TINDAKAN KEPOLISIAN DALAM PENANGANAN KERUSUHAN MASSA DAN PENJARAHAN
I. PENDAHULUAN
Perubahan – perubahan yang terjadi begitu cepat dalam era reformasi di Indonesia, diikuti oleh terjadinya berbagai krisis sosial yang menimbulkan gejolak – gejolak di tengah masyarakat. Gejolak masyarakat tersebut seringkali berkembang menjadi tindakan kolektif berupa kerusuhan massa dan penjarahan – penjarahan. Hal tersebut menjadi semacam konsekwensi atas perubahan – perubahan yang terjadi. Dalam era sebelumnya kerusuhan massa dan penjarahan sangat jarang terjadi, bahkan dapat dikatakan hampir tidak pernah terjadi, karena situasi nasional khususnya situasi politik tidak memberikan kesempatan untuk terjadinya kerusuhan massa dan penjarahan.
Kerusuhan massa dan penjarahan yang terjadi, bila dibiarkan atau tidak ditangani dengan tepat, dapat berkembang menjadi kerusuhan dan penjarahan nasional yang sangat mengerikan dan menimbulkan kekacauan, ketidak amananan dan ketidak tertiban, yang pada akhirnya akan menyebabkan gangguan terhadap stabilitas negara, program – program pembangunan tidak berjalan sehingga tujuan reformasi nasional tidak akan pernah tercapai bahkan situasi negara akan menjadi semakin buruk.
Dalam rangka mengamankan tercapainya cita – cita reformasi, kerusuhan massa dan penjarahan yang terjadi harus dapat ditangani secara tepat. Dalam penanganan kerusuhan massa dan penjarahan tersebut, Polri memegang peranan yang sangat penting, sesuai tugas pokok dan kewenangan yang diembannya sebagaimana diatur dalam UU No. 2/2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dalam tulisan ini sindikat kami mencoba membahas mengenai hal – hal yang berkaitan dengan penangan atau tindakan Kepolisian terhadap kerusuhan massa dan penjarahan.
II. PEMBAHASAN
1. Faktor – Faktor Penyebab Kerusuhan Massa dan Penjarahan
Kerusuhan massa dan penjarahan merupakan permasalahan sosial yang kompleks, yang dapat terjadi karena berbagai macam faktor. Secara umum faktor – faktor penyebab tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor Eksternal dan faktor Internal.
a. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor faktor yang datang dari luar individu para pelaku kerusuhan massa dan penjarahan. Adapun faktor faktor tersebut diantaranya :
1) Situasi Politik
Perubahan situasi politik nasional khususnya dalam reformasi yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk dapat mengeluarkan pendapat dan ekspresi dengan sebebas – bebasnya yang akhinya cenderung diluar batas – batas kewajaran, hal ini di sebabkan karena perubuhan yang ekstrim dari situasi politik di era sebelumya yang penuh kekangan ke era politik yang bebas.
2) Situasi Ekonomi
Akibat dari perubahan situasi politik yang sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi nasional sehingga menimbulkan krisis ekonomi dan menjadikan rakyat sebagai korban. Dalam situasi ekonomi yang terdesak dan situasi kebebasan politik, rakyat cenderung memilih jalan pintas yang sering kali menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya sekalipun dengan cara memanfaatkan kerusuhan massa dan penjarahan.
3) Situasi Sosial
Akibat terjadinya perubahan – perubahan yang begitu cepat menimbulkan kekacauan, ketidak tertiban, dan ketidak teraturan didalam masyarakat serta tidak berfungsinya hukum dan aparat penegak hukumnya secara maksimal, yang akhirnya menyebabkan masyarakat cenderung bertindak seenaknya misalnya denngan melakukan kerusuhan massa dan penjarahan.
b. Faktor Internal
Faktor Internal merupakan faktor faktor yang datang dari dalam individu para pelaku kerusuhan massa dan penjarahan. Adapun faktor faktor tersebut diantaranya :
1) Sikap mental.
Sikap mental berupa ketidak siapan dari masyarakat dalam menerima perubahan situasi menyebabkan masyarakat cenderung berbuat seenaknya sebagai luapan atas kebebasan yang diperoleh sehingga mengabaikan nilai – nilai mental, idiologi dan norma yang ada dalam dirinya. Nilai – nilai tersebut ditinggalkan karena sikap metal yang kurang baik.
2) Pengendalian diri dan emosi.
Akibat euforia kebebasan yang berlebihan, masyarakat menjadi cenderung tidak dapat mengendalikan diri dan mengontrol emosinya dengan meluapkannya dengan cara melakukan tindakan tindakan kerusuhan massa dan penjarahan.
2. Tahap – Tahap Terjadinya Kerusuhan Massa dan Penjarahan
Tahap tahap terjadinya kerusuhan massa dan penjarahan :
a. Tahap keresahan sosial :
Tahap ini merupakan tahap awal munculnya ketegangan sosial yang dapat dikenali dengan gejala – gejala sebagai berikut :
1) Beredar isu, desas – desus, pamflet atau selebaran gelap akibat belum adanya kepastian tentang penyelesaian masalah sosial yang dimunculkan.
2) Warga masyarakat mulai terpancing memberikan pandangan dan tanggapannya masing – masing.
3) Mulai ada upaya untuk menggalang opini dan dukungan massa untuk merencanakan aksi kerusuhan massa.
Pada tahap ini, situasi yang timbul belum menampakkkan gejala secara fisik yang berpengaruh terhadap stabilitas Kamtibmas, baru bersifat psikis dan emosional.
b. Tahap unjuk rasa :
Merupakan tahap awal munculnya aktivitas massa secara terbuka yang ditandai dengan gejala – gejala sebagai berikut :
1) Upaya penyelesaian masalah yang telah ditempuh tidak berhasil memecahkan permasalahan secara tuntas.
2) Mulai dilakukan aksi unjuk rasa yang dicetuskan melalui pernyataan rasa tidak puas oleh sekelompok orang secara terbuka di muka umum baik secara lisan maupun tulisan.
3) Tidak adanya kepastian atau ketegasan sikap dari pihak penentu pengambil keputusan untuk mengakhiri persoalan yang timbul.
c. Tahap kerusuhan Massa :
Tahap ini merupakan tahap dari aksi massa sebagai hasil penggalangan dan pematangan situasi pada fase sebelumnya, di mana masalah sosial tidak dapat diselesaikan secara tuntas atau kurang puasnya massa, dengan gejala sebagai berikut :
1) Telah terbentuk pengerahan massa secara luas yang mulai sulit dikendalikan dan massa cenderung bertindak lebih agresif serta emosional.
2) Tuntutan dan sikap massa dinyatakan dengan lebih tegas dan keras, diikuti dengan tindakan kekerasan seperti : pemukulan, pengrusakan, penjarahan, pembakaran dan sebagainya.
Pada Tahap ini Kamtibmas mulai terganggu oleh aksi – aksi massa yang mulai meningkat frekuensinya, emosi ataupun agresifitasnya. Arus lalu lintas mulai terganggu serta terjadi gangguan Ketertiban dan Keamanan lingkungan yang menjadi sasaran protes massa.
d. Tahap Pemulihan :
Adalah tahap purna kerusuhan di mana kekacauan yang ditimbulkan massa sudah mulai mereda. Konsentrasi massa telah bubar serta petugas sudah berhasil mengambil alih kendali situasi di tempat kejadian, dengan ditandai :
1) Pimpinan massa sudah tidak dapat berperan.
2) Massa pengikut telah bubar.
3) Yang masih tersisa adalah massa penonton yang pasif dan tidak melakukan aksi apapun.
Situasi yang timbul pada fase ini dapat disebut sebagai fase pemulihan ketertiban masyarakat di mana petugas berupaya mengatur dan mendorong kegiatann masyarakat agar kembali berjalan normal.
3. Tindakan Kepolisian dalam Penanganan kerusuhan Massa dan Penjarahan
a. Tantangan tugas kepolisian yang sarat dengan muatan hukum yang langsung atau tidak langsung rentan dengan kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM, maka perlu dilakukan tindakan yang terencana dan terukur dalam bentuk operasi kepolisian yang unsur – unsurnya adalah :
1) Sasaran
Penanggulangan kerusuhan / penjarahan.
2) Personil yang dilibatkan
Personil Polri sesuai dengan tingkatan ancaman yang dihadapi.
3) Organisasi tugas
Sesuai dengan CB Fungsi Utama dan Fungsi Pendukung dibawah Kodal Kapolres.
4) Tempat penanggulangan
Sesuai dengan Tempat Kejadian Perkara (TKP ).
5) Waktu penanggulangan
Pada kesempatan pertama sebelum meluas dan meningkat ekskalasinya.
6) Biaya / dana
Menggunakan anggaran yang tersedia.
b. Tindakan yang diambil disesuaikan dengan tahap – tahap dari aksi kerusuhan / penjarahan yang terjadi, dimulai dari adanya tahap keresahan sosial, tahap unjuk rasa, tahap kerusuhan massa sampai dengan tahap pemulihan.
1) Tahap keresahan sosial :
a) Mengikuti perkembangan kegiatan massa secara terus – menerus.
b) Mengamati gejala kecenderungannya.
c) Mengidentifikasi para pelaku tindakm pidana kriminal dan tokoh – tokoh penggerak massa.
d) Mengadakan koordinasi dengan unit – unit pendukung untuk selalu mendapatkan informasi tentang perkembangan situasi yang ada.
2) Tahap unjuk rasa :
a) Menghimbau massa agar aspirasinya disampaikan melalui perwakilan.
b) Memberi kesempatan dialog bersama dengan perwakilan massa.
c) Menyarankan kelompok massa untuk bubar dan menyalurkan aspirasinya melalui prosedur dan ketentuan yang berlaku.
d) Melakukan penjagaan jangan sampai massa menjadi beringas / brutal.
e) Mengatasi gerak massa agar tidak mendekat ke obyek vital.
f) Mencegah peluang timbulnya kerusuhan.
3) Tahap kerusuhan Massa :
a) Tindakan represif (penangkapan) dilakukan apabila tindakan preventif tidak berhasil membubarkan massa.
b) Ton Dalmas dikerahkan membentuk formasi sesuai denganh ancaman massa.
c) Unit khusus menyusup ke dalam massa untuk mengidentifisir penggerak / pimpinan massa, dengan melakukan upaya paksa sesuai prosedur.
d) Mengisolasi massa agar tidak bergabung dengan massa penonton.
e) Mendorong dan menggiring massa ke tempat yang jauh dari sasaran / obyek unjuk rasa dan kerusuhan massa.
f) Memecah massa agar tidak terkonsentrasi pada satu tempat dengan maksud agar mudah untuk dibubarkan.
Tindakan dalam tahap ini dapat diperinci lagi sebagai berikut :
(1) Tahap isolasi :
(a) Bertujuan untuk menghambat penyebaran kerusuhan massa / huru hara, membatasi ruang gerak pelaku tindak kriminal di TKP.
(b) Cara bertindak :
i) Menempatkan pasukan untuk mengisolasi massa perusuh agar tidak keluar dari lokasi dan tidak memperoleh bantuan / tambahan massa dari luar lokasi.
ii) Memilih dan menentukan daerah pembubaran dan rute penggiringan dengan memperhitungkan resiko kerugian sekecil mungkin.
iii) Menyiapkan kekuatan pasukan sendiri dan unsur bantuan satuan samping / atas untuk melaksanakan tahap penggiringan dan pembubaran.
iv) Mengorganisir kekuatan pasukan yang tersedia untuk melaksanakan tahap penindakan selanjutnya.
(2) Tahap penggiringan.
(a) Bertujuan untuk mendesak massa menuju daerah pembubaran.
(b) Cara bertindak :
i) Memberikan seruan sebagai peringatan terakhir agar massa mau menghentikan aksinya.
ii) Setelah pasukan pengamanan / penutup rute siap, pasukan pendesak mulai memecah konsentrasi massa dengan menembakkan gas air mata atau semprotan air untuk mulai gerakan mendesak massa.
iii) Menggiring dan terus mendesak massa agar bergerak dan mengikuti rute yang telah disiapkan.
iv) Melakukan penangkapan terhadap tokoh pimpinan massa dan mengumpulkan barang – barang yang dapat dipergunakan sebagai barang bukti.
(3) Tahap Penindakan.
(a) Bertujuan untuk membubarkan massa dan menghentikan kerusuhan / huru hara.
(b) Cara bertindak :
i) Melanjutkan penangkapan tokoh – tokoh pimpinan massa.
ii) Menceraiberaikan massa dengan menembakkan lagi gas air mata atau semburan air.
iii) Mengumpulkan barang / alat bukti.
iv) Memberikan pertolongan pertama bila terdapat korban.
v) Mengevakuasi korban.
4) Tahap Pemulihan :
a) Patroli selektif dan intensif pada sasaran tertentu yang menjadi pusat berkumpulnya massa.
b) Penjagaan tempat / obyek yang menjadi tempat sasaran aksi massa.
c) Bimbingan dan penyuluhan kepada warga masyarakat agar tetap bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
d) Deteksi dan pengembangan informasi hasil pemeriksaan tersangka untuk mencegah timbulnya kembali aksi massa.
III. PENUTUP
Demikianlah pembahasan mengenai hal – hal yang berkaitan dengan penangan atau tindakan Kepolisian terhadap kerusuhan massa dan penjarahan, semoga dapat menjadi bahan masukan dan wawasan dalam upaya penanganan kerusuhan massa dan penjarahan terutama dalam rangka pelaksanaan tugas Polri khususnya dalam mengawal tercapainya cita – cita reformasi.
Daftar Pustaka
1. Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah, Prof. Dr. Tubagus Ronny Nitibaskara, M2 Print 2002, Jakarta.
2. Ketika Kejahatan Berdaulat, Prof. Dr. Tubagus Ronny Nitibaskara, M2 Print 2001, Jakarta.
3. Buletin Staf Ahli Kapolri, Edisi XI tahun 2001, Jakarta.
4. Majalah Bhayangkara, Pengembangan Ilmu dan Tekhnologi Kepolisian, PPITK PTIK, Edisi 054 tahun 2002, Jakarta.
5. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep / 1258 / XI / 2000 tanggal 30 Nopember 2000 tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Induk Operasional Polri.
6. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep / 1529 / XI / 2000 tanggal 30 Nopember 2000 tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Rutin Polri.
7. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep / 1530 / XI / 2000 tanggal 30 Nopember 2000 tentang Naskah Sementara Buku Petunjuk Pelaksanaan Operasi Polri.
8. Juklap Kapolri No. Pol. : Juklap / 19 / X / 1997 tanggal 7 Oktober 1997 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebrutalan masyarakat.
9. Juklap Kapolri No. Pol. : Juklap / 07 / V / 1996 tanggal 23 Mei 1996 tentang Peleton Dalmas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar