi dengan pinjaman tersebut, yaitu dengan cara si peminjam harus menjual barang miliknya kepadanya dengan harga yang lebih murah dari harga pasaran atau ia harus menyewakan barang itu kepadanya atau memberinya atau ia (si peminjam) harus bekerja untuk si pemberi pinjaman dengan pekerjaan yang membantu urusan-urusannya atau ia harus meminjamkan sesuatu kepadanya atau ia harus membeli sesuatu darinya dengan harga yang lebih mahal dari harga pasaran atau ia harus menyewa suatu sewaan darinya, dan begitu seterusnya.
Sifat (gambaran) riba yang pertama misalnya, seseorang meminta kepada orang lain sejumlah uang dengan cara meminjam, ia meminta darinya sebanyak 10.000 riyal, lalu Ahmad (si pemberi pinjaman) berkata, “Engkau harus mengembalikan uang pinjaman itu kepada saya sebesar 11.000 riyal,” atau ia berkata, “Engkau harus memberi saya tambahan walaupun sedikit.” Maka inilah riba dan hukumnya haram. Dan masuk dalam kategori ini pinjaman dari bank-bank dengan memberikan tambahan sebagai imbalan pinjaman yang ia terima.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah agar kamu mendapat keberuntungan.” [Ali ‘Imran/3: 130]
Abu Bakar al-Jashshash rahimahullah berkata, “Riba yang dulu dikenal dan dilakukan oleh orang-orang Arab hanyalah berupa pinjaman dirham dan dinar sampai batas waktu tertentu dengan memberikan sejumlah tambahan dalam pinjaman sesuai dengan kesepakatan mereka. Ini adalah riba nasi-ah dan riba seperti ini sangat masyhur di kalangan orang Arab pada masa Jahiliyyah, dan ketika al-Qur-an turun, maka datanglah pengharaman ini.
Sifat (gambaran) yang kedua misalnya, si pemberi pinjaman mengambil manfaat (keuntungan) pribadi dari pinjaman yang ia berikan.
Misalnya, seseorang meminjam sejumlah uang dari orang lain, lalu Muhammad (si pemberi pinjaman) meminta kepada orang tersebut agar ia menjual sesuatu miliknya kepadanya atau memberinya sesuatu ataupun yang lainnya sebagai imbalan dari pinjaman yang ia berikan kepadanya. Maka ia telah mengambil keuntungan pribadi dari pinjamannya, dan ini termasuk riba.
B. Riba Dalam Hal Hutang
Bentuk riba kedua ialah riba dalam hal hutang, yaitu seseorang menjual barang kepada orang lain dengan cara diakhirkan pembayarannya, ketika waktu pembayaran tiba si pemberi hutang memintanya untuk segera melunasi hutangnya dengan berkata, “Berikan aku tambahan beberapa dirham,” maka perbuatan ini juga termasuk riba.
Bentuk riba kedua ialah riba dalam hal hutang, yaitu seseorang menjual barang kepada orang lain dengan cara diakhirkan pembayarannya, ketika waktu pembayaran tiba si pemberi hutang memintanya untuk segera melunasi hutangnya dengan berkata, “Berikan aku tambahan beberapa dirham,” maka perbuatan ini juga termasuk riba.
Misalnya seseorang meminjam uang dari orang lain sebesar 10.000 riyal dan akan dibayar pada waktu tertentu (sesuai dengan kesepakatan). Ketika waktu pembayaran hutang telah tiba, ia tidak mampu untuk membayarnya, lalu ia (si pemberi pinjaman) berkata kepadanya, “Engkau bayar hakku sekarang atau engkau harus memberiku tambahan atas 10.000 riyal yang engkau pinjam dan waktu pembayarannya akan diakhirkan lagi.” Maka ini juga termasuk riba.
C. Riba Dalam Pegadaian
Bentuk riba yang ketiga ialah riba dalam pegadaian. Riba dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat dari para ulama رحمهم الله.
Bentuk riba yang ketiga ialah riba dalam pegadaian. Riba dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat dari para ulama رحمهم الله.
[Disalin dari Kitab Al-Buyuu’: Al-Jaa-izu minhaa wa Mamnuu’ Penulis Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, Judul dalam Bahasa Indonesia Jual Beli Yang Dibolehkan Dan Yang Dilarang, Penerjemah Ruslan Nurhadi, Lc, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir Bogor, Cetakan Pertama Muharram 1427 H – Februari 2006 M]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar