Rabu, 31 Agustus 2016

Terima Panggilan Telepon dengan Telinga Kiri

Dominasi otak kanan dibanding otak kiri membuat seseorang cenderung bisa berpikir lebih kreatif. Terlepas dari kidal atau tidak, penelitian membuktikan orang yang otak kanannya dominan lebih sering memegang telepon dengan tangan kiri.

Hubungan antara dominasi otak pada sisi tertentu dengan kecenderungan dalam memegang ponsel terungkap dalam sebuah penelitian di Henry Ford Hospital. Dalam penelitian itu, para ilmuwan mengamati 5.000 orang meski hanya 700 yang datanya bisa diolah.

Dari sekian banyak partisipan, 90 persen di antaranya memiliki tangan kanan yang lebih dominan atau dengan kata lain tidak kidal. Sebanyak 9 persen adalah kidal, sedangkan sisanya 1 persen labil, kadang-kadang kidal tapi kadang-kadang tidak.

Pada partisipan yang tidak kidal, 68 lebih sering menelepon dengan tangan kanan, 25 persen dengan tangan kiri dan 7 persen tidak konsisten. Sedangkan pada kelompok kidal, 72 persen memakai tangan kiri untuk telepon, 23 persen dengan tangan kanan dan 5 persen labil.

Saat dibandingkan dengan hasil pemindaian otak, partisipan yang memegang telepon dengan tangan kiri memiliki aktivitas yang lebih tinggi di otak kanan yang merupakan pusat kreativitas. Kecenderungan ini teramati baik pada kelompok kidal maupun yang tidak kidal.

Sebaliknya pada partisipan yang lebih sering memegang ponsel dengan tangan kanan, aktivitas otak kirinya lebih dominan dibandingkan otak kanan. Dilihat dari fungsinya, otak kiri lebih dominan mengatir kemampuan berbahasa dan berbicara, berlogika dan berpikir sistematis.

Kecenderungan ini cocok pada lebih dari 70 persen partisipan, tanpa mempedulikan apakah dalam kesehariannya kidal atau tidak.

"Temuan ini berdampak pada cara memetakan pusat kemampuan berbahasa di otak. Daripada pakai metode yang rumit, mungkin cukup dilihat dari caranya memegang ponsel," kata Michael Seidman, MD, FACS yang memimpin penelitian itu seperti dikutip dari Medicalnewstoday, Jumat (24/2/2012).

Manfaat lain yang bisa diambil dari temuan ini menurut Dr Seidman adalah, para dokter bisa memperkirakan bagian otak manakah yang lebih rentan terserang kanker. Penggunaan telepon seluler (ponsel) disebut-sebut memicu kanker otak, sehingga berdasarkan hasil penelitian ini maka orang kreatif lebih rentan kena kanker di bagian otak kanan karena sering memegang ponsel di telinga kiri.

Rabu, 24 Agustus 2016

Apakah kita termasuk perampas Pakaian Allah ?

Apakah kita termasuk orang yang ingin merampas Pakaian Allah...??

Sesungguhnya kesombongan adalah hak Allah SWT., ia adalah pakaian dan selendang kebesaran Allah SWT., dalam sebuah hadits Qudsi Rasulullah SAW., menyampaikan :
“Kesombongan (Kebesaran atau Kecongkakan) adalah Pakaian Ku, dan Keagungan adalah Sarung Ku. Barang siapa merampas salah satu (dari keduanya) Aku akan lemparkan dia ke neraka jahanam”. (HR. Abu Dawud).

Dalam Al Qur'an ada 24 ayat yg menyebutkan tentang SOMBONG..
1. QS Al Baqarah (2) : 206
2. QS Al A'raf (7) : 166
3. QS Ibrahim (14) : 21
4. QS An Nahl (16) : 23
5. QS Al Israa' (17) : 37
6. QS Al Israa' (17) : 83
7. QS Maryam (19) : 14
8. QS Maryam (19) : 32
9. QS Al Mu'minun (22) : 46
10. QS An Naml (27) : 14
11. QS An Naml (27) : 31
12. QS Al Ankabut (29) : 39
13. QS Luqman (31) : 18
14. QS Fatir (38) : 2
15. QS Az Zumar (38) : 2
16. QS Ghafir (40) : 35
17. QS Ghafir (40) : 76
18. QS Ad Dukhan (44) : 31
19. QS Al Fath (48) : 26
20. QS Al Qamar (54) : 25
21. QS Al Qamar (54) : 26
22. QS Al Hadid (57) : 23
23. QS Al Mulk (67) : 21
24. QS Al Qiyamah (75) : 33

--------

SOMBONG adalah PENYAKIT yg sering menghinggapi kita semua, benih-benihnya kerap muncul tanpa kita sadari. 

Ditingkat PERTAMA :
SOMBONG disebabkan oleh FAKTOR MATERI, di mana kita merasa:
- Lebih KAYA,
- Lebih RUPAWAN
- Lebih BERPANGKAT
- Lebih PUNYA JABATAN
- Lebih TERHORMAT daripada orang lain. 

DITINGKAT KEDUA : 
SOMBONG disebabkan oleh FAKTOR KECERDASAN, kita merasa:
- Lebih PINTAR
- Lebih BERPENDIDIKAN
- Lebih KOMPETEN yang PALING BENAR, &
- Lebih BERWAWASAN dibandingkan orang lain. 

DITINGKAT KETIGA
SOMBONG disebabkan oleh FAKTOR KEBAIKAN, kita sering menganggap diri:
- Lebih BERMORAL
- Lebih PEMURAH, &
- Lebih TULUS dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik...., Semakin Tinggi tingkat KESOMBONGAN kita, semakin sulit pula kita mendeteksinya.

SOMBONG karena MATERI mudah terlihat,  namun SOMBONG karena PENGETAHUAN, apalagi SOMBONG karena KEBAIKAN, SULIT TERDETEKSI, apalagi "SOMBONG KARENA DIRI LEBIH BERTAQWA, LEBIH SHALIH", itu seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam bathin kita*

Subhanallah !!
Segala "pujian" hanya bagi ALLAH SWT, "Kesombongan" hanya milik ALLAH SWT,  
tidak diperkenankan untuk kita..
Ingatlah dahulu makhluk yang paling taat menyaingi Malaikat tercampak kedalam kehinaan yang sangat, dialah Iblis. 
Cobalah berusaha setiap hari, kita INTROSPEKSI diri kita karena setiap hal yang baik & yang bisa kita lakukan, semua adalah karena "ANUGERAH ALLAH SWT"

KESOMBONGAN hanya akan membawa kita pada KEJATUHAN yang mendalam. Karena Nabi SAW bersabda:  bila masih ada 
sebiji dzarah ke"SOMBONG"an dalam hati..tidak akan masuk Syurga

Tetap BERSABAR, RENDAH HATI sebab KADANG orang yang KITA HADAPI ternyata LEBIH HEBAT dari KITA.

Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang TERHINDAR dari KESOMBONGAN & termasuk dalam orang-orang yang BERSABAR, RENDAH HATI &  memperoleh PETUNJUK serta KERIDHOAN ALLAH ...

Janganlah kita termasuk orang-orang yamg merampas Pakaian Allah...

Selasa, 16 Agustus 2016

Anti Arab atau Anti Islam

SAYA heran sama orang yang antiArab. Alasannya apa?

Kalau alasannya, “Kita harus cinta dan menjaga budaya asli Indonesia,” berarti kita juga harus antiAmerika, antiKorea, antiIndia, antiAustralia, antiChina, dan sebagainya.

Kalau alasannya, “Arab menjajah Indonesia dengan tameng penyebarluasan agama,” maka sungguh lucu! Karena justru orang-orang Eropa yang TERBUKTI menjajah Indonesia sambil membawa agama Kristen. Sedangkan Islam masuk ke Indonesia lewat perdagangan dan secara damai, bukan lewat penjajahan.

* * *

Kau bilang, “Ini Indonesia, bukan Arab. Tak perlu pakai istilah akh, antum, syukran, jazakallah, abi, umi, dst.”

Padahal saat merayu pacarmu, kamu berkata, “I Love you. I miss you.” Saat patah hati, kamu berkata, “Gue gagal move on, nih.”

Hm… itu bahasa Indonesia atau bukan, ya?

Kau terlihat sangat antiArab dengan alasan “Kita harus cinta pada budaya Indonesia.” Padahal di saat yang sama kamu membela ajang Miss World, yang jelas-jelas bukan budaya Indonesia.

Orang yang suka lagu nasyid berbahasa Arab kamu cela-cela dengan alasan, “Itu bukan dari Indonesia.” Padahal kamu justru memuja-muja para boyband dari Korea, tergila-gila pada film India, dan cinta buta terhadap film dan musik dari Amerika.

Kamu mungkin lupa:

Nama-nama hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu itu berasal dari bahasa Arab.

Istilah musyawarah dan adab juga dari bahasa Arab.

Banyak sekali istilah bahasa Arab yang kini diserap ke dalam bahasa Indonesia, dan ternyata sering kamu pakai, dan kamu menyukainya!

Bahkan kalau kamu belajar sejarah Bahasa Indonesia, kamu akan KAGET DAN SHOCKED, karena ternyata bahasa Arab memiliki pengaruh yang SANGAT KUAT terhadap bahasa Indonesia.

Kamu mungkin belum tahu, bahwa struktur bahasa Indonesia dan Arab itu PERSIS SAMA. Saking samanya, kita bisa dengan mudah melakukan penerjemahan kata demi kata. Hal seperti ini tidak bisa dilakukan terhadap bahasa lain.

Coba kamu terjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Indonesia dengan sistem terjemahan per kata. Bisa? Dijamin tak bisa. Karena pasti hasil terjemahannya akan sangat ngaco.

Tapi bahasa Arab BISA. Itulah salah satu bukti bahwa bahasa Indonesia dan Arab punya hubungan yang sangat erat.

Kalau kamu mencela Islam sebagai agama dari Arab, bukan dari Indonesia, hei… apa kamu lupa bahwa Kristen, Hindu dan Budha pun bukan dari Indonesia. Agama asli Indonesia adalah ANIMISME. Lupa, ya?

Jadi kenapa harus antiArab?

Jangan-jangan kamu sebenarnya antiIslam, bukan antiArab.

Sabtu, 06 Agustus 2016

WASIAT ABU BAKAR KEPADA UMAR

WASIAT ABU BAKAR KEPADA UMAR

Menjelang wafat, Abu Bakar ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu menuliskan wasiat kepada Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu yang baru saja dilantik menjadi khalifah. Wasiat ini membuat merinding. Namun wasiat ini pula yang terngiang-ngiang dalam jiwa Umar hingga terkenal sebagai amirul mukminin yang adil dan zuhud.

“Wahai Putra Khattab, sesungguhnya Allah telah memikulkan tanggung jawab ini pada malam hari, maka janganlah engkau menangguhkannya pada siang hari. Sesungguhnya Allah telah memikulkan tanggung jawab ini pada siang hari, maka janganlah engkau menangguhkannya pada malam hari.

Wahai Putra Khattab, sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan-amalan sunnah sebelum engkau menunaikan amalan-amalan fardhu. Bukankah engkau mengetahui, wahai Umar, bahwa pada hari perhitungan kelak, sesungguhnya neraca amal seseorang akan menjadi berat dikarenakan ia melaksanakan kebenaran. Bukankah engkau juga mengetahui bahwa pada hari perhitungan kelak, sesungguhnya neraca amal seseorang akan menjadi ringan dikarenakan ia membela kepalsuan.

Tidakkah engkau mengetahui, wahai Umar, bahwa Allah menurunkan ayat-ayat harapan dan kebahagiaan di dalam ayat-ayat ancaman dan kepedihan dan ayat-ayat kepedihan di dalam ayat yang ada harapan. Hal ini dimaksudkan agar manusia takut dan sekaligus berharap serta tidak menyeret dirinya pada kebinasaan dan tidak berharap kepada Allah secara tidak benar. 

Tidakkah engkau melihat, wahai Umar, bahwa Allah telah menceritakan penderitaan ahli neraka. Jika engkau mengingatnya, maka ucapkanlah dalam batinmu: semoga aku tidak menjadi golongan mereka

Dan tidak kah engkau melihat wahai Umar bahwa Allah telah menceritakan kebahagiaan penduduk surga. Jika engkau mengingatnya, maka ucapkanlah dalam batinmu: semoga aku mampu berbuat seperti apa yang telah mereka perbuat.

Jika engkau menjaga wasiatku ini, maka tidak ada sesuatu yang tidak tampak yang paling engkau sukai selain kematian dan memang begitulah seharusnya. Jika engkau menyia-nyiakan wasiatku ini maka tidak ada sesuatu yang tidak tampak namun paling engkau benci selain kematian dan memang begitulah seharusnya yang kau lakukan.”

*Sumber: Kisah Hidup Umar bin Khattabkarya Dr Musthafa Murad

Jumat, 05 Agustus 2016

Janji Allah di dalam Al-Quran: Yahudi Pasti Hancur Bagi Kali Kedua

Janji Allah di dalam Al-Quran: Yahudi Pasti Hancur Bagi Kali Kedua

Berbicara tentang Yahudi, sama saja dengan membicarakan tingkah polah suatu kaum yang tidak akan pernah habis-habisnya. Kelakuan kaum Yahudi bukan hanya sekedar suatu kebetulan. Kelakuan mereka yang cenderung meremehkan kaum lain yang ada di sekitar mereka, sudah sering terjadi sejak dulunya, bahkan di dunia Islam sepak terjang kaum hina ini dicatat dalam surat tersendiri di dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Bani Israil (Al-Israa’, surat ke-17).

Seperti apakah sebenarnya bangsa Yahudi itu? Lalu apakah bangsa yang telah ditakdirkan menjadi bangsa yang cerdik itu akan terus menguasai dunia? Bagaimana dengan kaum muslimin? Tulisan berikut akan mengulas masa lalu dan masa depan kaum tersebut, tentu saja dengan sudut pandang Al-Islam.

YAHUDI, BANGSA YANG DILAKNAT ALLAH SWT

Sejak berlangsungnya diaspora (bercerainya kaum Yahudi ke seluruh penjuru dunia), mereka telah menjalani babakan sejarah yang amat pekat. Mereka bertebaran di muka bumi, hidup hanya mengandalkan belas kasihan bangsa-bangsa lain. Mereka tinggal di perkampungan tertutup yang dinamai ghetto. Akan tetapi mereka termasuk bangsa yang tidak tahu membalas budi, sehingga bangsa-bangsa yang menerima kehadirannya merasa gundah dan terancam. Keadaan tersebut membuahkan perasaan anti Yahudi yang menjalar ke seluruh penjuru dunia. Pengusiran, pengejaran, teror, dan pembunuhan menjadi warna hidup sehari-hari Yahudi. Kita mencatatnya, bagaimana di bawah kekuasaan Nebuchadznezar misalnya, bangsa Babilonia menumpas habis setiap orang Yahudi di wilayahnya. Begitu pula kejadian yang menimpa mereka pada abad VII M, yaitu ketika Romawi menggulung orang-orang Yahudi di atas bumi Romawi.

Untunglah, dengan munculnya Kekhilafahan Islam, eksistensi mereka terselamatkan (karena semua negara sudah memusuhi mereka) untuk sementara. Namun keadaan tersebut tidak berarti sikap, tabiat, dan sifat-sifat yang mejadi ciri khas bangsa Yahudi sejak dahulu hilang (berubah). Malah dengan terang-terangan mereka menyebarkan intrik politik dan sosial, keresahan ekonomi, dan berbagai macam racun masyarakat ke tengah-tengah kaum muslimin.

Persekongkolan Yahudi dengan para Imperialis Barat dan permusuhannya terhadap kaum muslimin berlanjut sepanjang sejarah, tidak pernah patah di tengah jalan, apalagi berhenti. Di awal abad ini bersama-sama kekuatan lain yang memusuhi Islam, mereka berjaya menggulingkan Kekhilafahan Islam di Istanbul, negara yang sebelumnya melindungi mereka dari kematian dan kepunahannya.

Kejadian yang paling tragis yang menimpa mereka adalah, pembantaian menjelang Perang Dunia II terhadap lebih dari enam juta orang Yahudi di Jerman oleh Nazi Jerman di bawah kekejaman Hitler (mungkin hanya metos untuk tujuan tertentu). Memang tidak ada satu bangsapun di dunia ini mengalami penderitaan begitu lama dan penghinaan yang menginjak-injak martabat mereka sebagai manusia (penyiksaan yang teramat kejam) selain bangsa Yahudi. Tetapi pada dasarnya, perlakuan yang tidak simpatik dan tindakan lainnya yang dilakukan oleh setiap bangsa terhadap mereka tidak lain adalah merupakan akibat ulah mereka. Merekalah kaum yang berani mengatakan, “Sesungguhnya Allah itu fakir dan kami adalah kaum yang kaya” (QS. Ali Imran 181) dan, “Tangan Allah itu terbelenggu (kikir)” (QS. Al Maidah 64). Begitu murkanya Allah kepada mereka sehingga sebagian dari mereka dikutuk menjadi babi dan kera, sesuai firman Allah SWT:

“…yaitu orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi…” (QS. Al Maidah 60, lihat pula QS. Al Baqarah 65). Mahabenar Allah SWT dengan segala firmanNya:

“Maka, Kami lakukan terhadap mereka beberapa tindakan (melaknat dan mengutuk mereka) disebabkan mereka melanggar perjanjian itu dan karena kekafiran mereka terhadap keterangan-keterangan Allah, serta mereka membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar” (QS.An Nisaa’ 155)

“…lalu ditimpakanlah kepada mereka (kaum Yahudi) nista dan kehinaan, serta mereka mendapatkan kemurkaan dari Allah. Hal itu terjadi karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh nabi-nabi tanpa alasan yang benar…” (QS. Al Baqarah 61).

Kehinaanpun akan meliputi mereka dimana-mana, firman Allah SWT:

“Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada,…dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah…” (QS. Ali Imran 112).

Kecuali bagi mereka yang kemudian masuk Islam dan memegang janji:

“…kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia…” (QS. Ali Imran 112).

KEPASTIAN PUNAHNYA BANGSA YAHUDI

Tidaklah berlebihan kiranya apabila mereka dijadikan lakon dalam sejarah peradaban manusia, karena peran dan kedudukan mereka dalam sejarah manusia. Dalam surah Al-Isra' (Memperjalankan di Malam Hari) menegaskan kehancuran atas kesombongan mereka. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya kamu (Bani Israil) akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan kamu pasti akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Maka apabila datang saat hukuman kejahatan yang pertama dari kejahatan itu, Kami mendatangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar masuk kampung ke seluruh negeri. Dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana” (QS. Al Israa’ 4-5).

Bila kita perhatikan ayat di atas yang membahas tentang pengrusakan yang dilakukan oleh orang Yahudi, maka muncul pertanyaan: apakah mereka sudah melakukannya (sebelum ayat-ayat tersebut turun) atau belum? Perlu diketahui bahwa ayat tersebut turunnya di Makkah, jauh sebelum kaum muslimin mempunyai kekuasaan dan kekuatan di Madinah.

Menurut catatan sejarah, bangsa Yahudi telah berkali-kali mengalami kehancuran sebelum datangnya Islam dan sebelum turunnya ayat-ayat di atas. Mereka pernah menelan pil pahit yang nyaris merenggut keberadaan bangsa Yahudi di masa peradaban Babilonia dan Romawi (seperti yang telah disampaikan di alinea sebelumnya), begitu pula yang dilakukan bangsa-bangsa lain sebelum Islam datang. Bukan hal yang perlu dipungkiri jika kesombongan dan kerusakan yang lebih besar lagi akan mereka ulangi di masa yang akan datang sampai akhirnya Allah SWT akan melenyapkan mereka dari permukaan bumi ini.

Apabila kita mendalami ayat-ayat tersebut di atas dengan cermat (dengan menggunakan kaidah Bahasa Arab), akan kita temukan bahwa kata tufsidunna dan ta’lunna merupakan bentukan fi’il mudhari’ (kata kerja yang berlaku untuk masa akan datang (pasti terjadi) atau sekarang), sedangkan ‘lam’ di awal kedua kata tersebut memastikan bahwa kata tersebut merupakan bentuk karta kerja akan datang (future) bukan sekarang (present). Dengan demikian, makna lafadz latufsidunna berarti ‘kamu pasti akan melakukan kerusakan’ dan lafadz lata’lunna berarti ‘kamu pasti akan melakukan kesombongan’. Lafadz ‘latufsidunna’ diberi penjelasan bahwa akan terjadi dua kali, sedangkan ‘lata’lunna’ mendapat penegasan dengan lafadz ‘ulluwan’ yaitu suatu kesombongan yang bersifat kabiiran (besar) dan ditambah lafadz ‘kabiiran’ itu sendiri; berarti kesombongan yang sangat besar. Kemudian ayat berikutnya disambung dengan lafadz ‘idzaa’ yang berarti ‘apabila’ dan ‘fa’ sebelumnya yang merupakan penghubung yang menunjukkan suatu kejadian yang terjadi segera setelah keadaan sebelumnya terpenuhi.

Dari pengertian bahasa, maka kita fahami bahwasanya bangsa Yahudi melakukan kerusakan yang pertama setelah ayat tersebut turun. Kemudian disusul dengan penghancuran yang menimpa mereka tanpa menunggu waktu yang lebih lama (sesuai dengan kata hubung ‘fa’ tadi). Allah SWT melanjutkan firmanNya:

Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar, lalu mereka mencarimu keluar-masuk kampung di seluruh negeri” (QS. Al Israa’ 5).

Lafadz ‘ibaadan lanaa’ yang berarti hamba-hamba Kami, merupakan suatu kehormatan bagi orang-orang tersebut yang akan menghancurkan hegemoni Yahudi. Siapakah sesungguhnya yang dimaksud hamba-hamba Kami? Tidak lain adalah kaum mu’minin, sekelompok kaum yang pantas mendapat predikat ‘ibaadan lanaa’, sebagaimana pernyataan ayat:

Dan hamba-hamba Ar Rahmaan yang berjalan di muka bumi, (memiliki sifat) rendah hati dan apabila mereka ditegur sapa oleh orang-orang jahil, mereka mengucapkan selamat (salam)” (QS. Al Furqon 63).

Katakanlah hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah” (QS. Az Zumar 53).

Mahasuci Allah yang telah menjalankan hambaNya…” (QS. Al Israa’ 1).

Sudah barang tentu gelar kehormatan dan kemuliaan yang diberikan Allah SWT tersebut tidak sesuai dengan sifat-sifat bangsa Babilonia atau Romawi yang pernah menghancurkan bangsa Yahudi sebelumnya. Penghormatan dan kemuliaan itu lebih berhak disandang oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya yang hijrah ke Madinah, negeri tempat kekuasaan, politik, dan ekonomi bangsa Yahudi waktu itu. Tak aneh apabila Rasulullah SAW pertama kali sampai di Madinah langsung menyusun resolusi dan perjanjian politik antara kaum muslimin dengan bangsa Yahudi.

Tetapi bangsa, yang telah mendapat laknat Allah, itu telah melanggar dan merusak perjanjian yang sebelumnya mereka sepakati. Oleh karena itu, Allah SWT mendatangkan kepada mereka hamba-hambaNya (kaum mu’minin) yang mempunyai kekuatan besar, lalu mencari Yahudi keluar masuk kampung ke seluruh pelosok negeri. Berakhirlah kedigjayaan, kepongahan, dan kekuasaan bangsa Yahudi di Madinah, Khaibar, dan kawasan Taima. Bahkan tidak kepalang tanggung, hancurlah seluruh pengaruh dan impian mereka untuk bercokol di bumi Arab. Maha benar Allah SWT dengan firmanNya:

Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir dari ahli kitab itu dari negeri-negeri mereka pada waktu pengusiran yang pertama kali. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan keluar, dan merekapun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan mampu mempertahankan mereka dari hukuman Allah…” (QS. Al Hasyr 2).

KAPAN KEHANCURAN YAHUDI YANG TERAKHIR ?

Pengusiran dan kehancuran Yahudi yang pertama mengakibatkan tersebarnya koloni-koloni mereka ke seluruh penjuru (diaspora) di masa Rasulullah SAW beserta sahabatnya masih hidup. Inilah rahasia lafadz terakhir ayat tadi (Al Israa’ 5), yaitu wa kaana wa danmaf’uulaa yang berarti ‘dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana’. Ayat berikutnya menggambarkan babakan kedua dari kesombongan dan kepongahan mereka:

Kemudian kami berikan giliran padamu untuk mengalahkan mereka kembali, dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar” (QS. Al Israa’ 6).

Ayat ini mengisyaratkan bahwasanya Allah SWT akan memberikan giliran kepada bangsa Yahudi untuk mengalahkan “mereka”. “Mereka” pada ayat ini berhubungan erat dengan ayat sebelumnya, yaitu orang yang pernah mengusir dan mengejar Yahudi keluar masuk kampung di seluruh negeri. Ayat ini diawali dengan lafadztsumma yang berfungsi sebagai kata penghubung, yang menghubungkan kejadian pertama dan kejadian kedua dengan memberikan jeda (waktu atau kurun) yang agak lama. Berbeda dengan lafadz fa.

Mahabenar Allah SWT yang menunjukkan kepada kita saat ini Kebesaran dan KeagunganNya dengan mengukir kemenangan bangsa Yahudi atas kaum muslimin. Bangsa Yahudi berhasil membalas sakit hatinya dengan menduduki kembali negeri-negeri Syam dan Palestina, serta mengalahkan pengaruh kaum muslimin di wilayah itu.

Pada ayat di atas tercantum lafadz ‘al karrata’, yang dapat diartikan pula dengan ‘kekuasaan’, disambung dengan ‘dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak (keturunan), dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar’. Kebenaran ayat ini juga tak perlu disangsikan lagi, dengan melimpahnya bantuan ekonomi maupun politik terhadap bangsa Yahudi Israel serta dengan mengalirderasnya arus imigran Yahudi dari segala penjuru dunia ke bumi Palestina, tanpa bisa dicegah lagi oleh kaum muslimin. Kekuatan ekonomi dan militer Barat hampir seluruhnya berdiri di belakang Yahudi, sebagai konsekuensi bagi mereka yang telah melahirkan negara Israel pada tahun 1948. Karenanya, kesombongan dan kepongahan mereka pun meningkat, sesuai dengan derajat kesombongan kedua yang dilukiskan dalam Al Qur’an. Sejarah modern pun mencatat lembaran hitam kaum muslimin akibat ulah bangsa Yahudi, sebagaimana dipaparkan di bawah.

Tanpa mengindahkan kekhawatiran dunia, bangsa Yahudi melompati batas-batas wilayahnya, menduduki kawasan lain yang dapat memeliharanya dari bencana dan kemarahan orang-orang Arab (baca: kaum muslimin), melakukan teror dan pembunuhan, perburuan dan penyiksaan yang belum pernah ditemui dalam sejarah kekejian manusia. Berapa banyak anak-anak kaum muslimin menjadi yatim piatu, wanita yang menjadi janda, orang tua kehilangan anak-anaknya, wanita yang direnggut kehormatannya, rumah-rumah milik kaum muslimin yang dihancurkan, tanah penduduk yang dirampas, tanpa ada balas budi atas kebaikan kaum muslimin di masa lampau terhadap mereka (di masa Kekhilafahan Turki Utsmani bangsa Yahudi kebanyakan menjadi Ahludz Dzimmah*)). Malahan dengan biadab mereka merusak dan membakar Masjidil Aqsha (tahun 1969), merobek-robek Kitab Suci Al Qur’an, dan membunuh jama’ah yang sedang melakukan shalat. Kalaulah kita ingin mencatat kebiadaban mereka, maka akan masih banyak lagi daftar panjang kebiadaban bangsa Yahudi terhadap kaum muslimin.

Benar, bahwasanya perbuatan biadab dan kekejian yang mereka lakukan, sesungguhnya hanyalah akan mempercepat datangnya siksaan dan hukuman Allah SWT sebagaimana yang telah dijanjikan dalam Al Qur’an:

Dan apabila tiba saatnya hukuman bagi (kejahatan) yang kedua. (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-mukamu (Bani Israil), dan untuk memasuki masjid sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali yang pertama, dan untuk membinasakan habis-habisan apa saja yang mereka kuasai.” (QS. Al Israa’ 7).

Dalam ayat ini Allah SWT telah memastikan akan lenyapnya bangsa Yahudi dari permukaan bumi ini. Seperti ayat ke-5, Al Qur’an kembali menggunakan lafadz ‘fa’ bukan ‘tsumma’. ‘Fa’ menunjukkan ‘athaf’ yang berarti segera akan terjadi (bersusulan) begitu keadaan sebelumnya telah terpenuhi (terjadi).

Mahasuci Allah yang memberitahukan kepada kaum muslimin bahwasanya kita akan memasuki Masjidil Aqsha, sebagaimana dahulu (di masa pemerintahan Umar bin Khaththab RA yang menaklukan bumi Palestina). Lafadz ‘wa liyutabbiruu’ berarti kita (kaum muslimin) akan menghancurleburkan apa saja yang berembel-embelkan Yahudi. Dengan teramat indah, ayat tadi menjanjikan tentang kedua kejadian. Peristiwa pertama, telah dilakukan oleh pasukan kaum muslimin yang dipimpin Abu Ubaidah bin Jarrah RA. Sedangkan peristiwa kedua adalah penaklukan terakhir yang akan meluluhlantakkan bangsa Yahudi sampai kedasar-dasarnya tanpa sisa dengan kemenangan kaum muslimin yang gilang-gemilang.

Pada saat kehancuran Yahudi pertama kali, kaum muslimin sedang berada dalam keadaan yang dilukiskan oleh Al Qur’an sebagai ‘hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan besar’. Dengan demikian, maka lafadz ‘sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali yang pertama’, memiliki relevansi (hubungan) yang amat kuat dengan keadaan yang pernah terjadi sebelumnya. Dengan kata lain, kaum muslimin baru akan menghancurkan Yahudi pada kali yang kedua setelah memiliki kekuatan, setidak-tidaknya menyamai kekuatan dan kekuasaan kaum muslimin di masa sahabat RA.

Lalu, muncul dalam pikiran kita, apakah saat ini kaum muslimin mempunyai kekuatan? Kaum muslimin yang mana yang akan melakukannya? Apakah penguasa-penguasa kaum muslimin saat ini, yang menguasai negeri-negeri kaum muslimin, khususnya di kawasan Timur Tengah, yang akan menghancurkan kepongahan Yahudi? Jawabnya tentu saja tidak.

Memang kaum muslimin saat ini memiliki bilangan jumlah yang teramat besar, tetapi mereka ibarat macan kehilangan taringnya, ibarat sleeping giants, ibarat buih yang mengapung dan terombang-ambing di lautan. Dan para penguasanya duduk di atas buih-buih tadi dan diam dalam kelezatan dunia, mereka membiarkan saja kekejaman yang dilakukan Yahudi atas sesama saudara seaqidah mereka di Palestina, walaupun itu dilakukan di depan hidung mereka. Malah mereka menjerumuskan diri, rakyat, serta negeri mereka di bawah telapak kaki bangsa Yahudi.

Ayat Al Qur’an di atas juga menjanjikan bahwa yang akan mengalahkan bangsa Yahudi (berdasarkan relevansi tadi) adalah ‘ibadan lanaa’ yang memiliki sifat-sifat mulia. Sekarang, apakah kaum muslimin saat ini beserta para penguasanya telah memiliki sifat-sifat sebagaimana yang digambarkan dalam Al Qur’an? Anda semua bisa menjawabnya. Kenyataannya saat ini, sebagian besar umat hanyut dalam pesta pora. Gaya hidup pria-wanitanya yang nista. Apakah dari perempuan-perempuan liar seperti itu akan lahir generasi mujtahid dan mujahid yang kemudian akan menegakkan Islam?

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwasanya kaum muslimin yang memiliki sifat-sifat mulia-lah yang akan mengalahkan bangsa Yahudi, dan mereka akan memperoleh kemenangan di bawah kekuasaan, kekuatan, dan naungan Daulah Islamiyyah (Khilafatan Raasyidatan alaa min haajin Nubuwah) yaitu Khilafah yang menerapkan Syari’at Islam secara keseluruhan. Hanya Daulah Islam yang menerapkan Syari’at Islam secara totalitas inilah, tentunya dengan izin Allah SWT, yang akan menghancurkan eksistensi bangsa Yahudi.

Pada akhir surat Al Israa’ terdapat ayat yang berhubungan dengan janji Allah ini:

Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: ‘Diamlah kamu di negeri ini’. Maka apabila telah datang janji terakhir, niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur.” (QS. Al Israa’ 104).

Lafadz ‘wa’dul akhirah’ yaitu ‘janji terakhir’ mengacu pada janji Allah tentang musnahnya bangsa Yahudi pada kehancurannya yang kedua pada ayat ke-7 surat yang sama. Lafadz ‘faa’ di akhir ayat di atas (QS. 17:104) berarti berkelompok-kelompok dan bercampur-baur. Ini melukiskan realita saat ini, tatkala imigran-imigran Yahudi dari segala penjuru dunia memasuki wilayah Palestina (terutama imigran Yahudi dari Rusia).

Kejadian demi kejadian berlalu, semakin hari semakin menambah dan mempertebal keyakinan kita akan datangnya kemenangan itu. Namun untuk mempercepat apa yang telah dijanjikan Allah SWT kepada kaum muslimin, maka hendaknya kita berhenti sejenak untuk berintrospeksi diri dengan tingkah polah kita, untuk merenungkan sejauh mana kita sebagai kaum muslimin telah berusaha mendekat menuju gambaran sifat-sifat ‘ibadan lanaa’. Lebih penting dari itu adalah sejauh mana kepedulian kita untuk membangkitkan umat ini dan sekaligus merubahnya menjadi suatu kekuatan yang maha dahsyat? Inilah salah satu syarat untuk mewujudkan kemenangan yang pasti diraih kaum muslimin. Kiranya sabda Rasulullah SAW perlu kita renungkan:

Belum akan tiba kiamat sehingga kaum muslimin memerangi kaum Yahudi. Kemudian mereka akan diperangi oleh kaum muslimin sehingga batu dan pohon sampai berkata: ‘Hai kaum muslimin, wahai hamba Allah, inilah seorang Yahudi tersembunyi di belakangku, datangilah dan bunuhlah”. (Seluruh alam akan berkata begitu), kecuali pohon Al Gharghad. Sebab, sesungguhnya ia (pohon itu) tergolong pohon (simpatisan) kaum Yahudi” (HR. Bukhari & Muslim).

HARAPAN BERADA PADA PUNDAK GENERASI INI

Kaum muslimin saat ini hidup pada kurun sejarah sebelum hari kiamat. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, pada masa itu akan terjadi serangkaian peristiwa yang akan menimpa bangsa Yahudi akibat kebengisan dan kesombongan yang telah mereka lakukan sebelumnya. Mereka adalah satu-satunya bangsa yang telah berani membunuh para Nabi dan Rasul serta mencela Allah SWT. Merekalah satu-satunya umat yang dikutuk Allah SWT dengan menjadikannya babi dan kera. Mereka jugalah satu-satunya umat yang diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, merasakan pahit getirnya penderitaan yang teramat hebat. Itulah siksa dan azab yang menimpa mereka pada masa lalu. Mereka seolah-olah menjadi satu bangsa yang telah ditakdirkan untuk menderita, karena kekejaman yang mereka lakukan terhadap para nabi dan kaum muslimin melampaui batas-batas yang dilakukan golongan manusia lainnya. Pada golongan agama lain selain Yahudi, walaupun mereka juga tidak ingin melihat Islam tumbuh dan berkembang (QS. Al Baqarah 120), tapi mereka tidaklah sebiadab bangsa Yahudi dalam membenci Islam. Bahkan sejarah mencatat, bahwa yang mempunyai rencana untuk menyalib Isa AS dan kemudian menyalib orang yang diserupakan Allah dengan Isa AS (QS. An Nisaa’ 157) adalah bangsa Yahudi juga. Kemurkaan Allah SWT terhadap mereka tersurat dengan jelas dalam Al Qur’an:

Dan ingatlah ketika Rabbmu memberitahukan bahwa sesungguhnya Dia pasti mengirim kepada mereka (kaum Yahudi) sampai hari kiamat, orang-orang yang akan menimpakan adzab kepada mereka dengan yang seburuk-buruknya” (QS. Al A’raaf 167).

Serangkaian ayat-ayat dan hadits yang diungkapkan di atas mengisyaratkan bahwa negara Israel yang dikuasai Yahudi tidak akan lama lagi usianya. Negara itu akan hilang dari peta dunia, dan kepunahannya merupakan hal yang pasti, walaupun seluruh kekuatan di muka bumi memberikan kepada mereka ramuan panjang umur untuk mempertahankan eksistensinya. Namun kemusnahan bangsa Yahudi tidak bisa diwujudkan hanya dengan do’a saja, atau hanya dengan tafsir terhadap ayat-ayat dan hadits yang berkaitan dengan hal itu.

Aqidah Islam tidak mengajarkan keyakinan seperti itu. Sedang Rasulullah SAW sendiripun yang dijanjikan kemenangannya tidak berpangku tangan dan berdo’a saja dalam memerangi kaum kafir. Beliau bahkan harus mengorbankan harta, air mata, darah, bahkan nyawa kaum muslimin. Generasi muslimin pada masa dahulu bahu-membahu menyusun kekuatan, menggalang persatuan, memproklamirkan suatu kekuatan baru yang siap mengorbankan aspek-aspek materi/fisik untuk mencapai tujuan menegakkan kalimat Allah SWT serta hidup secara Islam di bawah naungan Syari’at Islam yang agung. Mereka berhasil memperoleh kemenangan tatkala mereka mengikatkan diri mereka di jalan Allah, dan akan menderita kekalahan dan kehinaan tatkala melanggar jalan Allah SWT.

Kini, saat umat Islam menghadapi berbagai krisis yang menentukan hidup dan matinya, sedang mengalami ujian yang tiada tolok bandingnya. Membanjirnya musuh-musuh Islam yang menghanyutkan sendi-sendi Syari’at dan masyarakat Islam, yang menyisakan kotoran dan lumpur kesesatan dan kemunafikan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dan hukum pemerintahan, dan mengibarkan berbagai bendera kekafiran, serta berdirinya berbagai bentuk negara. Musuh-musuh Islam itu ada yang menyamar menjadi kaum muslimin dan menyerang dari dalam dan menggerogoti umat dengan merusak sendi-sendi syari’at yang telah qath’i nashnya. Para penguasanya hanya diam, buta dan tuli terhadap kejahatan dan kesewenangan yang berada di hadapan mereka. Sedang umat telah tenggelam di majelis-majelis para Darwisy, berdo’a dan asyik memohon kepada Allah SWT agar banjir kesesatan dan kekafiran yang melanda umat segera berlalu.

Setelah sekian lama umat hanyut diombang-ambing dalam ketidakpastian, sekaranglah saatnya untuk membangun kembali puing-puing yang telah hancur dilanda air bah, menyusun kekuatan, merapikan barisan, memperindah bangunan peradaban Islam dengan sifat-sifat mulia, berdo’a, dan bertawakkal. Hanya dengan jalan itu, pastilah kemenangan itu akan dengan cepat dan mudah diraih, insyaAllah. Tinggallah sekarang, apakah umat ini mau melakukan pilihan yang justru akan menentukan hidup mati mereka? Juga, apakah umat saat ini mau membangun dan merancang kembali bangunan Islam yang dulu pernah tegak? Atau, malah umat akan turut hanyut bersama air bah kesesatan dan kekafiran? Mahabenar Allah SWT dengan segala firmanNya:

Maka bersabarlah kamu. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, dan janganlah sekali-kali orang yang tidak meyakini ayat-ayat Allah itu berhasil menakut-nakuti kamu.” (QS. Ar Ruum 60).

Kamis, 04 Agustus 2016

Hukum Mengumandangkan Adzan

ALLAH SWT memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk melaksanakan shalat. Dan kini, hal itu pun berlaku bagi kita, selaku umat Muslim. Kita harus melaksanakan shalat, sebagai pembeda antara kita dengan non Muslim. Ini merupakan keistimewaan yang Allah SWT berikan. Sebab, shalat ini akan lebih mendekatkan kita kepada-Nya.

Sudah selayaknya kita bersyukur atas perintah Allah yang satu ini. Dan salah satu bentuk rasa syukur yang dapat kita lakukan ialah memberitahu orang lain saat masuknya waktu shalat. Dan Rasul sudah mencontohkan hal ini pada zamannya. Di mana beliau memerintahkan Bilal bin Rabah untuk mengumandangkan adzan.

Ya, adzan ialah pemberitahuan tentang masuknya waktu shalat dengan kalimat-kalimat tertentu. Adzan ini dikumandangkan dengan suara yang keras agar seluruh umat Muslim tahu waktu saatnya shalat. Sehingga, mereka bisa bersiap-siap untuk segera menuju tempat beribadah demi mendekatkan diri pada Allah.

Namun sayang, kini banyak orang yang tidak menyukai jika ada yang mengumandangkan adzan. Mereka beranggapan bahwa hal itu dapat mengganggu ketenangan orang lain. Apalagi pada jam-jam tertentu, di mana banyak orang yang sedang beristirahat. Melihat hal ini, lalu apa sebenarnya hukum mengumandangkan adzan?

Adzan hukumnya wajib kifayah bagi penduduk kota dan penduduk desa. Sebab, Rasulullah SAW bersabda, “Jika waktu shalat telah tiba, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan untuk kalian, dan hendaklah orang yang paling tua di antara kalian mengimami kalian,” (Muttafaq alaih).

Adzan disunnahkan bagi musafir dan penghuni padang pasir. Sebab, Rasulullah SAW bersabda, “Jika engkau bersama kambing-kambingmu, atau di padang pasirmu, maka adzanlah untuk shalat dan tinggikan suaramu ketika adzan, karena tidaklah jin, manusia dan apa saja yang mendengar suara muadzin, melainkan menjadi saksi baginya pada hari kiamat,” (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Maka, sudah menjadi keharusan bagi seorang muslim untuk mengumandangkan adzan. Dan kewajiban itu gugur jika ada muslim lain yang sudah melakukannya. Jadi, walau bagaimana pun kumandang adzan harus tetap terdengar di seluruh penjuru dunia ini. Mengapa? Sebab, dunia ini akan terasa lebih hidup, jika kumandang adzan pun terus terdengar di mana-mana.

Referensi: Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim/Karya: Abu Bakr Jabir Al-Jazairi/Penerbit: Darul Falah

Buat Apa Berkuasa tapi Tidak Bisa Menegakkan Hukum Allah


BUYA Hamka dikenal sebagai ulama yang konsisten dalam perkara penegakan hukum Allah. Segala jabatan dunia pun rela ditinggalkannya semata-mata demi mempertahankan prinsip bahwa hanya Allah yang patut disembah. Bahkan dalam tafsir Al Azhar Juz 6 beliau memberikan nasihat agar umat Islam tidak boleh takut bersuara untuk penegakan Syariat. Berikut kutipannya:

“Sebagai muslim, janganlah kita melalaikan menjalankan hukum Alloh. Sebab, di awal Suroh Al Maa’idah sendiri yang mula-mula  diberi peringatan kepada kita ialah supaya menyempurnakan segala ‘uqud. Maka, menjalankan hukum Alloh adalah salah satu ‘uqud  yang terpenting di antara kita dengan Alloh.

Selama kita hidup, selama iman masih mengalir di seluruh pipa darah kita, tidaklah sekali-sekali boleh kita melepaskan cita-cita agar hukum Alloh tegak di alam ini, walaupun di negeri mana kita tinggal. Moga-moga tercapai sekadar apa yang  dapat kita capai. Karena Tuhan tidaklah memikulkan kepada kita suatu beban yang melebihi dari tenaga kita. Kalau hukum Alloh, belum jalan, janganlah kita berputus asa. Dan kufur, zalim, fasiklah kita kalau kita percaya bahwa ada hukum lain yang lebih  baik daripada hukum Alloh.

Jika kita yang berjuang menegakkan cita Islam ditanya orang, ‘Adakah kamu, hai ummat Islam bercita-cita, berideologi, jika  kamu memegang kekuasaan, akan menjalankan hukum Syariat Islam dalam negara yang kamu kuasai itu?’ Janganlah berbohong dan  mengolok-olokan jawaban. Katakan terus terang bahwa cita-cita kami memang itu. Apa artinya iman kita kalau cita-cita yang  telah digariskan Tuhan dalam Al Qur’an itu kita pungkiri?

Dan kalau ditanyakan orang pula, ‘Tidakkah dengan demikian kamu hendak memaksakan agar pemeluk agama lain yg golongan kecil  (minoritas) dipaksa menuruti hukum Islam?’ Jawablah tegas, ‘Memang akan kami paksa mereka menuruti hukum Islam. Setengah dari hukum Islam terhadap golongan pemeluk agama yang minoritas itu ialah agar mereka menjalankan hukum Taurot, ahli injil diwajibkan menjalankan hukum injil. Kita boleh membuat Undang-Undang menurut teknik pembikinannya, memakai fasal-fasal dan ayat-ayat suci, tapi dasarnya wajiblah hukum Alloh, bukan hukum buatan manusia atau diktator manusia (Thoghut, red)’

Katakan itu terus terang dan jangan takut!

Dan insaflah bahwa rasa takut orang menerima hukum Islam ialah karena propaganda terus menerus dari kaum penjajah selama beratus tahun. Sehingga, orang-orang yang mengaku beragama Islam sendiripun kemasukan rasa takut itu, karena dipompakan oleh  penjajahan.” (Islampos)

sumber : www.islampos.com