Berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ini memang amat berat, bagai mereka yang memegang bara api.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dijelaskan dalam Tuhfatul Ahwadzi bahwa di zaman tersebut, orang yang berpegang teguh dengan agama hingga meninggalkan dunianya, ujian dan kesabarannya begitu berat. Ibaratnya seperti seseorang yang memegang bara (nyala) api.
Ath Thibiy berkata bahwa maknanya adalah sebagaimana seseorang tidak mampu menggenggam bara api karena tangannya bisa terbakar sama halnya dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Islam saat ini, ia sampai tak kuat ketika ingin berpegang teguh dengan agamanya. Hal itu lantaran banyaknya maksiat di sekelilingnya, pelaku maksiat pun begitu banyak, kefasikan pun semakin tersebar luas, juga iman pun semakin lemah.
Sedangkan Al Qari mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidaklah mungkin menggenggam bara api melainkan dengan memiliki kesabaran yang ekstra dan kesulitan yang luar biasa. Begitu pula dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam di zaman ini butuh kesabaran yang ekstra.
Itulah gambaran orang yang konsekuen dengan ajaran Islam saat ini, yang ingin terus menjalankan ibadah sesuai sunnah Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, begitu sulitnya dan begitu beratnya. Kadang cacian yang mesti diterima. Kadang dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Kadang jadi bahan omongan yang tidak enak. Sampai-sampai ada yang nyawanya dan keluarganya terancam. Demikianlah resikonya. Namun nantikan balasannya di sisi Allah yang luar biasa andai mau bersabar.
Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10).
Sebagaimana disebut dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim karya Ibnu Katsir, Al Auza’i menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa ditimbang dan tak bisa ditakar. Itulah karena saking banyaknya.
Ibnu Juraij menyatakan bahwa pahala mereka tak bisa terhitung (tak terhingga), juga ditambah setelah itu.
Minggu, 28 Januari 2018
Jumat, 12 Januari 2018
Sering Share Ilmu Bukan Untuk “Sok Alim” Tetapi Berharap Pahala Dakwah
Tetap semangat berdakwah, mungkin tidak disangka, satu share ilmu dan faidah ternyata bisa memberikan hidayah kepada seseorang, walau hanya sekedar menekan “share”. Tentunya dengan niat yang ikhlas
Tidak mesti jadi ustadz, hanya menunjukkan dan mengajak ke jalan Allah, insyaAllah mendapatkan pahala sebagaimana pelakunya.
Demikian juga share ilmu baik di dunia nyata maupun dunia maya. Semoga mendapat pahala MLM sampai hari kiamat.
Demikian juga share ilmu baik di dunia nyata maupun dunia maya. Semoga mendapat pahala MLM sampai hari kiamat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang menunjukkan kepada sebuah kebaikan maka baginya seperti pahala pelakunya (HR. Muslim)
Imam An-Nawawi rahimahullahmenjelaskan,
المراد أن له ثوابا كما أن لفاعله ثوابا …
دل بالقول، واللسان، والإشارة، والكتابة
“Maksudnya adalah baginya pahala sebagaimana pahala yang menerjakan…ia menunjukkan dengan perkataan, lisan, ISYARAT dan tulisan.” (Syarah Shahih Muslim)
Bukannya merasa “sok alim dan sok ustadz”, tetapi ini yang diharapkan
Terkadang terbetik bisikan “kamu juga banyak maksiat, jangan sok alim dan sok suci”
tetapi teringat perkataan ulama “Kalau menunggu suci sekali, tidak akan ada yang berdakwah”
Ibnu Hazm rahimahullah berkata,
ولو لم ينه عن الشر إلا من ليس فيه منه شيء ولا أمر بالخير إلا من استوعبه؛ لما نهى أحد عن شر ولا أمر بخير بعد النبي صلى الله عليه وسلم
“Seandainya yang melarang dari dosa harus orang yang tidak terlepas dosa dan yang memerintahkan kebaikan harus orang yang sudah melakukan kebaikan semua, maka tidak ada lagi yang melarang dari keburukan dan mengajak kebaikan kecuali Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Akhlaq was Siyar hal. 252-253)
Jika harus menunggu jadi orang suci berdakwah, dakwah tak akan pernah ada
kita banyak-banyak berdoa dan memperhatikan:
1. Semoga Ikhlas ketika share ilmu
1. Semoga Ikhlas ketika share ilmu
2. Berniat yang paling pertama mengamalkannya (terkadang kita PeDe share sesuatu setelah kita amalkan) dan memohon kepada Allah agar kita bisa mengamalkannya
3. Jauhkan riya dan tendensi dunia serta ketenaran
seandainya bukan karena amanah ilmiah, ingin rasanya menulis sesuatu tanpa mencantumkan nama penulisnya. Sebagai bentuk amanah ilmiah, cantumkan sumber tulisannya jika ada.
seandainya bukan karena amanah ilmiah, ingin rasanya menulis sesuatu tanpa mencantumkan nama penulisnya. Sebagai bentuk amanah ilmiah, cantumkan sumber tulisannya jika ada.
4. Tidak melupakan dakwah di dunia nyata, karena itulah dakwah yang lebih baik dan lebih prioritas, di keluarga dan sahabat di sekitar kita. Walaupun dakwah dunia maya juga boleh dan terkadang efektif
5. Tidak lupa berdoa agar dakwah kita berkah dan bisa diterima oleh manusia dengan mudah
Tetap semangat share ilmu di dunia nyata ataupun dunia maya dan tetap berdakwah, tentunya dengan memohon pertolongan Allah dan berhias dengan keikhlasan.
@Kereta Api, perjalanan Cileungsi-Jogja
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
Kesuksesan Setan adalah berhasil Menceraikan Suami Istri
Kesuksesan Setan Adalah Berhasil Menceraikan Suami-Istri.
Terdapat hadits bahwa Iblis memuji setan yang berhasil menceraikan suami-istri, sedangkan setan lainya telah melakukan sesuatu tetapi Iblis tidak mengapresiasi hasilnya.
Dari Jabir radhiallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا فَيَقُوْلُ مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قَالَ ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ نِعْمَ أَنْتَ
"Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut) kemudian ia mengutus bala tentaranya. Maka yang paling dekat dengannya adalah yang paling besar fitnahnya. Datanglah salah seorang dari bala tentaranya dan berkata, "Aku telah melakukan begini dan begitu". Iblis berkata, "Engkau sama sekali tidak melakukan sesuatupun". Kemudian datang yang lain lagi dan berkata, "Aku tidak meninggalkannya (untuk digoda) hingga aku berhasil memisahkan antara dia dan istrinya. Maka Iblis pun mendekatinya dan berkata, "Sungguh hebat (setan) sepertiengkau" (HR Muslim IV/2167 no 2813)
Jadi perceraian sangat disukai oleh Iblis dan hukum asal perceraian adalah dibenci, karenanya ulama menjelaskan hadits peringatan akan perceraian
Al-Munawi menjelaskan mengenai hadits ini,
إن هذا تهويل عظيم في ذم التفريق حيث كان أعظم مقاصد اللعين لما فيه من انقطاع النسل وانصرام بني آدم وتوقع وقوع الزنا الذي هو أعظم الكبائر
"Hadits ini menunjukan peringatan yang sangat menakutkan tentang celaan terhadap perceraian. Hal ini merupakan tujuan terbesar (Iblis) yang terlaknat karena perceraian mengakibatkan terputusnya keturunan. Bersendiriannya (tidak ada pasangan suami/istri) anak keturunan Nabi Adam akan menjerumuskan mereka ke perbuatan zina yang termasuk dosa-dosa besar yang paling besar menimbulkan kerusakan dan yang paling menyulitkan" [Faidhul Qadiir II/408]
Kerugian akibat perceraian lainnya:
[1] Rumah tangga adalah miniatur masyarakat dan bangasa, jika rumah tangga tidak harmonis maka akan berpengaruh juga ke kehidupan masyarakat
[2] Anak-anak akan menjadi korban, sering melihat pertengkaran di rumah tangga, kurang perhatian dan pendidikannya. Bisa jadi anak tersebut menjadi nakal dan inilah tujuan besar setan
Beberapa cara agar rumah tangga harmonis dan semoga dijauhkan sejauh-jauhnya dari perceraian:
[1] Sering-sering mengingat kebaikan pasangan dan melupakan serta buang jauh-jauh ingatan kekurangan pasangan, ini lebih baik daripada saling memikirkan kekurangan. Pasangan hidup adalah cerminan kita karena janji Allah yang baik akan mendapat yang baik-baik juga dan sebaliknya.
[2] Sama-sama mengenang kembali masa-masa indah di awal pernikahan, mengapa anda memilihnya dan ingat kembali kebaikan-kebaikan pasangan yang telah dijalani. Jika anda memilih bukan karena agama dan akhlaknya, masih ada waktu untuk bertaubat dan segera saling memperbaiki
[3] Saling menenangkan jika salah satu ada yang marah duluan, salah satu berusaha bersabar dan menenagkan dahulu karena emosi itu umumnya sesaat saja.
Abu Darda' berkata kepada istrinya Ummu Darda'.
إذا غضبت أرضيتك وإذا غضبت فارضيني فإنك إن لم تفعلي ذلك فما أسرع ما نفترق ثم قال إبراهيم لبقية يا أخي وكان يؤاخيه هكذا الإخوان إن لم يكونوا كذا ما أسرع ما يفترقون
"Jika kamu sedang marah, maka aku akan membuatmu jadi ridha dan Apabila aku sedang marah, maka buatlah aku ridha dan. Jika tidak maka kita tidak akan menyatu. Kemudian Ibrahim berkata kepada Baqiyah "Wahai saudaraku, begitulah seharusnya orang-orang yang saling bersaudara itu dalam melakukan persaudaraannya, kalau tidak begitu, maka mereka akan segera berpisah". (Tarikh Damasyqus 70/151)
[4] Bangun komunikasi yang baik, kebanyakan cerai karena tidak ada komunikasi yang baik. Sehingga jika ada sesuatu yang tidak mengena di hati, ia akan pendam, kemudian ia akan balas perbuatan tersebut pada pasangannya. Pada dasarnya kecintaan suami-istri itu sangat besar sekali, komunikasi yang tidak baik membuatnya terkikis secara perlahan-lahan. sebagaimana firman Allah,
وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
"Dan Allah menjadikan di antara kalian rasa cinta dan kasih sayang" (Ar-Ruum: 21)
[5] Jika memang sulit melakukan komunikasi dan saling berbaikan, maka komunikasi bisa melalui pihak ketiga (misalnya dari keluarga) yang disegani oleh kedua suami-istri sebagai penengah. Inilah petunjuk dalam Al-Quran.
وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا
"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (An-Nisa: 35)
[6] Penekanan khusus bagi suami, anda adalah pemimpin rumah tangga. Laki-laki dikaruniai kelebihan atas wanita yaitu lebih tenang dan lebih bijak menghadapi sesuatu. Suami harus yang lebih tenang dalam menghadapi problematika rumah tangga. Suami lebih sering memaklumi wanita yang "bengkok" dan sering-sering memperbaiki dan menasehati, seringnya wanita hanya emosi sesaat dan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti suami, tetapi ketahuilah bahwa wanita itu sangat cinta suaminya, maka pelukan kepada istri sambil terus mendengarkan dan menenangkan adalah solusinya
Perhatikan juga para suami, Jika ada sesuatu yang tidak beres pada istri dan anak-anak bisa jadi akibat maksiat suami, maka intropeksi diri dan perbanyak istigfar
Sebagian ulama berkata,
إن عصيت الله رأيت ذلك في خلق زوجتي و أهلي و دابتي
"Sungguh, ketika bermaksiat kepada Allah, aku mengetahui dampak buruknya ada pada perilaku istriku, keluargaku dan hewan tungganganku."
Demikian semoga bermanfaat
@Desa Pungka, Sumbawa Besar
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
Menghadapi berbagai Fitnah
WASIAT PENTING DALAM MENGHADAPI BERBAGAI FITNAH
Al-Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah bin Amr Al Barowy.
Al-Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah bin Amr Al Barowy.
بسم الله الرحمن الرحيم
Ya akhy, mungkin sedikit tidaknya Antum telah mendengar bagaimana fitnah dan perselisihan yang akhir-akhir ini telah terjadi di Indonesia, maka dibangun atas dasar kecintaan ana kepada Antum karena Allah, ana wasiatkan antum kepada hal-hal sebagai berikut ;
1) Sesungguhnya adanya fitnah seperti ini merupakan Takdir dari Allah Robbul Alamin yang kita berharap hikmah yng besar dibelakangnya, dalam Firman-Nya ;
الم (١) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (٢) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكاذِبِينَ (٣)
"Apakah manusia dibiarkan begitu saja mengucapkan kami telah beriman sementara mereka tidak diuji lagi sunnguh kami telah memfitnah orang-orang sebelum mereka sehingga kami benar-benar tahu siapa orang-orang yang jujur dalam keimanannya dan siapa yang dusta". (QS. Al-Ankabut : 1-3)
2) Sesungguhnya Da'wah Salafiyyah adalah da'wah yang haq oleh karenanya da'wah ini sangat dibenci oleh syaithon-syaithon dari kalangan manusia dan jin mereka berusaha dengan gigih untuk bisa merusak da'wah ini dengan berbagai macam makar dan tipu daya sehingga bisa memecah belah barisan Ahlussunnah, disebuntukan dalam sebuah hadits :
وعن جابر رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: إن الشيطان قد يئس أن يعبده المصلون في جزيرة العرب ولكن في التحريش بينهم رواه مسلم.
"Sesungguhnya Syaithon telah berputus asa untuk menjadikan manusia penyembah mereka di Jazirah Arab akan tetapi mereka berusaha membuat kericuhan perselisihan diantara mereka", (HR. Muslim) -Nas'alullahas salamah min hadza-
3) Sesungguhnya adanya perselisihan ini bukanlah hal yang baru-baru saja terjadi, sungguh telah terjadi perselisihan diantara para sahabat Rasulullah alaihish sholatu was salam sampai pada tarap perang diantara mereka -ridhwanullahi 'alaihim ajmain- maka hendaknya kita banyak-banyak mengambil ibroh dari peristiwa tersebut "Inna fii dzalika la aayatin li ulil albaab"
4) Merupakan Manhaj Ahlussunnah dalam menghadapi fitnah khilafiyyah untuk mengembalikannya kepada kitab dan sunnah 'ala fahmi salafil ummah, sebagaimana dalam Firman-Nya ;
((فَإِنْ تَنازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ ))
"Jika kalian berselisih pendapat dalam suatu urusan maka kmbalikanlah ia kepada Allah dan Rosul-Nya". (QS. An-Nisa : 59)
5) Mengembalikan perkara fitnah ini kepada para ulama ahlus sunnah, inilah jalan keselamatan biarkan lah mereka yang menyelesaikan perkara ini dan hendaknya kita berhati-hati dari sikap mendahului ulama karena itu adalah sikap ke-kurang ajaran kepada kehormatan mereka, dalam Firman-Nya :
((فَسْئَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ))
"Tanyalah kepada orang yang lebih tahu (para ulama) jika kalian tidak mengetahuinya". (QS. An-Nahl : 43)
Dalam hadits :
Dalam hadits :
وعن عبادة بن الصامت رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
"ليس من أمتي من لم يجِلّ كبيرنا، ويرحم صغيرنا، ويعرف لعالمناحقه"
رواه الإمام أحمد ٥/ ٣٢٣، وصححه الألباني في صحيح الترغيب والترهيب ١/ ٤٤.
"ليس من أمتي من لم يجِلّ كبيرنا، ويرحم صغيرنا، ويعرف لعالمناحقه"
رواه الإمام أحمد ٥/ ٣٢٣، وصححه الألباني في صحيح الترغيب والترهيب ١/ ٤٤.
"Bukan termasuk dari kami orang-orang yang tidak mengetahui dan mengenal hak orang-orang yang berilmu". (HR. Ahmad dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam shahih Targhib wat Tarhib)
6) Sibukkanlah diri-diri kita dengan ilmu dan amal karena sesungguhnya dengan ilmu akan terbantahkan segala syubhat yang ada, dan dengan amal serta kesabaran akan luluh lantahlah segala syahwat yang menghinggapi karenya para ulama kita mewasiatkan untuk banyak-banyak beribadah dan bertaqarrub kepada-Nya terkhusus saat fitnah tengah bergejolak. Dalam sebuah hadits :
«بادروا بالأعمال فتنا كقطع الليل المظلم، يصبح الرجل مؤمنا ويمسي كافرا، أو يمسي مؤمنا ويصبح كافرا، يبيع دينه بعرض من الدنيا»
رواه مسلم، كتاب الإيمان، باب الحث على المبادرة بالأعمال قبل تظاهر الفتن، ١/ ١١٠، برقم ١١٨، من حديث أبي هريرة رضي الله عنه.
رواه مسلم، كتاب الإيمان، باب الحث على المبادرة بالأعمال قبل تظاهر الفتن، ١/ ١١٠، برقم ١١٨، من حديث أبي هريرة رضي الله عنه.
"Bersegeralah kalian beramal karena fitnah-fitnah yang ada bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita. Dimana seseorang di pagi hari dalam keadaan beriman namun di sore harinya sudah menjadi kafir, di sore harinya beriman namun di pagi harinya menjadi kafir ia menjual agamanya dengan harta dunia". (HR. Muslim)
7) Berhati-hatilah dari sikap ketergesa-gesaan dan terburu-buru dalam bersikap dan menghukumi, akan tetapi hendaknya bersikap tenang dalam segala sesuatunya karena sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
فعن أنس – رضي الله عنه – يرفعه:
«التأني من الله والعجلة من الشيطان»
أخرجه أبو يعلى في مسنده، ٣/ ١٠٥٤، والبيهقي في السنن الكبرى، ١٠/ ١٠٤٠، وقال الألباني في سلسلة الأحاديث الصحيحة، ٤/ ٤٠٤: " هذا إسناد حسن رجاله ثقات ".
«التأني من الله والعجلة من الشيطان»
أخرجه أبو يعلى في مسنده، ٣/ ١٠٥٤، والبيهقي في السنن الكبرى، ١٠/ ١٠٤٠، وقال الألباني في سلسلة الأحاديث الصحيحة، ٤/ ٤٠٤: " هذا إسناد حسن رجاله ثقات ".
"Sikap tenang itu dari Allah sementara sikap tergesa-gesa itu dari syaithon". (HR. Abu Ya'la dan Al-Baihaqy. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah dengan sanad Hasan)
8) Ketahuilah sesungguhnnya merendahkan, menghinakan, mencela, menjatuhkan, melecehkan, dan menuduh dengan hal yang bukan-bukan terhadap derajat dan martabat seorang 'alim merupakan dosa besar yang akan dimintai pertanggung jawabannya kelak dihadapan Robbul 'alamin. Maka waspadalah dari hal ini semua, tahanlah lisan-lisan kita untuk berbicara yang akan mengundang murka Allah Ta'ala sesungguhnya Rasul shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda ;
وعن أبي هريرة رضي الله عنه أنه سمع النبي صلى الله عليه وسلم يقول: "إن العبد ليتكلم بالكلمة ما يتبين فيها يزل بها إلى النار أبعد مما بين المشرق و المغرب". متفق عليه
"Sesungguhnya seorang hamba berbicara dengan suatu kalimat yang ia tidak mencari kejelasan akan itu, maka dengan sebab satu kalimat yang ia lontarkan ternyata menggelincirkan ia ke dalam neraka yang lebih jauh dari jarak timur dan barat" (HR. Bukhari Muslim) -wal iyadzu billah-
9) Terakhir, banyak-banyaklah berdo'a kepada Allah Azza wa Jalla semoga menyelamatkan kita dari larut dengan fitnah-fitnah yang ada dan menjaga agama kita agar tetap istiqomah hingga ajal menjemput kita dimana pada hari itu tidak lagi bermanfa'at harta dan anak-anak kecuali siapa yang menghadap kepada Allah dengan hati yang selamat… Aamiin.. Aamiin.. Aamiin Yaa Mujibas Sa'iliin.
Dari saudara yang mencintaimu karena Allah Al-Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah bin Amr Al Barowy.
Semoga Allah memaafkan dan mengampuni segala dosa-dosanya
Rabu, 10 Januari 2018
Doa orang yang didzalimi
Meski Allah melarang kita mendoakan orang lain agar celaka / dapat bencana, namun khusus terhadap orang-orang yang dizalimi / dianiaya Allah membolehkannya. Jadi saat seseorang dizalimi dan disakiti dan dia mendoakan orang yang menyakitinya agar ditimpa musibah, Allah akan mengabulkannya.
Allah swt telah berfirman:
لا يحب الله الجهر بالسوء من القول إلا من ظلم وكان الله سميعا عليما
” Allah tidak suka seseorang mengatakan sesuatu yang buruk kepada seseorang dengan terang-terangan melainkan orang yang dizalimi maka dia boleh menceritakan kezaliman tersebut ; dan Allah itu maha mendengar dan maha mengetahui.” ( 148 : an-Nisa)
Jadi meski ada orang yang kafir atau jahat, hendaknya kita tetap berlaku adil. Tidak berlebihan dan menzalimi mereka. Sebab doa orang yang teraniaya meski mereka itu kafir dan jahat, tetap dikabulkan oleh Allah SWT.
Dari Mu’az ra. berkata: Aku diutus oleh Rasulullah saw. lalu Beliau saw. bersabda:
Sesungguhnya engkau akan mendatangi sesuatu kaum dari ahli kitab, maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah. Jika mereka telah patuh untuk melakukan itu, maka beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam setiap sehari semalam. Jika mereka telah patuh untuk melakukan itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka, kemudian diberikan kepada yang miskin. Jika mereka telah patuh untuk melakukan itu, jauhilah harta mereka. Peliharalah diri kalian dari doa orang yang terzalimi, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doa tersebut dengan Allah.
(Muttafaq ‘alaih)
Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda:
Ada tiga doa mustajab (dikabulkan) yang tidak ada keraguan di dalamnya, yaitu: doa orang yang teraniaya, doa musafir, dan doa buruk orang tua kepada anaknya. (HR Abu Daud dan al-Tirmizi. al-Tirmizi berkata: Hadis hasan)
Hadis dari Anas r.a , Rasulullah saw bersabda:
اتق دعوة المظلوم وإن كان كافرا فإنه ليس دونها حجاب
“Hendaklah kamu waspada terhadap doa orang yang dizalimi sekalipun dia adalah orang kafir. Maka sesungguhnya tidak ada penghalang diantaranya untuk diterima oleh Allah.” Hadis riwayat Ahmad – sanad hasan
Hadis dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:
دعوة المظلوم مستجابة وإن كان فاجرا ففجوره على نفسه
“Doa orang yang dizalimi adalah diterima sekalipun doa dari orang yang jahat. Kejahatannya itu memudaratkan dirinya dan tidak memberi kesan pada doa tadi.” Hadis hasan riwayat at-Tayalasi
Hadis dari Ibnu Umar r.a, Rasulullah saw bersabda:
اتق دعوة المظلوم فإنها تصعد إلى السماء كأنها شرارة
“Hendaklah kamu waspada terhadap doa orang dizalimi. Sesungguhnya doa itu akan naik ke langit amat pantas seumpama api marak ke udara.” (Hadis riwayat Hakim – sanad sahih)
Orang Yang Dizalimi
Hadits di atas juga memberi isyarat, siapapun kita, agar selalu berbuat adil dalam segala hal dan tidak melakukan perlakuan zalim, kalau seseorang berlaku zalim kepada orang lain maka nantikanlah akibat buruk dari perbuatannya itu, cepat atau lambat dia akan ‘menikmati’ doa orang yang teraniaya tersebut. Jadi, buatlah benteng pertahanan pada diri kita dengan tidak berbuat zalim terhadap orang lain dan berusaha untuk berlaku adil, kerana memang doa orang yang terzalimi sangat ‘makbul’ terhadap orang yang menzaliminya, sehingga Rasulullah SAW pun memberikan satu warning kepada kita bahwa orang yang terzalimi doanya akan terkabul walaupun sebelumnya ada penyebab doanya tidak terkabul seperti makanan orang tersebut didapat dari jalan yang haram alias tidak halal. Memang ada satu hadits Rasulullah SAW yang mengisyaratkan bahawa doa orang yang pakaian dan makanannya tidak halal, doanya tidak akan terkabul. Namun, misalnya orang seperti dia dizalami oleh seseorang, maka apabila dia berdoa, maka doanya yang dialamatkan kepada pelaku kezaliman tersebut akan terkabul.
Demikian semua itu adalah isyarat akan terkabulnya doa mereka sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut :
“ثَلاَثَةٌ لاَ تُرُدُّ دَعْوَتُهُمْ : اَلصَّائِمُ حِيْنَ يُفْطِرُ، وَاْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ يَرْفَعُهَا اللهُ فَوْقَ الْغَمَامِ، وَيَفْتَحُ لَهَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ، وَيَقُوْلُ لَهَا الرَّبُّ : وَعِزَّتِيْ وَجَلاَلِيْ َلأَنْصُرَنَّكَ وَلَوْ بَعْدَ حِيْنٍ”.
“Ada tiga orang yang doanya tidak akan tertolak : “Orang yang berpuasa hingga dia berbuka, pemimpin yang adil dan doa orang yang terzalimi, Allah akan angkat doa-doa tersebut di atas awan dan dibukakan untuknya pintu-pintu langit, kemudian Allah berfirman : “Demi keperkasaan-Ku dan keagungan-Ku, Aku pasti akan tolong kamu walau pun setelah melalui suatu masa“. H.R. Ahmad
Masih banyak lagi doa orang-orang yang apabila dia berdoa Allah SWT akan kabulkan doanya, seperti doa kedua orang tua kepada anaknya, doa orang yang dalam musafir, doa seseorang kepada saudara ketika dia tidak mengetahuinya dan masih banyak lagi tentunya
*Semoga kita termasuk orang yang mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT dengan dikabulkan doa dan harapan kita semua. Amin ya Rabbal ‘alamin.
Kedzaliman, Dosa yang dipercepat balasannya
Kedzoliman adalah diantara keburukan dan dosa yang merebak saat ini. Baik secara sengaja atau tidak sengaja seseorang dengan mudah melakukan perbuatan yang dapat mendzolimi atau minimal menyakiti orang lain. Penguasa dzolim pada rakyatnya, atasan pada bawahannya, kepala keluarga dzolim pada keluarganya, tetangga dzolim kepada tetangga lainnya dan seterusnya. Padahal acaman bagi orang yang dzolim sangat berat, baik di dunia dan terlebih lagi di akhirat. Diantaranya adalah sabda Rasulullah shollallahu alaihi wasallam,
“Tidak ada dosa yang patut dipercepat siksanya di dunia oleh Allah kepada pelakunya, selain itu ia kelak mendapatkan siksaan di akhirat, daripada dosa kezaliman dan memutus tali kekerabatan.” (HR Tirmidzy, dishahihkan Albani)
Imam Adz-Dzahabi menuturkan dalam kitabnya Al-Kaba’ir, seperti dikutip oleh Dr. Abdul Aziz Al-Fauzan dalam bukunya Fiqih Sosial (Terj). “Aku telah melihat seorang lelaki yang tangannya terpotong mulai bagian pundaknya dan dia menyeru, “Barangsiapa yang melihatku, maka janganlah pernah menganiaya seorang pun.”
Aku pun mendekatinya dan bertanya kepadanya, “Wahai saudaraku, bagaimana ceritanya hal ini bisa terjadi?” Dia berkata, “Kisah yang aneh. Dahulu aku adalah orang yang sering berbuat zalim. Pada suatu hari, aku melihat seorang nelayan yang mendapatkan ikan yang sangat besar dan aku pun tertarik akan ikan tersebut.
Kemudian aku datang kepadanya dan berkata, “Berikanlah ikan itu kepadaku!” Dia menjawab, “Aku tidak akan memberikannya kepadamu, aku akan menjualnya untuk makan keluargaku”.
Kemudian aku memukulnya dan mengambil ikan tersebut secara paksa, lalu aku pergi. Ketika aku berjalan membawa ikan rampasan, ikan itu menggigit ibu jari tanganku dengan gigitan yang sangat kuat. Ketika aku sampai ke rumah, aku lemparkan ikan itu.
Ibu jariku terasa sangat sakit sampai aku tidak dapat tidur, tanganku pun menjadi bengkak. Ketika tiba waktu pagi, aku pergi kepada seorang dokter. Kemudian ia berkata, “Racun gigitan ini mulai merambat, potonglah telapak tanganmu”.
Aku pun memotongnya. Tetapi rasa sakit masih terus menjalar bahkan semakin kuat, hingga akhirnya ku potong sampai siku. Tetapi tetap saja, rasa sakit itu makin menjadi. Kemudian orang-orang bertanya, “Apa yang menyebabkanmu mengalami hal ini?” Lalu aku ceritakan kisah ikan tadi.
Mereka berkata kepadaku, “Seandainya engkau meminta maaf kepada orang yang punya ikan ketika rasa sakit pertama menimpamu dan meminta keikhlasannya, niscara engkau tidak akan memotong satu bagian pun dari anggota tubuhmu. Pergilah sekarang kepadanya danmintalah keikhlasannya sebelum sakit itu menjalar ke seluruh tubuhmu.
Akun mencarinya dan bertemu. Aku langsung tersungkur di kakinya, menciumnya lalu menangis dan aku katakan padanya, “Wahai tuan, demi Allah, ampunilah diriku”. Kemudian aku bertanya kepadanya, “Apakah engkau mendoakan buruk atasku akibat ikan yang telah aku ambil?”
Dia menjawab, “Ya aku berdoa, Ya Allah, dia telah menganiayaku dengan kekuatannya, maka tunjukkanlah kekuasaan-Mu dalam hal itu”. Lalu aku berkata, “Wahai tuan, Allah telah menunjukkan kekuasaan-Nya terhadap diriku dan aku bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala."
Secara umum, perbuatan zalim terbagi dalam tiga kategori. 1) Syirik, mensekutukan Allah (QS. 31: 13). Zalim ini adalah zalim yang tidak akan diampuni sama sekali. 2) Zalim seorang manusia kepada dirinya sendiri dengan melakukan maksiat kepada Allah. Zalim ini tidak menjadi beban bagi Allah. 3) Zalim seorang manusia kepada sesama manusia. Zalim ini yang tidak akan dibiarkan Allah Subhanahu Wata’ala.
Kezaliman ketiga atau kezaliman terhadap sesama merupakan kezaliman yang lebih berat dari sebelumnya, paling banyak dosanya, serta memiliki akibat yang paling buruk.
Seseorang tidak akan bisa lari darinya dan tidak bisa terhindar dari bahaya dan dosanya hanya dengan sekedar berhenti dan menyesali kezaliman yang diperbuatnya. Kecuali orang yang terzalimi atau dizalimi memberikan maaf secara ikhlas kemudian yang menzalimi segera mengembalikan hak-hak yang terzalimi.
Dr. Abdul Aziz Al-Fauzan mengutip pernyataan Ulama terdahulu, Sufyan Tsauri, “Bertemu Allah dengan 70 dosa yang engkau lakukan atas Allah, akan lebih ringan daripada bertemu dengan-Nya dengan membawa satu dosa yang engkau lakukan atas orang lain”.
Sementara itu, masih dalam buku yang sama, Abu Bakar Al-Warraq berkata, “Perkara yang banyak menyebabkan terlepasnya iman dalam hati adalah berlaku zalim terhadap sesama manusia”.
Zalimnya seseorang terhadap orang lain tidak terbatas pada beberapa perilaku saja. Setiap perilaku yang mengganggu kepentingan orang lain atau lalai dalam memberikan hak-hak mereka, maka perilaku itu disebut zalim, baik melalui ucapan maupun perbuatan.
Berikut beberapa di antaranya.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa melihat ke dalam rumah satu kaum tanpa izin mereka, maka dihalalkan bagi mereka untuk mencongkel matanya.” (HR. Bukhari).
Riwayat yang lain juga menyebutkan bahwa, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menzalimi sejengkal tanah, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh bumi.” (HR. Bukhari).
Jadi, kezaliman bukan perkara ringan. Perbuatan itu akan sangat memberatkan pelakunya baik di dunia lebih-lebih di akhirat.
Rasulullah SAW bersabda,
الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Kezhaliman adalah kegelapan di hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim)
Suatu ketika Rasulullah SAW bertanya kepada sahabatnya, "Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut pandangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda". Kemudian Rasulullah bersabda "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa dan zakatnya. Akan tetapi ketika di dunia dia mencaci orang lain, menuduh orang lain, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain, memukul orang lain, lalu dia diadili dengan cara kebaikannya dibagi-bagikan kepada orang ini dan kepada orang itu yang pernah dia zhalimi. Sehingga apabila seluruh pahala amal kebaikannya telah habis, tapi masih ada orang yang menuntut kepadanya, maka dosa-dosa mereka yang pernah dizhaliminya ditimpakan kepadanya dan pada akhirnya dia dilemparkan ke dalam neraka." (HR. Muslim)
مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا , مَعَ مَا يُدَّخَرُ لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْبَغْيِ , وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ
“Tidak ada dosa yang patut dipercepat siksanya di dunia oleh Allah kepada pelakunya, selain itu ia kelak mendapatkan siksaan di akhirat, daripada dosa kezaliman dan memutus tali kekerabatan.” (HR Tirmidzy, dishahihkan Albani)
Imam Adz-Dzahabi menuturkan dalam kitabnya Al-Kaba’ir, seperti dikutip oleh Dr. Abdul Aziz Al-Fauzan dalam bukunya Fiqih Sosial (Terj). “Aku telah melihat seorang lelaki yang tangannya terpotong mulai bagian pundaknya dan dia menyeru, “Barangsiapa yang melihatku, maka janganlah pernah menganiaya seorang pun.”
Aku pun mendekatinya dan bertanya kepadanya, “Wahai saudaraku, bagaimana ceritanya hal ini bisa terjadi?” Dia berkata, “Kisah yang aneh. Dahulu aku adalah orang yang sering berbuat zalim. Pada suatu hari, aku melihat seorang nelayan yang mendapatkan ikan yang sangat besar dan aku pun tertarik akan ikan tersebut.
Kemudian aku datang kepadanya dan berkata, “Berikanlah ikan itu kepadaku!” Dia menjawab, “Aku tidak akan memberikannya kepadamu, aku akan menjualnya untuk makan keluargaku”.
Kemudian aku memukulnya dan mengambil ikan tersebut secara paksa, lalu aku pergi. Ketika aku berjalan membawa ikan rampasan, ikan itu menggigit ibu jari tanganku dengan gigitan yang sangat kuat. Ketika aku sampai ke rumah, aku lemparkan ikan itu.
Ibu jariku terasa sangat sakit sampai aku tidak dapat tidur, tanganku pun menjadi bengkak. Ketika tiba waktu pagi, aku pergi kepada seorang dokter. Kemudian ia berkata, “Racun gigitan ini mulai merambat, potonglah telapak tanganmu”.
Aku pun memotongnya. Tetapi rasa sakit masih terus menjalar bahkan semakin kuat, hingga akhirnya ku potong sampai siku. Tetapi tetap saja, rasa sakit itu makin menjadi. Kemudian orang-orang bertanya, “Apa yang menyebabkanmu mengalami hal ini?” Lalu aku ceritakan kisah ikan tadi.
Mereka berkata kepadaku, “Seandainya engkau meminta maaf kepada orang yang punya ikan ketika rasa sakit pertama menimpamu dan meminta keikhlasannya, niscara engkau tidak akan memotong satu bagian pun dari anggota tubuhmu. Pergilah sekarang kepadanya danmintalah keikhlasannya sebelum sakit itu menjalar ke seluruh tubuhmu.
Akun mencarinya dan bertemu. Aku langsung tersungkur di kakinya, menciumnya lalu menangis dan aku katakan padanya, “Wahai tuan, demi Allah, ampunilah diriku”. Kemudian aku bertanya kepadanya, “Apakah engkau mendoakan buruk atasku akibat ikan yang telah aku ambil?”
Dia menjawab, “Ya aku berdoa, Ya Allah, dia telah menganiayaku dengan kekuatannya, maka tunjukkanlah kekuasaan-Mu dalam hal itu”. Lalu aku berkata, “Wahai tuan, Allah telah menunjukkan kekuasaan-Nya terhadap diriku dan aku bertaubat kepada Allah Subhanahu Wata’ala."
Secara umum, perbuatan zalim terbagi dalam tiga kategori. 1) Syirik, mensekutukan Allah (QS. 31: 13). Zalim ini adalah zalim yang tidak akan diampuni sama sekali. 2) Zalim seorang manusia kepada dirinya sendiri dengan melakukan maksiat kepada Allah. Zalim ini tidak menjadi beban bagi Allah. 3) Zalim seorang manusia kepada sesama manusia. Zalim ini yang tidak akan dibiarkan Allah Subhanahu Wata’ala.
Kezaliman ketiga atau kezaliman terhadap sesama merupakan kezaliman yang lebih berat dari sebelumnya, paling banyak dosanya, serta memiliki akibat yang paling buruk.
Seseorang tidak akan bisa lari darinya dan tidak bisa terhindar dari bahaya dan dosanya hanya dengan sekedar berhenti dan menyesali kezaliman yang diperbuatnya. Kecuali orang yang terzalimi atau dizalimi memberikan maaf secara ikhlas kemudian yang menzalimi segera mengembalikan hak-hak yang terzalimi.
Dr. Abdul Aziz Al-Fauzan mengutip pernyataan Ulama terdahulu, Sufyan Tsauri, “Bertemu Allah dengan 70 dosa yang engkau lakukan atas Allah, akan lebih ringan daripada bertemu dengan-Nya dengan membawa satu dosa yang engkau lakukan atas orang lain”.
Sementara itu, masih dalam buku yang sama, Abu Bakar Al-Warraq berkata, “Perkara yang banyak menyebabkan terlepasnya iman dalam hati adalah berlaku zalim terhadap sesama manusia”.
Zalimnya seseorang terhadap orang lain tidak terbatas pada beberapa perilaku saja. Setiap perilaku yang mengganggu kepentingan orang lain atau lalai dalam memberikan hak-hak mereka, maka perilaku itu disebut zalim, baik melalui ucapan maupun perbuatan.
Berikut beberapa di antaranya.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa melihat ke dalam rumah satu kaum tanpa izin mereka, maka dihalalkan bagi mereka untuk mencongkel matanya.” (HR. Bukhari).
Riwayat yang lain juga menyebutkan bahwa, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menzalimi sejengkal tanah, maka akan dikalungkan kepadanya tujuh bumi.” (HR. Bukhari).
Jadi, kezaliman bukan perkara ringan. Perbuatan itu akan sangat memberatkan pelakunya baik di dunia lebih-lebih di akhirat.
Rasulullah SAW bersabda,
الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Kezhaliman adalah kegelapan di hari kiamat.” (HR Bukhari dan Muslim)
Suatu ketika Rasulullah SAW bertanya kepada sahabatnya, "Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?" Para sahabat menjawab, "Orang yang bangkrut menurut pandangan kami adalah orang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda". Kemudian Rasulullah bersabda "Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa dan zakatnya. Akan tetapi ketika di dunia dia mencaci orang lain, menuduh orang lain, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain, memukul orang lain, lalu dia diadili dengan cara kebaikannya dibagi-bagikan kepada orang ini dan kepada orang itu yang pernah dia zhalimi. Sehingga apabila seluruh pahala amal kebaikannya telah habis, tapi masih ada orang yang menuntut kepadanya, maka dosa-dosa mereka yang pernah dizhaliminya ditimpakan kepadanya dan pada akhirnya dia dilemparkan ke dalam neraka." (HR. Muslim)
Jangan men-dzalimi orang lain
Assalamualaikum.
Bagaimanakah perasaan kita apabila berhadapan dengan kesukaran, kesulitan dan kepayahan? Tentu tiada seorang pun yang masih boleh ketawa hatta senyum yang tak seberapa. Sepatutnya Muslim yang benar-benar mukmin sentiasa membantu muslim yang lain terutamanya bila berada dalam kesulitan. Bukankah orang Islam itu saling tolong-menolong, bantu-membantu, kuat -menguatkan? Rasulullah berpesan:
Teringat saya kisah seorang rakan yang bersama-sama mengikuti pengajian diploma (DPLI) di sebuah universiti di Kuala Lumpur. Beliau pada mulanya berhasrat untuk memilih bidang (opsyen) Bahasa Arab. Tetapi selepas ditemuduga, beliau tidak mampu menguasai bahasa Arab apatah lagi mengajar matapelajaran bahasa Arab di sekolah nanti. Jadi, dengan ihsan si penemuduga, dengan yakin dan penuh kepercayaan, dia sanggup membantu rakan saya ini untuk menukarkan opsyen yang diminta kepada subjek pendidikan Islam. Setelah menunggu keputusan temuduga tersebut, alangkah terkejutnya apabila didapati dia mendapat opsyen Bahasa Arab. Hal ini sama sekali berlwanan dengan persetujuannya dengan penemuduga tempoh hari.
Selepas diterima memasuki pengajian DPLI tersebut di universiti, dia seterusnya cuba mendalami bahasa Arab, akan tetapi dia sangat tidak mampu. Selang beberapa hari, dia meminta pihak atasan universiti tersebut menukarkan opsyennya kepada subjek pendidikan Islam atas alasan tidak dapat menguasai bahasa Arab. Ini kerana rakan saya tadi bukan beralatar belakangkan pendidikan bahasa Arab semasa di UKM dahulu. Oleh yang demikianlah dia tidak mampu untuk meneruskan pengajian diploma pendidikannya ini dalam bidang Bahasa Arab.
Selepas kes ini diutarakan olehnya untuk di "review" bagi pihak atasan universiti, maka beberapa orang dan pensyarah menganggap kes ini sebagai melepaskan batuk di tangga serta tidak bersungguh. Mereka beranggapan bahawa rakan saya ini boleh belajar dan percaya kepada "life-long learning". Betul, tetapi bukan di sini tempatnya kita boleh aplikasikan istilah tersbut untuk merealisasikannya. Kes ini formal dan memerlukan "formalities" yang cekap dan sempurna kerana ia melibatkan KPM, dan pihak universiti.
Beberapa hari dia berulang alik ke pejabat pentadbiran pendidikan universiti tersebut, tapi malangnya, dia tidak punyai kuasa dan pangkat untuk meleraikan masalahnya. Sudah ramai orang yang dia jumpai dan bertanyakan halnya kepada mereka, namun tetap tidak boleh berbuat apa-apa.
Sehinggalah tiba waktu peperiksaan. Dia gagal melakukan yang terbaik walaupun sudah sedaya upaya mencuba yang terbaik. Apabila keputusan peperiksaan semester dikeluarkan, dia gagal dan merayu kepada pensyarah supaya dipertimbangkan (diluluskan) dengan perjanjian yang dia mesti mendapat keputusan "lulus" dalam GPA akan datang.
Dalam masa yang sama, dia cuba mencari dan belajar sedaya upaya untuk mempelajari Bahasa Arab yang sangat dia takuti kerana ketidakbiasaannya terhadap bahasa tersebut walaupun dia pernah bersekolah di sekolah agama (Arab) pada satu ketika dahulu.
Dipendekkan cerita, dia akur dengan "adjustment" yang telah dilakukan oleh pihak universiti dan percaya dia akan dapat menukar opsyennya suatu hari nanti selepas di "posting" ke sekolah.
Sekarang tibalah masa untuk praktikal bagi semua guru pelatih DPLI daripada universiti tersebut. Apabila tiba hari dia di "observe" (diselia) oleh pensyarah pelawat (juga daripada universiti yang sama), dia gagal memenuhi kehendak pengajaran dan pembelajaran. Rata-rata pensyarah pelatih mengatakan yang beliau tidak mampu mengajar dengan baik disebabkan kesulitan penyampaiannya dalam bahasa Arab sebagaimana yang saya ceritakan. Dia mengajar subjek Bahasa Arab komunikasi tingkatan 1. Tetapi tahap penguasaan bahasanya amat lemah dan kadang-kadang hampir sama taraf dengan pelajar-pelajarnya.
Pensyarah-pensyarah yang datang menyelianya memberi sokongan dan galakan kepadanya untuk terus berusaha dan dalam masa yang sama, mereka memberi jaminan akan membantu rakan saya ini untuk menukar opsyennya kepada matapelajaran Pendidikan Islam yang ternyata lebih sesuai dengan kemampuan bahasa serta komunikasinya.
Alangkah bahagianya hati, apabila dekan universiti telah meluluskan penukarannya kepada pendidikan Islam. Akan tetapi dia mestilah menambah beberapa minggu praktikalnya untuk di "observe" buat pusingan yang ketiga setelah dua pusingan telah tamat. Dalam pada itu, Alhamdulillah, saya yang juga bersamanya mengajar di sekolah yang sama agak gembira dengan berita itu. Sebaik sahaja saya tamat praktikal, rakan saya tersebut menyambung selama 3 minggu lagi di sana.
"Tidak sempurna Iman seseorang daripada kamu sehinggalah segala keinginannya mengikut apa yang aku bawakan (ajaranku)"(Hadith sahih riwayat Al-Baghawi)
"Kasihanilah penduduk di bumi, kelak kamu akan dikasihani oleh penghuni yang berada di langit"(Hadith riwayat At-Tabarani: Sahih)
Inilah dia kisah seorang manusia yang tidak berdosa menjadi mangsa keadaan. Kesukaran dan kepayahan ini jika nak dibandingkan dengan penderitaan saudara kita di Palestin memanglah tidak boleh diukur, tetapi kita tetap berpegang kepada sokongan terhadap orang yang dizalimi.
(Hadith daripada Jabir, riwayat Muslim: Sahih)
Begitu juga dalam hadith yang lain Rasulullah melarang berlaku zalim:
قال النبي: من ضَارَّ ضَرَّ الله بِهِ وَمَنْ شَاقَّ شَاقَّ الله عليه
"Barangsiapa yang membawa mudarat maka Allah akan memudartkan dirinya sendiri, sesiapa yang menyusahkan orang lain, Allah akan menyuasahkannya pula"
(Riwayat Abu Daud, no 3635, 3/315; Ahmad, 3/453 ; Tirmidzi : Hasan Gharib ; Syeikh Syuaib, Hasan Bi Syawahidi)
Hadith di atas menerangkan kepada kita bahawa, setiap insan sangat ditegah dalam hal menyusahkan orang lain. Bukankah kita mengetahui bahawa menyusahkan orang lain adalah satu perkara yang sangat dibenci oleh masyarakat? Bahkan Raja segala raja iaitu Allah Azzawajall sendiri sangat murka dengan perkara tersebut. Sehinggakan sekiranya kita tahu ada jiran kita yang sedang lapar, dan kita tidak menolongnya, maka kita bukanlah seorang muslim yang Mukmin.
(Hadith riwayat Al-Bukhari dalam "Al-Adab Al-Mufrad" dan Al-Baihaqi, sumber Ibnu Abbas: Sahih)
ليس المؤمن الذي يشبع وجاره جائع
"Bukanlah orang mukmin (yang sempurna Imannya) yang berada dalam keadaan kenyang, sedangkan (dia tahu) jirannya dalam keadaan lapar"(Hadith riwayat Al-Bukhari dalam "Al-Adab Al-Mufrad" dan Al-Baihaqi, sumber Ibnu Abbas: Sahih)
Bagaimanakah perasaan kita apabila berhadapan dengan kesukaran, kesulitan dan kepayahan? Tentu tiada seorang pun yang masih boleh ketawa hatta senyum yang tak seberapa. Sepatutnya Muslim yang benar-benar mukmin sentiasa membantu muslim yang lain terutamanya bila berada dalam kesulitan. Bukankah orang Islam itu saling tolong-menolong, bantu-membantu, kuat -menguatkan? Rasulullah berpesan:
المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا
"(Kerjasama dan pertolongan) seorang mukmin dengan mukmin yang lain adalah seperti satu binaan yang saling menguatkan atara satu sama lain"(Hadith riwayat Al-Bukhari dan Muslim)Teringat saya kisah seorang rakan yang bersama-sama mengikuti pengajian diploma (DPLI) di sebuah universiti di Kuala Lumpur. Beliau pada mulanya berhasrat untuk memilih bidang (opsyen) Bahasa Arab. Tetapi selepas ditemuduga, beliau tidak mampu menguasai bahasa Arab apatah lagi mengajar matapelajaran bahasa Arab di sekolah nanti. Jadi, dengan ihsan si penemuduga, dengan yakin dan penuh kepercayaan, dia sanggup membantu rakan saya ini untuk menukarkan opsyen yang diminta kepada subjek pendidikan Islam. Setelah menunggu keputusan temuduga tersebut, alangkah terkejutnya apabila didapati dia mendapat opsyen Bahasa Arab. Hal ini sama sekali berlwanan dengan persetujuannya dengan penemuduga tempoh hari.
Selepas diterima memasuki pengajian DPLI tersebut di universiti, dia seterusnya cuba mendalami bahasa Arab, akan tetapi dia sangat tidak mampu. Selang beberapa hari, dia meminta pihak atasan universiti tersebut menukarkan opsyennya kepada subjek pendidikan Islam atas alasan tidak dapat menguasai bahasa Arab. Ini kerana rakan saya tadi bukan beralatar belakangkan pendidikan bahasa Arab semasa di UKM dahulu. Oleh yang demikianlah dia tidak mampu untuk meneruskan pengajian diploma pendidikannya ini dalam bidang Bahasa Arab.
Selepas kes ini diutarakan olehnya untuk di "review" bagi pihak atasan universiti, maka beberapa orang dan pensyarah menganggap kes ini sebagai melepaskan batuk di tangga serta tidak bersungguh. Mereka beranggapan bahawa rakan saya ini boleh belajar dan percaya kepada "life-long learning". Betul, tetapi bukan di sini tempatnya kita boleh aplikasikan istilah tersbut untuk merealisasikannya. Kes ini formal dan memerlukan "formalities" yang cekap dan sempurna kerana ia melibatkan KPM, dan pihak universiti.
Beberapa hari dia berulang alik ke pejabat pentadbiran pendidikan universiti tersebut, tapi malangnya, dia tidak punyai kuasa dan pangkat untuk meleraikan masalahnya. Sudah ramai orang yang dia jumpai dan bertanyakan halnya kepada mereka, namun tetap tidak boleh berbuat apa-apa.
Sehinggalah tiba waktu peperiksaan. Dia gagal melakukan yang terbaik walaupun sudah sedaya upaya mencuba yang terbaik. Apabila keputusan peperiksaan semester dikeluarkan, dia gagal dan merayu kepada pensyarah supaya dipertimbangkan (diluluskan) dengan perjanjian yang dia mesti mendapat keputusan "lulus" dalam GPA akan datang.
Dalam masa yang sama, dia cuba mencari dan belajar sedaya upaya untuk mempelajari Bahasa Arab yang sangat dia takuti kerana ketidakbiasaannya terhadap bahasa tersebut walaupun dia pernah bersekolah di sekolah agama (Arab) pada satu ketika dahulu.
Dipendekkan cerita, dia akur dengan "adjustment" yang telah dilakukan oleh pihak universiti dan percaya dia akan dapat menukar opsyennya suatu hari nanti selepas di "posting" ke sekolah.
Sekarang tibalah masa untuk praktikal bagi semua guru pelatih DPLI daripada universiti tersebut. Apabila tiba hari dia di "observe" (diselia) oleh pensyarah pelawat (juga daripada universiti yang sama), dia gagal memenuhi kehendak pengajaran dan pembelajaran. Rata-rata pensyarah pelatih mengatakan yang beliau tidak mampu mengajar dengan baik disebabkan kesulitan penyampaiannya dalam bahasa Arab sebagaimana yang saya ceritakan. Dia mengajar subjek Bahasa Arab komunikasi tingkatan 1. Tetapi tahap penguasaan bahasanya amat lemah dan kadang-kadang hampir sama taraf dengan pelajar-pelajarnya.
Pensyarah-pensyarah yang datang menyelianya memberi sokongan dan galakan kepadanya untuk terus berusaha dan dalam masa yang sama, mereka memberi jaminan akan membantu rakan saya ini untuk menukar opsyennya kepada matapelajaran Pendidikan Islam yang ternyata lebih sesuai dengan kemampuan bahasa serta komunikasinya.
Alangkah bahagianya hati, apabila dekan universiti telah meluluskan penukarannya kepada pendidikan Islam. Akan tetapi dia mestilah menambah beberapa minggu praktikalnya untuk di "observe" buat pusingan yang ketiga setelah dua pusingan telah tamat. Dalam pada itu, Alhamdulillah, saya yang juga bersamanya mengajar di sekolah yang sama agak gembira dengan berita itu. Sebaik sahaja saya tamat praktikal, rakan saya tersebut menyambung selama 3 minggu lagi di sana.
Tiba-tiba, terdengar pula desas-desus yang mengatakan pihak pensyarah juga tidak berpuas hati dengan "teaching practice" nya sehingga beberapa pensyarah lain turun padang. Alangkah kesiannya hamba Allah ini yang bertungkus lumus, mengikut sahaja kehendak pihak universiti (pensyarah) supaya dapat menukar opsyennya kepada pendidikan Islam akhirnya terpaksa mengharungi kepayahan, kesusahan dan kesulitan yang bukan berasal daripada diri sendiri, tetapi orang lain. Apa yang dilakukannya hanya sia-sia sahaja. Sepanjang belajar DPLI di universiti tersebut, kosong. Bukankah begitu ramai orang-orang atasan universiti tersebut dibantu pula dengan pensyarah-pensyarah yang bijak pandai dalam menguruskan hal sebegini? Tetapi kenapa ya nampaknya seperti ada sesuatu yang aneh? Tak boleh kah dibantu seorang pelajar ini sahaja?? Bukankah Rasulullah berkata:من فرج عن مسلم كربة، فرج الله عنه كربة من كرب يوم القيامة - "Siapa yang melepaskan suatu kesukaran daripada seserang muslim, maka Allah akan melepaskannya daripada suatu kesukaran daripada kesukaran-kesukaran pada hari kiamat"
Begitu juga dengan praktikal selama 3 bulan di sekolah menengah juga kosong. Lanjutan praktikalnya selama 3 minggu juga tiada apa. Berpenat lelah, letih ke sana ke mari dengan niat ikhlas untuk menjadi seorang guru akhirnya dibebani dengan kepincangan pengurusan dan ketidakadilan. Begini lah jika pengurusan sesuatu tidak dilandaskan kepada sistem dan ajaran Islam. Rasulullah menyebut:
لا يؤمن أحدكم حتى يكون هواه تبعا لما جئت
"Tidak sempurna Iman seseorang daripada kamu sehinggalah segala keinginannya mengikut apa yang aku bawakan (ajaranku)"(Hadith sahih riwayat Al-Baghawi)
Berita terbaru ialah, Wallahu A'lam dia terpaksa menyambung pengajian diplomanya (yang sepatutnya tamat pada bulan 11 dan menunggu "posting" untuk tahun depan) pada bulan 12 sehingga bulan 3, 2009 nanti untuk "independent study" dan seterusnya menyambung praktikal pada bulan 3 sehingga bulan 6. Jadi dia terpaksa menghabiskan sisa-sisa kehidupannya untuk DPLI selama 2 tahun. Itu pun belum tentu lulus..
ارحم من في الأرض يرحمك من في السماء
"Kasihanilah penduduk di bumi, kelak kamu akan dikasihani oleh penghuni yang berada di langit"(Hadith riwayat At-Tabarani: Sahih)
Inilah dia kisah seorang manusia yang tidak berdosa menjadi mangsa keadaan. Kesukaran dan kepayahan ini jika nak dibandingkan dengan penderitaan saudara kita di Palestin memanglah tidak boleh diukur, tetapi kita tetap berpegang kepada sokongan terhadap orang yang dizalimi.
اتقوا الظلم فإن الظلم ظلمات يوم القيامة
"Janganlah kalian menzalimi, kerana sesungguhnya kezaliman itu menjadikan kegelapan-kegelapan di hari kiamat"(Hadith daripada Jabir, riwayat Muslim: Sahih)
Begitu juga dalam hadith yang lain Rasulullah melarang berlaku zalim:
المسلم أخو المسلم، لا يظلمه ولا يسلمه
"Orang Muslim itu ialah saudara bagi orang Muslim yang lain; dia tidak boleh menzalimi dan tidak boleh membiarkannya terbinasa"
(Hadith sahih riwayat Abu Daud dan Attirmidzi)
Tidak kira menjadi mangsa keadaan, rakusnya pentadbiran dan kepincangan pegurusan yang akhirnya menyebabkan seseorang kehilangan haknya yang patut dimiliki secara tenang dan mudah!
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
"Tidak sempurna Iman seseorang daripada kamu sehingga dia mengasihi saudaranya sebagaimana dia mengasihi dirinya sendiri"
(Hadith riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
(Hadith riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Muslim (Orang Islam)ialah orang yangmenyelamatkan orang muslim lain dari perbuatan dan kata-katanya… (Riwayat Ahmad dari Abu Hurairah)
Muslim yang paling baik tidak menyusahkan orang lain melalui tangannya yaitu tindakannya. Dia tidak akan meletakkan kendaraannya hingga menganggu lalulintas. Dia tidak akan membunyikan klaksonnya dengan kuat sehingga menyebabkan orang lain terkejut. Muslim yang paling baik tidaak mencela muslim yang lain melalui lisannya. Dia tidak akan memfitnah sesama muslim. Muslim yangbaik juga tidak mempunyai hasad dengki sesama muslim. Islam melarang umatnya mengunakan mulutnya untuk mengumpat atau bercakap koror dan mengunakan anggota lain untuk menyakiti orang Islam yang lain. Berakhlaklah dengan akhlak Nabi yaitu akhlak Al-Qur’an. Nabi mengamalkan setiap perkara dan akhlak baik yang disebut dalam Al-Qur’an . Akhlak muslim yang mulia itu berat timbanganya. Amalan yang dilakukan beserta akhlak yang baik , walau sedikit diberikan pahala dan ganjaran yang banyak.
Langganan:
Postingan (Atom)