Jumat, 27 Juni 2014

Cara Bersetubuh Menurut Islam

Bersetubuh adalah hubungan paling erat antara pria dan wanita. Sebuah persetubuhan hanya boleh dilakukan oleh pria dan wanita yang terikat dalam pernikahan. Jika tidak, maka itu adalah zinah.
Dalam ikatan pernikahan pun, tindakan bersetubuh harus dilakukan sesuai dengan ajaran agama. Tentu saja anda harus mengetahui bagaimana cara bersetubuh dalam Islam dan menjalankannya.


MERAYU dan BERCUMBU :
Nabi Muhammad s.a.w. melarang suami melakukan persetubuhan sebelum membangkitkan syahwat isteri dengan rayuan dan bercumbu terlebih dahulu.
- Hadits Riwayat al-Khatib dari Jabir.


TELANJANG BULAT :
Apabila diantara kamu mencampuri isterinya, hendaklah ia menutupi dirinya dan menutupi isterinya dan janganlah keduanya (suami isteri) bertelanjang bulat seperti keledai.
- Hadits Riwayat Tabrani.


MENYETUBUHI DUBUR :
Terkutuklah orang yang menyetubuhi isteri diduburnya.
- Hadits Riwayat Abu Dawud dan an-Nasa'i dari Abu Hurairah.


DOA SEBELUM BERSETUBUH :
"Bismillah. Allaahumma jannibnaash syaithaa-na wa jannibish syaithaa-na maa razaqtanaa".
Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami berdua (suami isteri) dari gangguan syaithan serta jauhkan pula syaithan itu dari apa saja yang Engkau rezqikan kepada kami.

Dari Abdulah Ibnu Abbas r.a. berkata :

Maka sesungguhnya apabila ditakdirkan dari suami isteri itu mendapat seorang anak dalam persetubuhan itu, tidak akan dirosak oleh syaithan selama-lamanya.

- Hadits Sahih Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas r.a.

HAMPIR KELUAR MANI :
Dan apabila air manimu hampir keluar, katakan dalam hatimu dan jangan menggerakkan kedua bibirmu kalimat ini :
"Alhamdulillaahil ladzii khalaqa minal maa'i basyara".
Segala pujian hanya untuk Allah yang menciptakan manusia dari pada air.

PUTUS DITENGAH JALAN :
Apabila seseorang diantara kamu bersetubuh dengan isterinya maka janganlah ia menghentikan persetubuhannya itu sehingga isterimu juga telah selesai melampiaskan hajatnya (syahwat atau mencapai kepuasan) sebagaimana kamu juga menghendaki lepasnya hajatmu (syahwat atau mencapai kepuasan).
- Hadits Riwayat Ibnu Addi.


MENDATANGI ISTERI MELALUI BELAKANG (ISTERI MENUNGGING) :

Dari Jabir b. Abdulah berkata :

Bahwa orang-orang Yahudi (beranggapan) berkata: Apabila seseorang menyetubuhi isterinya pada kemaluannya Melalui Belakang maka mata anaknya (yang lahir) akan menjadi juling. Lalu turunlah ayat suci demikian :
"Isteri-isteri kamu adalah ladang bagimu maka datangilah ladangmu itu dari arah mana saja yang kamu sukai."
- Surah Al Baqarah - ayat 223.

Keterangan:
Suami diperbolehkan menyetubuhi isteri dengan apa cara sekalipun (dari belakang, dari kanan, dari kiri dsb asalkan dilubang faraj).

BERSETUBUH MENDAPAT PAHALA :

Rasulullah s.a.w. bersabda :
".....dan apabila engkau menyetubuhi isterimu, engkau mendapat pahala".
Para sahabat bertanya :
Wahai Rasulullah, adakah seseorang dari kami mendapat pahala dalam melampiaskan syahwat?
Nabi menjawab :
Bukankah kalau ia meletakkan (syahwatnya) ditempat yang haram tidakkah ia berdosa? Demikian pula kalau ia meletakkan (syahwatnya) pada jalan yang halal maka ia mendapat pahala.
- Hadits Riwayat Muslim.

MENGULANGI PERSETUBUHAN :
Apabila diantara kamu telah mecampuri isterinya kemudian ia akan mengulangi persetubuhannya itu maka hendaklah ia mencuci zakarnya terlebih dahulu.
- Hadits Riwayat Baihaqi.

HAID :
Mereka menanyakan kepada engkau tentang perkara Haid.

Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran".

Oleh kerana itu jauhilah diri kamu dengan wanita-wanita yang sedang Haid dan janganlah kamu mendekati (menyetubuhi) mereka, sebelum mereka bersuci*.

Apabila mereka telah bersuci maka bolehlah kamu menyetubuhi mereka ditempat yang diperintahkan Allah kepada kamu.

Sesungguhnya Allah itu menyukai orang-orang yang bertaubat dan Allah menyukai orang-orang yang mensucikan dirinya.

- Surah Al Baqarah - ayat 222.

*Jangan mendekati bermaksud dilarang bersetubuh dengan isteri yang sedang kedatangan bulan dan bukanlah dilarang mempergaulinya sehari-hari.

ASALKAN TIDAK BERSETUBUH :

Dari Masruuq b.Ajda'i berkata :
Aku telah bertanya kepada 'Aisyah tentang sesuatu yang boleh dilakukan seorang suami terhadap isterinya yang sedang Haid.
'Aisyah menjawab:
Apa saja boleh, kecuali kemaluannya (bersetubuh).

Kamis, 19 Juni 2014

Yang menyebabkan sulitnya untuk minta maaf

“Maaf, saya salah..”, “Maaf, itu tadi karena saya salah paham..”. Maaf, meskipun cuma satu kata, tapi percaya atau tidak, kadang-kadang susah juga lho untuk mengucapkan kata tersebut. Apalagi kalau kita telah melakukan kesalahan yang disengaja, terkadang kata “Maaf” sangat tabu untuk dinyatakan. Tapi jangan salah, dibalik kata maaf ada manfaat dan hikmah yang bisa kita ambil. Hikmah itu sendiri tergantung dari kejadian atau kesalahan yang telah kita perbuat. Apa itu manfaatnya? Pertama, yaitu menambah kedekatan kamu dengan seseorang yang bersangkutan. Yang kedua, kamu bisa mengerti karakter seseorang hingga akhirnya kamu sedikit banyaknya mengetahui tentang sifat seseorang. Kemudian (yang terutama nih) kamu bisa memahami indahnya dari meminta maaf dan memaafkan itu sendiri.
Kita kembali ke kata “maaf”…
Mungkin kamu pernah menemukan seseorang, atau memiliki teman yang kaya’nya berat untuk mengucapkan kata “Maaf..”. Sebagai wawasan yang perlu diketahui, ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang sulit untuk meminta maaf. Apa saja itu? Yukk..


Karena takut. Saya pribadi pernah mengalami hal ini. Tapi ketakutan yang dirasakan bukan karena takut untuk minta maaf, tapi karena takut justru saya harus menanggung sesuatu dari pernyataan maaf yang saya ucapkan. Biasanya ketakutan untuk meminta maaf ini dikarenakan kesalahan yang disengaja. Meskipun tidak tertutup kemungkinan ketakutan terjadi karena kesalahan yang tidak disengaja.

Karena gengsi. Gengsi, malu, egois, apalah itu namanya. Faktor ini juga bisa menjadi penyebab kenapa seseorang berkeberatan untuk meminta maaf. Jadi, kalau sama-sama gengsi, malu, atau egois, “Siapa yang mulai duluan donk..?” 

Karena merasa tidak bersalah. Dalam hal ini sebenarnya memang tergantung situasinya. Ini bisa jadi karena memang bukan karena kesalahannya, atau bisa jadi memang karena belagak seperti tidak ada apa-apa

Karena dendam. Yang ini bahaya juga nih. Ini tergantung dari karakter masing-masing individu. Meskipun sudah jelas dia yang salah, tapi justru sepertinya kata maaf, haram untuk diucapkan. Atau bisa jadi orang tersebut justru akan melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan. 

Semoga faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya untuk minta maaf diatas bisa bermanfaat buat kamu. Yaa.. setidaknya perlu untuk diketahui. Meskipun kadang-kadang meminta maaf itu adalah hal yang sulit, tapi itu adalah salah satu cara untuk menjaga keharmonisan antara kamu, dan siapapun itu.

Kesimpulannya, kata maaf tidak selalu harus diucapkan oleh seseorang yang bersalah, tetapi juga baik untuk dikatakan bagi seseorang yang justru sebenarnya tidak bersalah (tergantung kondisi juga). Kenapa? Kalau misalnya kamu lagi ada konflik kecil dengan keluarga, teman, atau orang yang spesial bagi kamu, coba aja deh.. Singkirkan semua perasaan yang menghambat kamu untuk mengawali meminta maaf, dan kamu bakalan merasakan manfaat dari kata maaf. Tapi memang harus mengatakannya dengan kata “Maaf” lho (bukannya dengan mengucapkan “Sorry”, atau “Apologize”), dan juga dengan ikhlas tentunya. 

Mengalah bukan berarti kalah, melainkan kalah untuk menang

Maaf, satu kata yang sulit dipraktekkan

Maaf berasal dari bahasa Arab "Al-Afuw" yang artinya pengampunan. Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata maaf memiliki 3 arti, arti yang pertama yaitu “pembebasan seseorang dr hukuman (tuntutan, denda, dsb) karena suatu kesalahan”, arti yang kedua yaitu “ungkapan permintaan ampun atau penyesalan” serta arti yang ketiga yaitu “ungkapan permintaan izin untuk melakukan sesuatu”. Oleh karena itu, kata maaf sering terdengar saat seseorang berbuat salah dan ingin berubah menjadi lebih baik terutama saat Ramadhan dan Idul Fitri.
 
Maaf merupakan kata yang sulit diucapkan sesorang selain terima kasih dan tolong. Setiap manusia pernah melakukan kesalahan. Kesalahan, kekhilafan adalah fitrah yang melekat pada diri manusia. Rasulullah saw bersabda: "Setiap manusia pernah melakukan kesalahan, dan sebaik-baik pelaku kesalahan itu adalah orang yang segera bertaubat kepada Allah SWT". Ini berarti bahwa manusia yang baik bukan orang yang tidak pernah berbuat salah, sebab itu mustahil kecuali Rasulullah SAW yang ma’shum (sentiasa dalam bimbingan Allah SWT). Tetapi, manusia yang baik adalah manusia yang menyadari kesalahannya dan segera bertaubat kepada-Nya 

Apabila kita mempunyai salah kepada Allah, kita bisa langsung bertaubat. Namun, berbeda halnya saat kita mempunyai salah dengan sesama manusia. Banyak manusia yang tidak meminta maaf langsung saat mempunyai salah dengan sesamanya. Mungkin karena kita malu, gengsi atau tidak berani untuk meminta maaf. Padahal di dalam Al-Quran dijelaskan bahwa orang yang mempunyai salah dengan sesamanya tidak akan dimaafkan Allah kecuali orang itu sudah meminta maaf langsung kepada orang yang disakiti. Di dalam Al- Quran juga disebutkan bahwa orang yang meminta maaf duluan lebih mulia terlepas dia punya salah/tidak. Jika kita ingin minta maaf, kita harus melakukan setulus hati tanpa ada rasa malu/gengsi/tidak berani dan sebaiknya perhatikan trik-triknya agar kita bisa dimaafkan. Berikut trik-trik meminta maaf :  
 
 - “Pemilihan waktu yang tepat”
    Untuk suatu masalah yang besar, hadapi orangnya, tatap matanya dan berikan penjelasan yang diperlukan. Sebaiknya segera meminta maaf dan jangan berlarut-larut. Hindari minta maaf saat seseorang sedang marah. Bisa jadi permintaan maaf Anda tidak diterima. Temui dan jelaskan duduk perkaranya beberapa hari kemudian. Saat itu kemarahan pasti sudah berkurang.

- “Beri penjelasan”
   Setelah mengaku kesalahan, beri penjelasan pada orang yang telah Anda sakiti. Yakinkan Anda tidak bermaksud buruk. Langsung minta maaf menunjukkan keseriusan Anda.

- “Sadari kesalahan”
   Rela mengakui kesalahan dan mau bertanggung jawab. Mulailah dengan ucapan tulus dan langsung pada permasalahan. Ini membuat orang yang terluka mau menerima dan memaafkan.

- “Tawarkan perbaikan”
    Agar lebih sempurna, tawarkan menggantikan kerugian yang terjadi walau hanya sebagai pemanis. Jika memang kesalahan Anda mengakibatkan kerugian bagi dia. Bisa juga dengan mengirim pesan atau hadiah.

Selain itu, memberi maaf dengan hati yang tulus dan menghilangkan segala luka dan memberi kesempatan pada orang untuk kedua kalinya itu sangat susah, apalagi kalau kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang besar yang biasanya sampai menyakiti hati kita, namun apabila kita bisa untuk melakukannya, maka Allah menjanjikan jaminan istana di surga untuk kita. seperti firman Allah di Al-Quran :

"Barangsiapa yang memafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah"
(QS: AsySyura: 40)

Buat saya pribadi, saya bukan orang yang pendendam. Saya langsung minta maaf apabila ada kesalahan. Saya juga orang yang mudah memaafkan dan mudah melupakan kesalahan orang.  Sayang, itu tidak berlaku pada kasus-kasus berat yang membuat saya sakit hati. Ketika ada yang membuat saya sakit hati, saya memaafkan kesalahan orang tersebut tapi tidak akan melupakan kejadiannya dan membuat saya mengambil jarak dengan orang tersebut. Saya mengambil jarak karena saya tidak ingin tersakiti kedua kalinya kecuali orang tersebut menunjukkan mau benar-benar berubah.

Selasa, 17 Juni 2014

Kumpulan Syair Cinta Rabi'ah al-Adawiyah

I
Alangkah sedihnya perasaan dimabuk cinta
Hatinya menggelepar menahan dahaga rindu
Cinta digenggam walau apapun terjadi
Tatkala terputus, ia sambung seperti mula
Lika-liku cinta, terkadang bertemu surga
Menikmati pertemuan indah dan abadi
Tapi tak jarang bertemu neraka
Dalam pertarungan yang tiada berpantai


II
Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk semua itu

III
Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu
Hingga tak ada satupun yang mengganguku dalam jumpa-Mu
Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu pintu istana pun telah rapat
Tuhanku, demikian malam pun berlalau
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku, Engkau terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mu
Inilah yang akan selalau ku lakukan
Selama Kau beri aku kehidupan
Demi kemanusian-Mu,
Andai Kau usir aku dari pintu-Mu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu

IV
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku

V
Aku mengabdi kepada Tuhan
bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
yang abadi padaku

VI
Alangkah buruknya,
Orang yang menyembah Allah
Lantaran mengharap surga
Dan ingin diselamatkan dari api neraka

Seandainya surga dan neraka tak ada
Apakah engkau tidak akan menyembah-Nya?

Aku menyembah Allah
Lantaran mengharap ridha-Nya
Nikmat dan anugerah yang diberikan-Nya
Sudah cukup menggerakkan hatiku
Untuk menyembah-Mu

VII
Sulit menjelaskan apa hakikat cinta
Ia kerinduan dari gambaran perasaan
Hanya orang
yang merasakan dan mengetahui
Bagaimana mungkin
Engkau dapat menggambarkan
Sesuatu yang engkau sendiri bagai hilang
dari hadapan-Nya, walau ujudmu
Masih ada karena hatimu gembira yang
Membuat lidahmu kelu

VIII
Andai cintaku
Di sisimu sesuai dengan apa
Yang kulihat dalam mimpi
Berarti umurku telah terlewati
Tanpa sedikit pun memberi makna

IX
Tuhan, semua yang aku dengar
di alam raya ini, dari ciptaan-Mu
Kicauan burung, desiran dedaunan
Gemericik air pancuran
Senandung burung tekukur
Sepoian angin, gelegar guruh
Dan kilat yang berkejaran
Kini
Aku pahami sebagai pertanda
Atas keagungan-Mu
Sebagai saksi abadi, atas keesaan-Mu
dan
Sebagai kabar berita bagi manusia
Bahwa tak satu pun ada
Yang menandingi dan menyekutui-Mu

X
Bekalku memang masih sedikit
Sedang aku belum melihat tujuanku
Apakah aku meratapi nasibku
Karena bekalku yang masih kurang
Atau karena jauh di jalan yang ‘kan kutempuh
Apakah Engkau akan membakarku
O, tujuan hidupku
Di mana lagi tumpuan harapanku pada-Mu
Kepada siapa lagi aku mengadu?

XI
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, di antara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa dengan-Mu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakan
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau kehendaki

XII
Ya Tuhan, lenganku telah patah
Aku merasa penderitaan yang hebat atas segala
yang telah menimpaku
Aku akan menghadapi segala penderitaan itu dengan sabar
Namun aku masih bertanya-tanya
Dan mencari-cari jawabannya
Apakah Engkau ridha akan aku
Ya, Ya Allah
O Tuhan, inilah yang selalu mengganggu langit pikiranku

XIII
Ya Allah
Aku berlindung pada Engkau
Dari hal-hal yang memalingkan aku dari Engkau
Dan dari setiap hambatan
Yang akan menghalangi Engkau
Dari aku

XIV
Ya Illahi Rabbi
Malam telah berlalu
Dan siang datang menghampiri
Oh andaikan malam selalu datang
Tentu aku akan bahagia
Demi keagungan-Mu
Walau Kau tolak aku mengetuk pintu-Mu
Aku akan tetap menanti di depannya
Karena hatiku telah terpaut pada-Mu

XV
Tuhanku
Tenggelamkan diriku ke dalam lautan
Keikhlasan mencintai-Mu
Hingga tak ada sesuatu yang menyibukkanku
Selain berdzikir kepada-Mu
*****

Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cinta-Mu
Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpa-Mu
Tuhanku, bintang-gemintang berkelap-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu-pintu istana pun telah rapat tertutup
Tuhanku, demikian malampun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku Kau Terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau Tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mu lah
Inilah yang akan selalu ku lakukan
Selama Kau Beri aku kehidupan
Demi kemanusiaan-Mu,
Andai Kau Usir aku dari pintu-Mu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku pada-Mu sepenuh kalbu
***********

Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuh-Mu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabat-Mu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku
***********

Aku mengabdi kepada Tuhan
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku pada-Nya
Ya Allah, jika aku menyembah-Mu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembah-Mu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembah-Mu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu
Yang abadi padaku
***********

Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
Kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, diantara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa dengan-Mu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakan
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau Kehendaki
***********

Aku mencintai-Mu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diri-Mu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingat-Mu
Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
Bagi-Mu pujian untuk semua itu
***********

Buah hatiku, hanya Engkau yang kukasihi
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadirat-Mu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau
***********

Hatiku tenteram dan damai jika aku diam sendiri
Ketika Kekasih bersamaku
Cinta-Nya padaku tak pernah terbagi
Dan dengan benda yang fana selalu mengujiku
Kapan dapat kurenungi keindahan-Nya
Dia akan menjadi mihrabku
Dan rahasia-Nya menjadi kiblatku
Bila aku mati karena cinta, sebelum terpuaskan
Akan tersiksa dan lukalah aku di dunia ini
O, penawar jiwaku
Hatiku adalah santapan yang tersaji bagi mau-Mu
Barulah jiwaku pulih jika telah bersatu dengan-Mu
O, sukacita dan nyawaku, semoga kekal lah
Jiwaku, Kau lah sumber hidupku
Dan dari-Mu jua birahiku berasal
Dari semua benda fana di dunia ini
Dariku telah tercerah
Hasratku adalah bersatu dengan-Mu
Melabuhkan rindu
***********

Sendiri daku bersama Cintaku
Waktu rahasia yang lebih lembut dari udara petang
Lintas dan penglihatan batin
Melimpahkan karunia atas do’a ku
Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna
Antara takjub atas keindahan dan keagungan-Nya
Dalam semerbak tiada tara
Aku berdiri dalam asyik-masyuk yang bisu
Ku saksikan yang datang dan pergi dalam kalbu
Lihat, dalam wajah-Nya
Tercampur segenap pesona dan karunia
Seluruh keindahan menyatu
Dalam wajah-Nya yang sempurna
Lihat Dia, yang akan berkata
“Tiada Tuhan selain Dia, dan Dialah Yang maha Mulia.”
***********

Rasa riangku, rinduku, lindunganku,
Teman, penolong dan tujuanku,
Kaulah karibku, dan rindu pada-Mu
Meneguhkan daku
Apa bukan pada-Mu aku ini merindu
O, nyawa dan sahabatku
Aku remuk di rongga bumi ini
Telah banyak karunia Kau berikan
Telah banyak..
Namun tak ku butuh pahala
Pemberian ataupun pertolongan
Cinta-Mu semata meliput
Rindu dan bahagiaku
Ia mengalir di mata kalbuku yang dahaga
Adapun di sisi-Mu aku telah tiada
Kau bikin dada kerontang ini meluas hijau
Kau adalah rasa riangku
Kau tegak dalam diriku
Jika akku telah memenuhi-Mu
O, rindu hatiku, aku pun bahagia
 “Semoga syair cinta Rabiah al-Adawiyah menjadi renungan kita semua, amin”

Syair Cinta Rabi’ah Al – Adawiyah

 


بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ اارَّØ­ِيم

Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cintaMu
Hingga tak ada sesuatupun yang menggangguku dalam jumpaMu
Tuhanku, bintang-gemintang berkelap-kelip
Manusia terlena dalam buai tidur lelap
Pintu-pintu istana pun telah rapat tertutup
Tuhanku, demikian malampun berlalu
Dan inilah siang datang menjelang
Aku menjadi resah gelisah
Apakah persembahan malamku Kau Terima
Hingga aku berhak mereguk bahagia
Ataukah itu Kau Tolak, hingga aku dihimpit duka,
Demi kemahakuasaan-Mu
Inilah yang akan selalu ku lakukan
Selama Kau Beri aku kehidupan
Demi kemanusiaan-Mu,
Andai Kau Usir aku dari pintuMu
Aku tak akan pergi berlalu
Karena cintaku padaMu sepenuh kalbu

♥~~♥
Ya Allah, apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di dunia ini,
Berikanlah kepada musuh-musuhMu
Dan apa pun yang akan Engkau
Karuniakan kepadaku di akhirat nanti,
Berikanlah kepada sahabat-sahabatMu
Karena Engkau sendiri, cukuplah bagiku

♥~~♥
Aku mengabdi kepada Tuhan
Bukan karena takut neraka
Bukan pula karena mengharap masuk surga
Tetapi aku mengabdi,
Karena cintaku padaNya
Ya Allah, jika aku menyembahMu
Karena takut neraka, bakarlah aku di dalamnya
Dan jika aku menyembahMu
Karena mengharap surga, campakkanlah aku darinya
Tetapi, jika aku menyembahMu
Demi Engkau semata,
Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu
Yang abadi padaku

♥~~♥
Ya Allah
Semua jerih payahku
Dan semua hasratku di antara segala
Kesenangan-kesenangan
Di dunia ini, adalah untuk mengingat Engkau
Dan di akhirat nanti, diantara segala kesenangan
Adalah untuk berjumpa denganMu
Begitu halnya dengan diriku
Seperti yang telah Kau katakana
Kini, perbuatlah seperti yang Engkau Kehendaki

♥~~♥
Aku mencintaiMu dengan dua cinta
Cinta karena diriku dan cinta karena diriMu
Cinta karena diriku, adalah keadaan senantiasa mengingatMu
Cinta karena diriMu, adalah keadaanMu mengungkapkan tabir
Hingga Engkau ku lihat
Baik untuk ini maupun untuk itu
Pujian bukanlah bagiku
BagiMu pujian untuk semua itu

♥~~♥
Buah hatiku, hanya Engkau yang kukasihi
Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadiratMu
Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku
Hatiku telah enggan mencintai selain dari Engkau

♥~~♥
Hatiku tenteram dan damai jika aku diam sendiri
Ketika Kekasih bersamaku
CintaNya padaku tak pernah terbagi
Dan dengan benda yang fana selalu mengujiku
Kapan dapat kurenungi keindahanNya
Dia akan menjadi mihrabku
Dan rahasiaNya menjadi kiblatku
Bila aku mati karena cinta, sebelum terpuaskan
Akan tersiksa dan lukalah aku di dunia ini
O, penawar jiwaku
Hatiku adalah santapan yang tersaji bagi mauMu
Barulah jiwaku pulih jika telah bersatu dengan Mu
O, sukacita dan nyawaku, semoga kekallah
Jiwaku, Kaulah sumber hidupku
Dan dariMu jua birahiku berasal
Dari semua benda fana di dunia ini
Dariku telah tercerah
Hasratku adalah bersatu denganMu
Melabuhkan rindu

♥~~♥
Sendiri daku bersama Cintaku
Waktu rahasia yang lebih lembut dari udara petang
Lintas dan penglihatan batin
Melimpahkan karunia atas doaku
Memahkotaiku, hingga enyahlah yang lain, sirna
Antara takjub atas keindahan dan keagunganNya
Dalam semerbak tiada tara
Aku berdiri dalam asyik-masyuk yang bisu
Ku saksikan yang datang dan pergi dalam kalbu
Lihat, dalam wajahNya
Tercampur segenap pesona dan karunia
Seluruh keindahan menyatu
Dalam wajahNya yang sempurna
Lihat Dia, yang akan berkata
“Tiada Tuhan selain Dia, dan Dialah Yang maha Mulia.”

♥~~♥
Rasa riangku, rinduku, lindunganku,
Teman, penolong dan tujuanku,
Kaulah karibku, dan rindu padaMu
Meneguhkan daku
Apa bukan padaMu aku ini merindu
O, nyawa dan sahabatku
Aku remuk di rongga bumi ini
Telah banyak karunia Kau berikan
Telah banyak..
Namun tak ku butuh pahala
Pemberian ataupun pertolongan
CintaMu semata meliput
Rindu dan bahagiaku
Ia mengalir di mata kalbuku yang dahaga
Adapun di sisiMu aku telah tiada
Kau bikin dada kerontang ini meluas hijau
Kau adalah rasa riangku
Kau tegak dalam diriku
Jika aku telah memenuhiMu
O, rindu hatiku, aku pun bahagia

Rabu, 11 Juni 2014

JADILAH ORANG YANG ASERTIF


Secara sederhana, asertif adalah suatu ciri kepribadian interpersonal di mana orang yang memilikinya mampu menyatakan pendapatnya, idenya, kekritisannya, perasaannya dengan cara-cara yang tidak menyakiti hati orang lain. Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan perbedaan antara perilaku yang agresif, asertif dan non asertif.

Agresi berarti Anda :
  1. Mempertahankan hak Anda sendiri sehingga melanggar hak-hak orang lain.
  2. Mengabaikan dan menolak kepercayaan, opini, perasaan, keinginan, emosi, sikap, data, informasi atau keterlibatan dari orang lain.
  3. Mengekspresikan atau menuntut perhatian terhadap pendapat, kebutuhan atau perasaan Anda dengan cara yang tidak tepat.
 Asertif berarti Anda :
  1. Mempertahankan hak sendiri akan tetapi tidak sampai mengabaikan atau mengancam hak orang lain.
  2. Melibatkan perasaan dan kepercayaan orang lain sebagai bagian dari interaksi dengan mereka.
  3. Mengekspresikan perasaan dan kepercayaan sendiri dengan cara yang terbuka, langsung, jujur dan tepat.
Non asertif berarti Anda :
  1. Mengabaikan hak diri sendiri, gagal untuk mempertahankan diri sendiri, dan membiarkan orang lain mengabaikan hak diri sendiri.
  2. Memaafkan atau `memadamkan` ide, perasaan, sikap, kepercayaan atau informasi diri sendiri.
  3. Menghindar dari pengekspresian perasaan atau kebutuhan diri sendiri pada situasi di mana Anda justru diharapkan untuk itu.
Asertif yang efektif melibatkan apa yang disebut sebagai ‘I messages’ yaitu Anda sendirilah yang harus bertanggung jawab terhadap perasaan Anda – Anda menyatakan reaksi Anda daripada apa yang dilakukan orang lain. Misalnya: daripada berkata, ‘Berani sekali Anda memotong pembicaraan saya...’, seorang yang asertif akan berkata, ‘Saya merasa terganggu bila Anda memotong pembicaraan saya...’
Konsekuensi positif:
  1. Membuat Anda lebih mudah memberi dan menerima pujian. Hak Anda dihargai karena Anda juga menghargai hak orang lain.
  2. Dapat menghindarkan diri dari orang yang menginginkan pertolongan yang tidak masuk akal dari Anda.
  3. Dapat mengatasi gangguan yang kecil dan mencegahnya untuk menjadi konflik.
  4. Menjadi seseorang yang independen yang berperan dalam perasan, waktu dan akal Anda sendiri.
  5. Menjadi diri sendiri, percaya dalam menghadapi orang lain.
 Konsekuensi negatif:
  1. Kehidupan seseorang yang asertif tidak selalu berjalan mulus.
  2. Seringkali dipandang sebagai orang yang kasar atau kurang sopan.
  3. Bagaimana kita menyuarakan pendapat kita dapat dianggap mendorong orang lain untuk melakukan sesuatu.

Introspeksi

Cak Nun dengan tegas menguraikan..

“Wis anggaplah aku ini kafir fir...
terus opo hakmu utowo hak wong liyo terhadap aku...
Iki menyangkut martabat manusia....
Mengenai benar kafir tidak orang itu....
wilayahnya Allah.....

Urusan sesrawung antar manusia ...
adalah ojo nuding-nuding wong,...
itu merendahkan dan menyakiti hatinya....

Sedang di dalam Islam ....
sangat dilarang menyakiti hati orang lain....

Wis anggaplah misalnya Gus Dur itu antek Yahudi....
terus kalian mau apa.....

Apakah kalian yakin ....
bahwa saya muslim ...
Dari mana kalian tau saya muslim?
Kalau ternyata saya hanya akting?
Kalau darah saya halal....
wis gek ndang dipateni ....
dan okeh sing kudu dipateni....

Allah saja masih memiliki ruang ....
barangsiapa mau beriman maka berimanlah....
barangsiapa mau kufur...
silakan kufur.....

Maka....
kepada orang yang kita anggap sesat ...
atau kufur....
mbok wis didongakke wae ...
supaya diberi hidayah oleh Allah...

Jangan dituding-tuding...
Itu menghina martabat manusia...
Musuh kita adalah kesempitan ....
dan kedangkalan berpikir...
koyo JARAN....
Anda semua harus ombo...
dan jembar pikirane....

Harus mengerti kiasan...
dan konteks-konteks....
Makanya...
sebelum omong banyak tentang Islam....
yuk belajar dulu jadi manusia....

Manusia yang manusia itu melu keroso loro (sakit)...
kalau ada manusia lainnya disakiti hatinya....
Bahkan kalau kita menyakiti orang lain ...
aslinya kita sendiri juga merasa sakit....
Manusia yang jembar dan murni ...
itu sesungguhnya pandai merasa (rumongso/ngroso)...

Rasulullah saja ketika diprotes sahabat ...
tentang Bilal yang tak bisa mengucap huruf Syin....
kok malah dipilih sebagai muadzin...
justru menjawab...
pokoknya ...
kalau kalian mendengar dia mengucap sin....
padahal yang harusnya syin....
itu maksudnya syin.....
Itulah kearifan Rasulullah...

Kalau kalian tidak menerima hal ini....
berarti kamu menghina orang celat....
Bisa kualat kita ...

semoga tidak gagal paham ..
(dikutip dari Quote MH Ainun Najib )

Kekasihku Orang Gila

Tadi malam Allah menganugerahi saya rejeki yang luar biasa, yang membuat aliran darah saya menghangat, hati penuh kegembiraan dan kebanggaan, dan seandainya ketika itu saya sakit – saya yakin langsung menjadi sembuh.

Di Taman Ismail Marzuki Jakarta setiap orang kenal orang yang mengantarkan rejeki Allah ini. Seorang pemuda berusia sekitar 35 tahun, kumuh, berpenampilan gelandangan, tidur di sembarang tempat di komplek itu, sorot matanya menusuk ke dalam nurani. Setiap orang mengenalnya sebagai orang yang tidak lengkap, agak miring, minimal setiap orang normal cenderung tidak menganggapnya sebagai manusia sesama orang normal.

Dulu tatkala sebulan sekali saya beracara “Kenduri Cinta” di parkiran TIM, beliaunya ini selalu hadir. Di akhir acara selalu menemui saya dan dengan sangat menakutkan ia mencium tangan saya. Saya meletakkannya di tempat yang khusus di lubuk hati saya. Kemudian acara bulanan saya di Jakarta itu tidak menetap lagi di TIM melainkan keliling ke kampung-kampung Jakarta.
Ya Allah, beliau ini tiba-tiba menelpon saya. Saya tidak pernah membayangkan bahwa ia kenal telpon. Tentu ia ternyata tahu wartel juga. Ya Allah, dia bercerita tentang demo di DPR dan situasi mutakhir di Jakarta. Ya Allah aku bangga menerima telpon dari seseorang yang setiap orang tidak menganggapnya sebagai sesama manusia dalam kehidupan yang wajar.

Tentu saja tidak bisa saya berkata begini: “Saya ditelpon oleh Menteri, oleh Presiden, oleh Sekjen PBB, tidak punya perasaan apa-apa dan tidak bangga sedikitpun. Tetapi saya ditelpon oleh beliau ini, ya Allah, hati saya berbinar-binar penuh kegembiraan dan kebanggaan”. Tidak bisa, wong memang tidak ada Menteri yang gila untuk repot-repot menelpon saya. Apalagi Presiden dan Sekjen PBB.

Kalimat seperti itu pernah juga muncul di hati saya ketika saya kenal kekasih gila yang lain. Kalau Anda pergi ke Jogja, jalanlah ke perempatan dekat jembatan rel kereta di sebelah barat kantor Samsat. Sekitar siang atau sore, insyaallah Anda akan berjumpa dengan kekasih Allah: pemuda kurus, hitam, menari-nari, melemparkan wajah penuh kegembiraan, melambaikan tangan kepada siapa saja yang lewat. Adakah orang bisa berpikir bahwa ada orang yang sehat jiwanya menari-nari di perempatan jalan?

Tetapi apakah kekasihku itu benar tidak sehat jiwanya? Apakah ia pernah korupsi? Apakah ia pernah menyakiti hati orang? Apakah ia pernah mencuri, mencopet atau menjambret? Bukankah berjam-jam ia berjoget-joget di jalan dengan penuh suka cita itu sesungguhnya berkata kepada orang-orang yang lewat yang kebetulan punya akal pikiran: “Kenapa engkau cemberut, uring-uringan dan berwajah duka? Kau punya mobil kan? Punya rumah kan? Lihatlah aku, tak punya apa-apa, tak punya rumah, tak punya pekerjaan, tak pernah sekolah, tak tahu apa-apa mengenai negara dan masyarakat, tak mendapat gaji, tidak akan kawin seumur hidup, tak punya harapan dan karier apa-apa di muka bumi ini — tetapi aku selalu bergembira….”

Pada suatu sore di sebuah sanggar beliau muncul dan bersalaman dengan setiap orang yang ada di situ termasuk saya. Pimpinan sanggar bertanya kepadanya: “Kamu salaman-salaman begitu apa tahu dengan siapa kamu salaman?”

Beliau tertawa nyengir, mendekat dan memegang sebelah tangan saya dan menjawab dengan suara kecil lirih lucu: “Cak Nunnn…!” — Ya Allah, bangganya saya dikenal oleh beliau. Siapa yang ngasih tahu dia tentang saya? Koran? Saya sudah beberapa tahun tidak laku di koran, bahkan koran lokalpun sudah tidak kenal saya. Ah, kuajak beliau naik panggung nanti 17 Agustus malam di Boulevard UGM. Di situ kita akan bercengkerama bersama komunitas Sarkem (“Dolly”), pimpinan paguyuban tukang becak Jogja, mandataris buruh-buruh gendong Pasar Beringharjo, para Dauri (sapaan persahabatan di antara para preman, korak atau gali) dari Buto Mati sampai Buto Kempung. Tentu saja, juga dengan yang kita junjung tinggi para intelektual, dosen-dosen, aktivis mahasiswa, bahkan Pak Rektor. Kalau Ngarsodalem HB X pengayom wong cilik berkenan hadir, tentu teman-teman kita itu akan sangat gembira. Seandainya beliau tak hadir, insyaallah beliau tetap mengayomi, di manapun beliau berada malam itu.

Ya Allah, syukur kepadaMu akhir-akhir ini Engkau pertemukan aku dengan kekasih-kekasih sejati. Yang tidak menyalami tanganku dengan kepentingan. Yang tidak cemburu dan dengki kepadaku. Yang tidak menuduh-nuduh aku atas dasar kabar burung dan obrolan warung. Yang tidak meminta apa-apa dariku, bahkan memberiku ilmu dan hikmah yang tidak aku peroleh dari kaum cerdik pandai, dari para penguasa dan kaum penyebar isyu. Yang tidak mengancamku. Yang tidak mencurigaiku berdasarkan keperluan subyektifnya. Yang tidak menyantet atau menenungku demi melindungi ambisinya. Yang tidak bersaing denganku kecuali dalam mencari ridhallah.

Dulu waktu ulang tahun Kartolo dengan Kiai Kanjeng datang kekasihMu, ibu-ibu setengah baya, pakai kaos oblong dan rok pendek, beteriak-teriak sehingga Satpam dan Polisi akan mengusirnya. Aku loncat turun dari panggung, kurebut ibu-ibu ini dari Polisi, saya gandeng naik panggung, duduk di samping kiri saya, saya bisiki dan alhamdulillah ia bersedia duduk manis di situ sampai acara usai lewat tengah malam.

Di Alun-alun Magetan itu, begitu kami naik panggung, ibu-Ibu tua mendahului berdiri dan berpidato teriak-teriak. Saya datangi, saya nyatakan cinta, saya bimbing duduk di samping saya. Ia patuh manis sampai akhir acara, meskipun berulang kali ia mencubit punggung atau paha saya seakan-akan ia adalah pacar saya yang sebentar lagi saya nikahi.

Berikutnya di Magetan itu datang lelaki muda gagah besar, pakai celana pendek, membawa tali dadung panjang, berjalan sambil menari menyaingi Sardono W. Kusumo, membelah hadirin menuju panggung. Terus ada lagi di belakang hadirin: laki-laki juga, berbaring mengomel dan kayal-kayal seperti bayi — persis seperti nasib rakyat Indonesia.

Dan itu ya Allah, lelaki kurus pucat, pakai hanya celana pendek, langsung masuk ke rumah, bersila, menyembah saya dan berkata: “Lapor! Saya dulu anaknya orang kaya. Saya merantau sekolah di Jogja. Kemudian orang tua saya bangkrut. Saya tidak bisa melanjutkan kuliah. Untuk bisa makan saya akhirnya jualan darah. Tetapi karena darah yang saya keluarkan tidak sebanding dengan makanan yang masuk, maka akhirnya saya gila. Laporan selesai!” — Kemudian ia nyelonong pergi.

Yang lain datang dan juga langsung masuk rumah. Bahkan tidur di depan pintu tengah. Saya biarkan berjam-jam, sampai akhirnya saya bertanya: “Kok tidur di sini sih, Mas?”. Ia menjawab dengan tegas: “Ini adalah bumi Tuhan, makhluknya bebas tidur di mana saja!”

Menjelang maghrib saya hampiri dia dan saya omong dengan lembut: “Boleh saya menolong Sampeyan untuk saya carikan bumi Tuhan yang lain yang bukan ini?”.

http://www.caknun.com/2013/kekasihku-orang-gila/

Independensi Mental

Seperti biasa, setiap akhir pekan, sepasang suami istri meluangkan waktu untuk membeli surat kabar di sudut pasar yang tidak jauh dari rumahnya. Sang suami,  termasuk sosok yang berikap ramah kepada siapa pun.

Takdir Allah, akhir pekan itu sang penjual surat kabar ternyata tidak menjaga jualannya. Tetapi kios kecilnya tetap buka dengan penjaga yang tidak dikenal. Sosoknya cuek dan sangat tidak perhatian terhadap pembeli, termasuk sang suami tadi.

Akan tetapi, sang suami tetap lembut, ramah, dan melempar senyum kepada sang penjual pengganti itu. Tidak ada perubahan pada cara sang suami menghadapi orang, termasuk kepada pedagang pengganti yang cuek itu.

Sang istri yang memperhatikan kejadian itu, langsung  bertanya kepada suaminya, “Mas, kenapa sih, sama penjual yang kurang perhatian, kok masih ramah juga, pakai senyum lagi,” ucapnya dengan nada kesal.

Sang suami pun menatap wajah sang istri sembari menggenggam tangan lembut istrinya. “Mama, kita berbuat baik itu hanya karena Allah bukan yang lainnya. Apakah kebaikan, jika kecuekan dibalas dengan kecuekan yang sama? Lagian, kita bersikap baik kepada siapapun itu bukan karena orang lain berbuat baik kepada kita. Tetapi karena kita ingin Allah ridha kepada kita,” papar sang suami.

Peristiwa tersebut, tepatnya apa yang ada pada sosok sang suami adalah bentuk konkret dari independensi mental. Yakni suatu sikap positif atau akhlak mulia yang terus dijaga, diipertahankan dan dilestarikan meski orang lain atau bahkan lingkungan justru negatif.

Hal itu pula yang pernah dicontohkan Nabi Muhammad kala dakwah di Makkah. Setiap kali Rasulullah SAW hendak beribadah ke Baitullah, ada orang kafir yang selalu meludahi beliau. Namun, Nabi Muhammad SAW tidak bereaksi apa pun.

Hal itu sama sekali tidak mengundang kemarahan apalagi dendam dalam hatinya. Kejadian berikutnya justru mengejutkan. Kala Rasulullah SAW menuju Ka’bah dan ternyata tidak ada yang meludah, beliau justru bertanya, kemana orang yang biasa meludahinya itu?

Setelah mendapat kabar orang itu ternyata sakit, Nabi SAW langsung menjenguknya. Sebagian orang masih bingung dengan peristiwa inspiratif tersebut. Bagaimana mungkin orang yang jahat kepada beliau justru beliau kasihi dan sayangi.

Sebagian berpendapat itu bisa dilakukan karena beliau adalah Nabi. Ternyata, kalau kita gali lebih mendalam, sikap demikian adalah bentuk kemampuan seorang Muslim berpikir jernih, sehingga setiap tindakannya tidak lain hanya berlandaskan keimanan dan ketakwaan.

Dengan cara seperti itu, independensi mental akan mewujud, sehingga kebaikan tidak saja bisa dilakukan kepada orang yang berbuat baik kepada kita semata. Kepada orang yang jahat pun kita bisa berikan kebaikan.

Itulah yang Nabi Muhammad SAW sebut dengan ihsan. “Ihsan adalah hendaklah engkau beribadah kepada Allah seperti engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.’’ (HR Muslim). Hanya dengan ihsan, independensi mental akan terwujud. 

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nawawi

Wajah Bersih Bercahaya

Sejenak kita rehat membincangkan politik yang suhunya memanas. Mari kita sejukkan ruang hidup kita dengan sesuatu yang lebih bisa menyita perhatian Pemilik Kehidupan, Allah ‘Azza wa Jalla.
Satu di antaranya adalah menjadikan wajah kita bersih bercahaya sehingga semakin dikenali oleh Allah dan Rasul-Nya.

Jika banyak perempuan modern sering ditemukan mengabiskan waktu dan menghamburkan banyak rupiah di salon-salon kecantikan terutama untuk memoles wajahnya supaya semakin cantik, segar, dan  menarik, maka bagi  Muslimah upaya itu cukup dengan air wudhu.

Di samping murah dan praktis juga tentu saja berbobot pahala di sisi-Nya. Wudhu, ternyata bisa menjadikan pengamalnya berwajah bersih dan bercahaya.

Dalam sebuah sabdanya, Rasulullah SAW berpesan, “Sesungguhnya umatku akan dipanggil pada hari kiamat nanti dalam keadaan dahi, kedua tangan, dan kaki mereka bercahaya karena bekas wudhu.” (HR Bukhari nomor 136 dan Muslim nomor 246).

Karena itu bisa dipastikan tak ada satu produk kecantikan pun yang mampu menandingi cahaya yang terpancar dari wajah orang-orang yang terjaga wudhunya. Karena cahaya dari air wudhu tak hanya dirasakan di dunia tapi juga di akhirat.

Bahkan mereka akan mudah dikenali Rasulullah SAW. Dalam sebuah hadis disebutkan, “Bagaimana engkau mengenali umatmu setelah sepeninggalmu, ya Rasulullah?”

Tahukah kalian, bila seseorang memiliki kuda yang berwarna putih pada dahi dan kakinya di antara kuda-kuda yang berwarna hitam yang tidak ada warna selainnya, bukankah dia akan mengenali kudanya?” jawab Rasul dengan nada bertanya. Para sahabat pun mengangguk.

Mereka (umatku) nanti akan datang dalam keadaan bercahaya pada dahi dan kedua tangan serta kaki karena bekas wudhu mereka,” pungkas Nabi. (HR Muslim nomor 249)

Tak hanya partikel-partikel debu maupun noda polusi yang dapat dikikis dari wajah, wudhu pun dapat melakukan sesuatu yang tak dapat dilakukan produk kecantikan manapun yaitu mengikis noda salah, khilaf dan dosa. Hal-hal tersebut adalah penyebab kotor dan tidak bercahayanya wajah seorang Muslim. 

Apabila seorang Muslim atau Mukmin berwudhu kemudian mencuci wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya tersebut setiap dosa pandangan yang dilakukan kedua matanya bersama air wudhu atau bersama akhir tetesan air wudhu. Apabila ia mencuci kedua tangannya, maka akan keluar setiap dosa yang dilakukan kedua tangannya tersebut bersama air wudhu atau bersama akhir tetesan air wudhu. Apabila ia mencuci kedua kaki, maka akan keluar setiap dosa yang disebabkan langkah kedua kakinya bersama air wudhu atau bersama tetesan akhir air wudhu, hingga ia selesai dari wudhunya dalam keadaan suci dan bersih dari dosa -dosa.” (HR Muslim nomor 244).

Subhanallah, segera bersih dan cahayakan wajah kalian, wahai perempuan-perempuan salehah. Supaya tampil cantik baik lahir atau pun batin serta sangat mudah dikenali Allah SWT dan Rasul-Nya kelak. 
 
 
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

Minggu, 01 Juni 2014

Pemimpin Yang Amanah

Apakah kita membutuhkan pemimpin yang cerdas dan berpendidikan tinggi? Atau, pemimpin yang “biasa-biasa saja”, tapi mempunyai “keunikan” tersendiri yang berkait dengan akhlak, seperti mempunyai sikap amanah yang tinggi? Sepertinya, tidak bisa sekadar menjadi bak soal ujian yang tinggal pilih dengan mencontreng a, b, atau c. 

Soal kriteria pemimpin belakangan mencuat kembali. Tampaknya ini didasari oleh kepedulian, kegelisahan, dan harapan terhadap kepemimpinan di negeri kita ke depan. Menarik, misalnya pernyataan mantan panglima TNI Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin bangsa yang amanah. 

Ukuran kepemimpinan seolah bersifat dinamis, selaras kebutuhan. Sebelumnya, sudah ada penelitian bahwa pemimpin yang didambakan rakyat di tahun 2014 nanti adalah sosok yang amanah dan tegas. Mungkin kita gampang menebak, mengapa ada euforia terhadap kepemimpinan yang amanah. 
Saat ini, negeri kita tengah belepotan dengan berbagai masalah kronis, utamanya penyimpangan moral dan kekuasaan. Korupsi masih terus merajalela. Inilah yang kemudian menjadikan rakyat tidak mendapatkan keteladanan yang baik dari para elite. 

Begitu mudahnya terjadi tawuran, bentrokan, dan kerusuhan dalam berbagai bentuk di kalangan masyarakat. Seakan-akan bangsa kita sekarang ini hidup “bagai api dalam sekam”, mudah tersulut amarah. Fakta-fakta inilah yang oleh banyak amatan diakibatkan juga adanya krisis keteladanan dari para petinggi kita.
Tak sangkal, kebutuhan terhadap kepemimpinan yang mumpuni bersifat krusial. Ukurannya bisa kontekstual, tetapi bila dicermati, sebenarnya bersifat perenial. Maksudnya, kriteria pemimpin sesungguhnya merupakan sesuatu yang innate ideas, yaitu harapan fitrah dari eksistensi manusia. 

Ya, sejak dini manusia sudah memiliki “kecondongan” yang sifatnya fitri terhadap sosok pemimpin yang hendak diwujudkan. Soal kemudian ada keinginan yang kondisional, hal ini dapat saja terkait dengan situasi sosiologis yang melingkupi masyarakat. Menyitir ungkapan Ibnu Khaldun, adanya organisasi masyarakat menjadi hal yang niscaya bagi kehidupan manusia. 

Pada masyarakat yang masih bersifat tribal, bisa saja figur pemimpin dikaitkan dengan kriteria berani, tegas, dan andal dalam berperang. Dengan ukuran seperti itu maka komunitas sukunya mendapatkan perlindungan yang sempurna dari pemimpinnya. Seiring waktu, ukuran ideal bagi pemimpin pun bisa beralih rupa.
Akan tetapi, ada satu hal yang pasti dan abadi dalam memilih kriteria pemimpin di sepanjang masa. Ukuran itu berkait dengan urusan moral. Salah satu sifat moralitas kepemimpinan, yaitu amanah. 

Inilah sikap yang tak dapat disangkal menjadi keinginan abadi dari setiap masyarakat dari dulu hingga kini dan masa yang akan datang. Betapa pun masyarakat di suatu zaman menginginkan sosok pemimpin yang berani, tetapi sesungguhnya di dalamnya melekat niscaya terwujudnya akhlak yang luhur, seperti sikap amanah. Urusan akhlak tak akan lekang oleh waktu.

Dalam sejarah banyak diwartakan, betapa banyak suatu kaum yang hancur karena kepemimpinan yang bobrok secara akhlak. Persia, Roma, hingga dinasti-dinasti Islam mengalami kemerosotan yang tragis hingga rontok berkeping-keping oleh karena akibat kerusakan moral yang sangat kronis. 

Nah, bila sekarang muncul kerinduan untuk menampilkan kembali sosok pemimpin yang amanah, tentu saja hal ini selaras dengan fitrah kemanusiaan. Ini jangan semata dipahami sebagai “kebutuhan kondisional”. Bila terpaku pada kebutuhan, justru dikhawatirkan, kita yang hidup di dunia modern ini menjadi “lupa daratan” terhadap hal ihwal terkait urusan akhlak. 

Kita hanya terhipnosis oleh masalah manajemen kepemimpinan yang canggih-canggih bahwa urusan kepemimpinan hanya disempitkan dengan urusan otak. Soal moral tidak dianggap penting karena tidak menyangkut hal-hal yang “masuk akal”.  Kita menjadi lebay. Kita mengabaikan ukuran yang sesungguhnya sangat fundamental dalam kepemimpinan. Padahal, soal akhlak jelas-jelas tidak dapat diukur sesuai dengan situasi atau kebutuhan.  

Pemimpin harus mempunyai sifat amanah. Mengapa? Bila pemimpin hanya memiliki sifat, misalnya tegas atau santun, maka belum dapat dijadikan ukuran bahwa pemimpin tersebut ideal. Keidealan pemimpin harus ditopang sepenuhnya dengan sifat amanah. 

Sebab, keamanahan pemimpin sesungguhnya menjadi sifat dasar bagi kebaikan dan kemuliaan pemimpin. Pemimpin yang amanah akan menghadirkan langkah dan kebijakan yang selalu berpihak pada nurani, nilai-nilai spiritualitas sehingga tindakannya akan selalu selaras dengan kebaikan masyarakat secara luas (mashalih al-‘ammah). 

Ukuran pemimpin yang amanah secara standar merujuk pada bentuk pemberian kepercayaan masyarakat kepadanya dan kemudian disikapi dengan niat bulat untuk selalu berpijak menjauhi larangan dan menjalankan perintah yang tidak hanya dipahami sebagai urusan dunia, tetapi juga akan terpancar pada kehidupan akhirat kelak. 

Menurut Fakhruddin al-Razi dalam kitab Tafsir al-Razi, pemimpin yang amanah adalah sosok yang selalu berupaya menunaikan kepercayaan yang diberikannya dengan sebaik-baiknya. Bisa diungkapkan, amanah seorang pemimpin serempak berada pada pusaran vertikal dan horizontal. 

Vertikal adalah hubungan pertanggungjawabannya kepada Sang Pencipta (hablum min Allah), sedangkan horizontal adalah hubungannya yang baik kepada sesama umat manusia (hablum min al-nas). Beberapa akhlak pemimpin yang amanah—bila merujuk pada kriteria yang diberikan oleh ulama tafsir al-Tsa’labi dalam kitabnya al-Jawahir al-Hisan—konkretnya adalah seperti senantiasa bersikap adil, melawan kezaliman, adil dalam pemberian materi, membela hak-hak orang-orang yang lemah atau tertindas, menepati janji, dan menjaga kesaksian.

Silakan saja kita menderet sebanyak-banyaknya contoh akhlak pemimpin yang amanah. Namun, pada akhirnya kita cukup berkesimpulan bahwa pemimpin amanah haruslah menjadi ukuran dan ikhtiar bersama demi membangun peradaban Indonesia.

republika.co.id

Kemuliaan Jabatan

Zakat (ilustrasi).


Islam merupakan agama yang lengkap. Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Allah sebagai Tuhannya, melainkan juga mengatur hubungan sesama manusia. Melalui Rasulullah Muhammad SAW, Allah SWT mengingatkan manusia menjaga kesucian diri.

Selain itu, Allah SWT memerintahkan manusia menjaga kesucian harta kekayaannya agar tetap bersih, tidak mencederai hak agama dan orang lain. Hal ini pernah dituturkan Abu Humaid As-Saidi.

Suatu hari, Rasulullah SAW menugaskan seorang lelaki dari suku Asad yang bernama Ibnu Lutbiah (ada yang menyebutnya Ibn Latabiyah) untuk memungut dan mengelola zakat Bani Sulaim.

Ketika ia telah tiba kembali dan menghitungnya, ia berkata kepada Rasulullah SAW, “Ini adalah pungutan zakat yang bisa aku serahkan kepadamu, sedangkan ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku.”

Mendengar laporan itu, spontan Rasulullah SAW berdiri di atas mimbar kemudian memanjatkan pujian kepada Allah, selanjutnya beliau bersabda, “Apakah yang terjadi dengan seorang petugas yang aku utus, kemudian dia kembali dengan mengatakan: Ini aku serahkan kepadamu dan ini dihadiahkan kepadaku! Mengapa dia tidak duduk saja di rumah bapak atau ibunya sehingga dia bisa melihat apakah dia akan diberi hadiah atau tidak. Demi Tuhan Yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya! Tidak seorang pun dari kalian yang mengambil sebagian dari hadiah itu kecuali pada hari kiamat nanti dia akan datang menjumpai Allah dengan memikul seekor unta yang mendengus atau seekor sapi yang juga mendengus atau seekor kambing yang mengembik.

Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat warna putih ketiaknya seraya mengatakan, “Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan apa yang kulihat dengan mataku dan kudengar dengan kedua telingaku.” Beliau mengulangi hingga dua kali. (HR Muslim No 3413 dan Abu Dawud).

Kisah yang tertulis dalam hadis ini memiliki hikmah yang cukup mendalam. Seorang petugas dan pejabat diharamkan mengambil hadiah yang diberikan kepadanya, terutama saat ia bertugas. Ia akan dilaknat Allah di Hari Kiamat.

Sungguh, hadis ini sangat dekat dengan masalah korupsi yang menggurita di negeri ini. Imam Ibnu Hajar al-Asqalaniy dalam Fathul Baari, Kitabul Hibah, bab Orang Yang Tidak Menerima Hadiah Karena Sebab Tertentu, menjelaskan, Nabi mencela perbuatan Ibnu al-Latabiyah yang menerima hadiah itu karena kedudukannya sebagai petugas.

Kemudian kalimat Mengapa engkau tidak duduk saja di rumah bapak ibumu? memberi makna sekiranya dia menerima hadiah dalam kondisi seperti itu (bukan sebagai petugas atau pejabat pemerintah, tapi cuma duduk-duduk di rumah orang tuanya) maka hukumnya tidak apa-apa (untuk menerima hadiah).

Dengan kata lain, ia tidak akan mendapatkan hadiah itu manakala ia tidak diberi tugas sebagai tenaga pemungut zakat atau tidak sebagai pejabat. Seandainya dia diam di rumahnya dan tidak memangku jabatan tertentu, tentu tidak ada hadiah untuknya.

Karena itu, dia tidak layak menghalalkannya hanya karena barang itu sampai kepadanya sebagai hadiah. Imam An-Nawawi malah menyimpulkan, hadis ini sebenarnya ingin mengatakan hadiah untuk pegawai atau pejabat itu haram dan merupakan sebuah pengkhianatan.

Sebab, pegawai itu mengkhianati wilayah dan amanahnya. Dalam konteks kekinian, apa yang dikerjakan oleh Ibn al-Latabiyah itu sesungguhnya marak terjadi. Seorang pejabat (dan tidak harus seorang petugas pajak atau auditor) melakukan kunjungan kerja ke daerah.

Saat hendak pulang, ia dihadiahi sesuatu atau diberi uang transportasi tambahan (meski ia sendiri sudah dapat uang perjalanan dinas dari kas negara) atau dihadiahi cinderamata yang cukup mahal, yang sering kali dianggap sesuatu yang lumrah di mata pejabat yang mendapatkannya.

Padahal, ia tidak akan mendapatkan itu semua seandainya ia tidak memangku jabatan yang ada di pundaknya. Tidak jauh beda ketika ia-meski sedang duduk-duduk di rumah-lalu ada yang memberinya hadiah.

Jabatan adalah kemuliaan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang dikehendaki. Jabatan sebagai amanah tentu saja harus dijaga oleh yang mengembannya. Dan, sejak lima belas abad silam, Rasul mengingatkan agar jabatan tidak dinodai hal-hal kotor, seperti korupsi dan kolusi.

Sekarang, tergantung pada umatnya, apakah mau mengikuti dan meneladani sunah Rasul itu atau tidak? Atau, jangan-jangan umat Islam lebih tertarik pada gemerlapnya dunia daripada keagungan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya? Wallahu a'lam.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Bahrus Surur-Iyunk

Melembutkan Hati

Ilustrasi



“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalanganmu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan kalian: dan dia sangat menginginkan (keselamatan dan keamanan) bagi kalian serta amat belas kasih lagi penyayang tehadap kaum mukmin.” (QS at-Taubah: 128).

Di tengah perilaku kekerasan yang melanda masyarakat kita, diwarnai upaya memaksakan kehendak, melunturnya kepedulian sosial, timbulnya kesenjangan sosial, kekerasan dalam rumah tangga, juga dendam yang diperturutkan, maka sikap lemah lembut menjadi pilihan dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan.

Becermin dari perilaku teladan Nabi Muhammad SAW, maka sudah selayaknya kita mengambil ibrah dan sirah nabawi dalam bersikap dan bertindak.

Setidaknya ada tiga perilaku teladan Rasul SAW yang memperlihatkan kelembutan hati, untuk mengantisipasi gejala sosial kemasyarakatan ini , yaitu sikap rela memaafkan, rendah hati (tawadhu), dan memberi tanpa pamrih. Ketiga sikap tersebut bersumber pada luasnya limpahan rasa kasih sayang beliau pada umatnya.

“Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu…” (QS Ali Imran: 159)

Rasulullah SAW memiliki sikap memaafkan bukan karena terpaksa atau karena tidak mampu membalas, tapi karena kasih sayang dan keikhlasan yang sempurna. Sikap rela memaafkan yang beliau contohkan bukan karena adanya paksaan dari orang lain, atau adanya pertimbangan keuntungan yang akan diperoleh, namun semata-mata dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah SWT.

Menurut Imam al-Ghazali, memaafkan yang hakiki adalah bahwa seseorang itu memiliki hak untuk membalas, mengkisas, menuntut, atau menagih dari seseorang yang tertentu, tapi hak yang dimilikinya tersebut dilenyapkan atau digugurkan sendiri. Sekalipun ia berkuasa untuk mengambil haknya itu.

Sikap yang kedua adalah tawadhu bukan berarti merendahkan martabat, akan tetapi justru akan menambah ketinggian akhlak. Rasulullah SAW berpesan kepada para sahabatnya, “Rendah hati (tawadhu) itu tidak menambah seseorang melainkan ketinggian. Karena itu bertawadhulah, pasti Allah akan meninggikan derajatmu.”

Sikap yang ketiga adalah, memberi sesuatu yang kita miliki  tanpa pamrih, sebagaimana firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak.” (QS al-Mudatstsir: 6). 

Salah satu bentuk pemberian adalah berupa harta yang kita miliki, dalam bentuk sedekah. Bersedekah itu tidak memengaruhi harta seseorang, melainkan akan semakin menambah banyak jumlahnya. Karena itu bersedekahlah, pasti Allah akan memberikan kasih sayang-Nya pada kalian semua. (HR ad-Dailami)

Lebih jauh Rasul SAW bersabda, "Seutama-utamanya akhlak dunia dan akhirat adalah agar engkau menghubungkan tali silaturahim dengan orang yang memutuskan silaturahim denganmu, memberi sesuatu kepada orang yang menghalang-halangi pemberian padamu, serta memberi maaf kepada orang yang menganiaya dirimu." (HR Thabrani, Baihaqi, dan Ibnu Abi Ad-Dunya).

Oleh karena itu, nilai moral yang melembutkan hati sebagaimana dicontohkan Rasulullah tersebut layak dihidupkan kembali, minimal dalam kehidupan pribadi, keluarga, hubungan kerja, ataupun masyarakat sekitar kita. Wallahua'lam bish shawwab.

republika.co.id    Oleh: Faisal M Taufiq

Indahnya Shalat Berjamaah

Umat Muslim melakukan shalat berjamaah di Masjid Ukash.

Shalat merupakan salah satu rukun Islam yang menjadi pembatas seseorang itu mukmin atau kafir. (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Shalat juga menjadi penentu diterima atau tidaknya amalan seseorang. (HR Abu Daud).

Shalat memberikan banyak manfaat bagi yang istiqamah menjalankannya. Selain itu, shalat memiliki banyak keutamaan, apalagi jika ditunaikan berjamaah. Satu hal yang perlu diketahui, tidak satu pun ulama yang menyatakan shalat berjamaah hukumnya sunah biasa.

Shalat berjamaah adalah sunah muakkadah bagi laki-laki dalam menjalankan shalat lima waktu. Menurut Mazhab Maliki dan Hambali, hukumnya wajib.

Rasulullah bersabda, “Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya. Sungguh aku sangat ingin menyuruh orang-orang mengumpulkan kayu bakar, lalu menyuruh seseorang supaya menyerukan azan, kemudian menyuruh seseorang pula untuk menjadi imam bagi orang banyak. Sementara itu, aku akan pergi mendatangi orang-orang yang tidak shalat berjamaah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR Bukhari Muslim).

Saking pentingnya shalat berjamaah, selain memiliki 27 derajat (HR Muttafaq Alaih), keutamaan lainnya adalah pertama, mendapatkan naungan Allah.

Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya. (Salah satunya) adalah seseorang yang hatinya selalu terikat dengan masjid.” (HR Bukhari).

Kedua, diampuni dosa-dosanya. “Barang siapa yang berwudhu untuk shalat, lalu ia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan menuju shalat wajib dan ia melaksanakannya secara bersama-sama atau berjamaah atau di masjid, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya.” (HR Muslim).

Ketiga, pahalanya senilai pahala ibadah haji. “Barang siapa keluar dari rumahnya dalam keadaan suci menuju shalat wajib, pahalanya seperti pahala orang beribadah haji.” (HR Abu Dawud).

Keempat, dihormati sebagai tamu Allah. “Barang siapa yang berwudhu di rumahnya, lalu memperbaiki wudhunya, kemudian datang ke masjid maka ia sebagai tamu Allah. Dan, menjadi sebuah keharusan bagi yang dikunjungi untuk menghormati tamu.” (HR Ibnu Abi Syaibah).

Kelima, terlindungi dari kejahatan setan. “Sesungguhnya, setan itu serigala bagi manusia, seperti serigala bagi kambing yang selalu memangsa kambing yang sendirian dan lalai. Maka, waspadalah kalian dalam tinggal di dusun-dusun (sendirian) dan haruslah kalian berjamaah, bermasyarakat, dan ke masjid.” (HR Ahmad).

Keenam, mendapatkan jaminan surga. “Ada tiga orang yang semuanya dijamin oleh Allah, (salah satunya) seseorang yang pergi ke masjid, ia dijamin oleh Allah ketika Ia mewafatkannya dengan memasukkannya ke surga.” (HR Abu Dawud). Semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang senantiasa istiqamah menjalankan shalat berjamaah. Amin.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Nur Suharno

Jangan Gila Hormat

Setelah melewati penantian panjang, kesepakatan itu akhirnya tercapai. Pada Maret 628 M, kaum kafir Makkah mengirim Suhail bin Amr untuk menyepakati butir-butir kesepakatan dalam Perjanjian Hudaibiah.

Rasulullah SAW langsung menyuruh Ali bin Abu Thalib untuk menuliskan setiap butir kesepakatan yang telah disetujui bersama. Ali memulai butir kesepakatan dengan Bismillahirrahmanirrahim.

Suhail yang ditemani dua warga sesukunya, Mikraz dan Huwaithib, tiba-tiba menyela. “Tentang ar-Rahman ini, sungguh kami tidak mengenalnya,” sergahnya ketus. “Jadi, tuliskan saja Bismika Allahumma, seperti orang-orang biasa menyebut!

Terang saja Ali dan para sahabat lain protes. “Demi Allah, kami tidak akan mau menulis selain Bismillahirrahmanirrahim,” kata Ali tegas. Tetapi, Rasulullah SAW berpikir cepat, tidak tampak terpancing komentar siapa pun. “Tuliskan Bismika Allahumma,” ujar beliau lembut.

Ali tidak berani menolak meski hatinya mendebat. Rasulullah SAW kemudian mendiktekan kalimat berikutnya, “Ini adalah pernyataan kesepakatan gencatan sejata antara Muhammad Rasulullah dan Suhail bin Amr.

Kembali Suhail berulah menyebalkan. “Jika kami mengakuimu sebagai Rasulullah, tentu kami tidak menghalangimu mengunjungi Rumah Suci dan tidak akan memerangimu.” Belum reda kegeraman Ali dan para sahabat, dengan angkuh Suhail meneruskan kalimatnya, “Tulis saja Muhammad putra Abdullah.

Aku telah menuliskan kata Rasulullah,” kata Ali tegas. Suhail meradang. Rasulullah SAW lagi-lagi meminta Ali untuk menghapus kata Rasulullah itu. Kali ini Ali menggeleng. Hatinya perih. Tetapi, Rasulullah SAW meminta Ali menunjukkan mana di antara sederet kalimat yang berbunyi Rasulullah.

Ali menunjuk dengan jarinya. Beliau segera menghapus kata Rasulullah dan menggantinya dengan kata Putra Abdullah. Sungguh luar biasa akhlak Rasulullah SAW. Beliau benar-benar pemimpin hebat yang tidak gila hormat. Rasulullah diakui dunia sebagai pribadi paripurna di segala segi kehidupan.

Anak berbakti, pemuda tangguh, pebisnis sukses, orang tua bijak, pemimpin adil, penguasa bersahaja, pendidik sejati, orator ulung, panglima kondang, suami penyayang, dan seterusnya. Kendati demikian, beliau manusia yang sepi dari pamrih.

Sekarang, justru tidak sedikit di antara kita yang sangat gila hormat. Manusia modern begitu gemar memoles diri agar dapat merengkuh pujian dan sanjungan dari siapa saja. Memang ini tidak salah. Tetapi, jika sampai melampaui batas wajar, tentu lain ceritanya.

Kerap kita temukan orang yang ketika berbicara selalu mengaitkan dirinya dengan nama-nama besar. Ingin menegaskan dirinya memiliki hubungan dekat dengan orang-orang hebat itu. Padahal, sebenarnya sosok-sosok markotop yang dicatutnya sama sekali tidak mengenal dirinya.

Perhatikan pula foto-foto orang yang dipampang di media jejaring sosial, semacam Facebook, Instagram, Twitter, dan semisalnya. Tidak sedikit yang begitu gemar pamer gambar-gambar dirinya bersama para tokoh.

Seolah hendak bilang dirinya akrab dengan pribadi-pribadi ternama itu. Padahal, boleh jadi dia hanya kebetulan nimbrung dalam suatu acara dan berkesempatan berfoto ria bersama tokoh bersangkutan.

Lucunya, ada orang yang menggelari dirinya sendiri dengan gelar ustaz atau kiai. Tadinya, istilah kiai merupakan sebutan untuk sebuah benda atau hewan bertuah.

Misalnya, tombak Kiai Plered dan kerbau Kiai Slamet dari Keraton Surakarta, gamelan Kiai Sekati dari Solo, serta bendera Kiai Tunggul Wulung, dan gajah Kiai Rebo dan Kiai Wage dari Yogyakarta.

Umumnya, orang disebut kiai karena kemurnian ibadahnya, kehalusan budinya, kemantapan ilmunya, keluhuran pribadinya, kesantunan tutur ucapannya, keikhlasan pengabdiannya, kebesaran perjuangannya, kegigihan dakwahnya, dan seterusnya. Yang menggelari demikian tentunya masyarakat.

Bila mengacu Alquran, istilah kiai barangkali sama dengan ulama (QS Fathir [35]: 28). Jika demikian, berarti gelar mulia itu sesungguhnya datang dari Allah.

Alangkah narsis dan tidak tahu malunya jika kita menokohkan diri sendiri sebagai kiai, susuhunan, sinuwun, ki ageng, penghulu, sedangkan masyarakat sama sekali tidak menganggap demikian.

Ada yang lebih mengerikan. Seperti, orang marah-marah karena sepulang dari haji, tidak dipanggil Pak Haji atau Bu Hajjah. Padahal, haji adalah ibadah dalam rukun Islam, seperti shalat, zakat, puasa.

Entah sejak kapan orang beribadah haji lantas dipasang gelar Haji atau Hajjah di depan namanya. Padahal, tidak ada orang yang dipanggil Pak Shalat, Bu Zakat, Mas Puasa.

Mengapa hanya ibadah haji yang melekat pada nama orang? Mungkinkah karena ibadah itu membutuhkan biaya banyak sehingga harus ada simbol sosial tertentu yang melekat pada nama pelakunya? Penggila hormat memang selalu ingin lekas terkenal. Tidak peduli meski harus dengan cara-cara instan.

Karena itu, mereka umumnya membaca sedikit berbicara banyak, mengkaji sedikit berkomentar banyak, menulis sedikit mencela banyak, mengamati sedikit mengkritik banyak, memahami sedikit menyalahkan banyak, dan beribadah sedikit meminta banyak.

Ingatlah sebuah hadis hasan yang dibawakan Tirmidzi. Rasulullah bersabda, “Barang siapa merasa senang orang-orang berdiri untuk menyambutnya, hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka.” Sepatutnya hadis di atas kita jadikan bahan perenungan.

 REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M Husnaini